Bulu Angsa di Namba Parks

<—-Kisah Sebelumnya

Meninggalkan Osaka Castle melalui Uemachi-suji Avenue , aku menuju Stasiun Tanimachi 4-chome. Melewati deretan pohon red-maple yang tertanam di setiap sisi jalan, kemudian menuju pintu masuk stasiun yang terletak di kaki-kaki perkasa Osaka Museum of History.

Enjoy Eco Card (nama lain One Day Pass di Osaka) seharga 600 Yen (Rp. 82.000) membuatku nyaman dan mudah untuk keluar masuk stasiun tanpa harus hinggap di automatic vending machine ketika ingin menggunakan jasa Osaka Metro. Aku tinggal men-tap kartu itu di ticket collecting gate dan menikmati berkeliling Osaka sesuka hati.

Enjoy Eco Card.

Menaiki Tanimachi Line dan berpindah ke Sennichimae Line di Stasiun Tanimachi 9-chome maka perjalananku berhenti di Stasiun Namba setelah menempuh jarak tiga kilometer dan dalam waktu tempuh lima belas menit.

Tiba di Stasiun Namba yang berusia delapan puluh lima tahun, aku keluar menuju ke Namba City. Namba City merupakan pusat perbelanjaan yang sangat luas di daerah itu.

Menelusuri koridor demi koridor megah di Namba City membuatku tertarik untuk mampir dan melihat beberapa koleksi winter jacket milik UNIQLO store di salah satu sisi koridor megah. Kejadian menggelitik kembali menimpaku di sini. Ini akibat dari winter jacket murahan yang kukenakan. Winter jacket bekas keluaran Pasar Baru itu merontokkan bulu-bulu angsa lembut dari sisi bagian dalam ketika aku mencoba sebuah winter jacket milik UNIQLO di kamar pas. Sontak, setelah aku keluar dari kamar pas itu, seorang petugas wanita mengambil sapu dan pengki untuk membersihkan bulu-bulu itu. Dia cuma tersenyum menatapku yang sedang meletakkan winter jacket ke tempat display semula. Padahal aku sudah berfikir tak akan mampu membelinya, tetap masih tetap saja nekat mencobanya….Dasar sok gaya. Bagaimana aku tak berpikir seribu kali untuk membelinya jika sepotong winter jacket di banderol dengan harga 12.900 Yen (Rp. 1.750.000).

Untuk melupakan insiden memalukan itu, aku bergegas meninggalka store itu dan bergegas menuju ke Namba Parks. Kali ini aku mulai terkagum karena akses menuju ke Namba Parks membuatku tetap berada di jalur indoor pejalan kaki, padahal Namba City dan Namba Parks berada dilokasi yang berbeda. Indoor corridor itu terus menuju ke selatan dan terkoneksi langsung dengan Namba Parks.

Setelah berjalan tak sampai dua ratus meter dari exit gate Stasiun Namba, akhirya aku tiba juga di Namba Parks. Taman keren itu didesain di bagian atas pusat perbelanjaan dengan kontur yang dibuat berundak-undak bak terasering. Seharusnya aku mengunjungi taman ini saat malam karena terlihat banyak lampu terpasang yang pastinya akan menyala di malam hari.

Salah satu sisi Namba Parks, taman di atas mall.

Namba Parks sendiri juga terintegrasi dengan kompleks perbelanjaan dan perkantoran yang terletak di Distrik Kota Naniwa. Di taman itu, aku hanya menyempatkan tiga puluh menit saja karena aku ingin segera mengunjungi Amerikamura untuk melihat area belanja dan hiburan dengan sudut pandang yang berbeda.

Waktu sudah menunjukkan jam setengah dua siang, aku mulai meninggalkan Namba Parks melalui jalur semula saat aku mendatangi Namba Parks.

Kisah Selanjutnya—->

Tom Cruise dan Osaka Castle

<—-Kisah Sebelumnya

Kamu kenal “Si Ganteng” ini kan?…

Gambar itu adalah penggalan adegan film “ The Last Samurai”, ketika Kapten Nathan yang diperankan Tom Cruise bertarung secara terhormat bersama pemimpin para Samurai yaitu Katsumoto yang diperankan aktor kawakan Jepang Ken Watanabe melawan tentara Kaisar Meiji yang dilatih oleh Angkatan Darat Amerika. Latar belakang perang ini adalah “Modernisasi Vs Feodalisme”. Kaisar mengagungkan modernisasi dan Samurai mempertahankan tradisi.

Itulah sedikit dari banyak mozaik memilukan penyusun sejarah Jepang ketika bertransformasi dari negara konvensional menjadi negara modern. Satu mozaik itu adalah Perang Boshin, perang saudara yang meninggalkan bekas kerusakan dan terekam di dalam tempat bersejarah yang aku kunjungi ini.

Yups….Inilah Osakajo….Khalayak menyebutnya Kastil Osaka atau Osaka Castle.

—-****—-

Pukul 09:50, aku menjejakkan langkah di peron Stasiun Tanimachi 4-chome, kemudian keluar melintasi salah satu gerbangnya dimana Osaka Museum of History dan Hoenzaka iseki berdiri gagah  di pelatarannya. Langkahku terus tersambung di Uemachi-suji Avenue dengan hiasan pohon red maple  di kedua sisinya.

Sejarahnya yang kuat menjadikan Osaka Castle sebagai destinasi pertamaku di kota berjuluk “Manchester dari Timur”. Aku memang tak mau menunda dan kehilangan pandangan pertama pada istana raja yang berusia lebih dari empat abad itu. Jaraknya yang hanya enam kilometer dari Hotel Kaga tempatku menginap dan tersedianya jalur Osaka Metro menujunya membuatku begitu mudah mengakses destinasi itu.

Kamu berani kenalan ga?

Tak lama berjalan kaki, aku pun tiba di Osaka Castle, melalui Otemon Gate tepatnya. Otemon Gate sendiri berada di sisi timur istana, sedangkan di seberang barat disediakan Aoyamon Gate. Seperti layaknya istana zaman dahulu, tempat ini dikelilingi oleh kanal lebar sepanjang hampir seratus meter sebagai bentuk pertahanan.

Melewati sebuah jembatan, jalur pejalan kaki mulai mengarahkan setiap wisatawan memasuki sisi Otemon Gate. Diawali dengan pintu berbahan dua lembar baja menjulang. Setelahnya, terpampang dinding-dinding berbahan andesit halus yang beberapa diantaranya dibiarkan utuh dengan panjang dan lebar hampir lima meter.

Tak lama gerbang kedua menyambut. Gerbang dengan ukuran lebih besar dari yang pertama itu berjuluk Osakajo Tamon-yagura yang disusun dari kayu-kayu besar, utuh serta kokoh. Melewati gerbang kedua inilah, wisatawan secara otomatis memasuki area istana yang memiliki luas tak kurang dari enam hektar.

Dalam beberapa fragmen perjalanan, diceritakakan bahwa kastil ini pernah luluh lantak oleh api akibat Perang Boshin pada tahun 1868. Nah Perang Boshin sendiri sudah diilustrasikan oleh Tom Cruise pada preambule di awal.

Osakajo Tamon-yagura
Osakajo yang terbakar…..

Tibalah aku di pelataran selatan, sebut saja Osaka Castle Park. Disinilah para wisatawan berkumpul dan menikmati keanggunan kastil buatan Toyotomi Hideyoshi, sang pemimpin Jepang  Zaman Sengoku.  Aku menyempatkan diri berfoto dengan samurai tua di pelataran kastil. Bahkan untuk mengusir kesepian, aku sering iseng dengan berpose di belakang rombongan turis yang sedang berfoto. Nyengir kuda, melompat, melambaikan tangan atau apapun kulakukan. Terkadang membuat salah satu rombongan itu menunjukku sambil tertawa setelah melihat hasil foto di kamara digital mereka. Parah akut memang.

Genap satu jam menikmati Osaka Castle, aku memutuskan untuk duduk dan menikmati Ikayaki yang kubeli dari food truck yang berjejer rapi di timur pelataran. Setusuk Ikayaki disana dihargai dengan 300 Yen (Rp. 41.000). Eh, tahu kan Ikayaki?…. Itu lho, cumi bakar ukuran besar yang dibumbui mirin (bumbu khas Jepang).

Baju zirah milik samurai asli kan warnanya hitam.
Kalau punya duit, boleh ngemil. Kalau ga punya duit tapi kepengen, boleh juga, ga ada yang ngelarang.

Menuntaskan Ikayaki, atau tepat pukul 10:30, aku mulai meninggalkan area Osaka Castle dan berencana menuju ke Distrik Kota Naniwa.

Kemanakah gerangan?……….

Kisah Selanjutnya—->

Majalah Dewasa, Osaka Metro dan Osaka Castle

<—-Kisah sebelumnya

Seperempat jam menuju pukul sembilan….Aku meninggalkan Hotel Kaga di Distrik Kota Nishinari setelah menitipkan backpack di ruang resepsionis. Aku bergegas menuju Stasiun Dobutsuen-mae. Tetapi terlebih dahulu, aku harus menjejalkan sesuatu ke perut sebelum tiba di stasiun itu. Sedari tengah malam tadi, ketika aku tiba di Osaka, belum sesuap pun aku makan.

Aku memutuskan mencari minimarket terdekat. Dalam langkah menuju stasiun, kutemukan sebuah FamilyMart di tepian Saka-suji Avenue. Aku tak akan mengunyah onigiri lagi sebagai sarapan. Aku sudah bosan sejak dua hari lalu rutin mengunyah makanan itu. Akhirnya aku memilih sebuah cup noodle dan segera mengambil antrian di depan kasir. Menunggu giliran, satu persatu pelanggan FamilyMart itu menyelesaikan kewajiban. Aku hanya reflek ikut maju ketika antrian di depan juga maju, tetapi sesungguhnya mataku tak pernah menatap ke depan.

Kasir : “Hello

Aku masih tak bergeming.

Kasir: “Helloo

Aku masih berfikir itu giliran pengantri di depanku

Kasir: “Helloooo….Sir. You…..Sir”.

Aku: “Oh it’s my turn, sorry

Kasir itu hanya senyam-senyum saja melihat mukaku yang memerah karena malu. Sial….Dia dan pengantri di belakangku kompak nyengar-nyengir karena memergoki aku memandangi sebuah sudut rak dengan banyak majalah dewasa yang tersusun rapi. Untung si kasir tidak menawariku untuk membeli majalah itu….Kan malu.

Yang beginian sudah biasa di Jepang….Duhhhh….

Selepas membayar, aku menuju ke sebuah dispenser. Menuang air panas ke cup noodles dan mengambil sebuah pojok minimarket untuk menyantapnya.

Kasir: “Helloooo Sir eat outside, please!”

Duhhhh….Sudah malu, kena usir lagi,. Padahal aku sedang menghindari hawa dingin di luar sana. Ujung-ujungnya, aku tetap saja menyantap cup noodles sambil berdiri di depan minimarket sembari berdingin ria….Nasibbb.

Sewaktu kemudian, cup noodles itu ludes hingga kuahnya pun tak bersisa. Aku melanjutkan langkah ke utara. Tiba di perempatan Abiko-suji Avenue, aku segera menuju bawah tanah melalui salah satu gate milik Stasiun Dobutsuen-mae yang berada di tepi selatan jalan besar itu.

Aku: “Hello, How can I get a One Day Pass, Sir”. Aku memastikan supaya tak kelamaan membelinya seperti kejadian dua hari lalu di Tokyo.

Petugas Keamanan: “Doko e ikitai desu ka?”, rupanya bapak ini tidak bisa berbahasa Inggris.

Aku: “Osaka Castle, Sir”.

Petugas Keamanan: “Hoooohhhhh….”. Dia belum ngerti juga

Aku: “Osakajo”.

Petugas itu lantas tersenyum mengangguk-angguk dan mengantarkanku melalui sebuah koridor lalu menunjuk ke automatic vending machine.

Arigatou Gozaimasu”, ucapku padanya. Padahal kalau mencari mesin beginian, aku juga bisa. Apakah One Day Pass dijual terpisah dari mesin, itu yang kumaksudkan…..Hmmh.

Sudahlah, aku mulai memencat-mencet tombol automatic vending machine itu. Aku bisa tersenyum lega karena mesin ini tak serumit seperti yang di Tokyo. Aku memasukkan selembar 1.000 Yen, memencet “ENGLISH” button, berlanjut ke “CARD” button dan akhirnya kutemukan “ONE DAY PASS” button seharga 600 Yen (Rp. 82.000).

Malam itu adalah malam tahun baru di luar negeri yang pertama buatku. Aku sengaja membeli One Day Pass karena akan pulang selepas tengah malam, setelah New Year’s Eve Countdown tentunya.

Kini aku bersiap menaiki Osaka Metro. Ini juga  pertama kalinya aku merasakan kereta bawah tanah di Jepang setelah sembilan kali berturut-turut hanya mencicipi kereta permukaan semenjak ketibaanku di Tokyo.

Aku mulai menyusuri Midosuji Line lalu berpindah ke Tanimhaci Line di Stasiun Tennoji. Melaju ke utara sejauh lima kilomater dan dalam lima belas menit, aku akhirnya tiba di Stasiun Tanimachi 4-chome di Distrik Kota Chuo.

Aku segera keluar melalui exit gate dimana gedung Osaka Museum of History dan landmark bersejarah Hoenzaka iseki berada. Dari situ, aku terus menelusuri Uemachi-suji Avenue menuju Osaka Castle yang hanya berjarak satu kilometer.

Osaka Museum of History.
Hoenzaka iseki, bangunan gudang dari Abad ke-5 di Jepang.
Itu pohon maple bukan sih?
Aku tiba di Otemon gate Osaka Castle

Mari kita eksplore Osakajo…..

Kisah Selanjutnya—->