Menikmati Bubur Teri di Kawasan Singkawang Heritage

<—-Kisah Sebelumnya

Lewat sedikit dari jam tujuh pagi, aku mulai meninggalkan Pasar Turi. Selama di pasar hingga keluar dari dalamnya, aku belum menemukan tempat untuk membeli sarapan yang sesuai dengan kata hati. Aku masih diselimuti rasa khawatir jikalau salah memilih tempat makan dan terpapar makanan non-halal. Padahal saat itu sudah lewat satu jam dari jam biologisku untuk bersarapan.

Dengan perut lapar aku menyeberang perempatan di Jalan Niaga dimana Tugu Naga Emas berdiri dengan gagahnya. Masuk ke Jalan Kepol Mahmud sisi utara, mataku awas menatapi kedua sisi jalan demi menemukan kedai makanan tetapi hingga menembus Jalan Pangeran Diponegoro aku tak pernah menemukannya.

Gunung Sari menjadi latar yang indah bagi Jalan Pangeran Diponegoro.

Kini fokusku berubah, tak lagi ke masalah perut. Karena tanpa sadar aku telah memasuki kawasan Singkawang Heritage yang kuketahui dari sebuah tonggak beton bertuliskan demikian. Oleh karenanya, kini rasa lapar berubah menjadi rasa penasaran.

Dari tonggak yang kutemukan di sebuah gang dekat Apotek Singkawang, tanpa ragu aku mulai memasukinya. Gang sempit ini oleh khalayak dikenal dengan mana Lorong Wisata Kenangan Singkawang.

Di dalam lorong dengan mudah aku menemukan beberapa tembok bergaya mural yang memperindah di sepanjangnya. Sementara caping-caping cantik tersebar merata di bagian atas dan menjadi penghias langit-langit lorong wisata tersebut.

Di beberapa titik, tampak lorong wisata kenangan tersebut diakuisisi oleh banyak kursi dan meja makan milik kedai makanan yang berdiri di lorong tersebut. Aku perhatikan meja-meja makan itu dipenuhi oleh para pengunjung. Sebagian dari mereka tampak baru saja usai berolah raga, sementara beberapa yang lain tampak pegawai-pegawai kantoran yang hendak berangkat kerja dan tak sedikit pula dari mereka adalah para pejalan sepertiku.

Hanya ada satu kabar baik untukku, bahwa sebagian dari para pengunjung itu adalah orang Melayu yang mengenakan jilbab nan rapi.

“Alhamdulillah, kedai makanan ini pasti menjual makanan halal….Saatnya bersarapan”, aku membatin riang.

Hanya saja kedai makan yang berada tepat di depanku tampak penuh. Sontak aku mengurungkan diri menuju ke kedai itu. Aku berniat mencari kedai lain di lorong yang berbeda.

Ini dia penanda kawasan Singkawang Heritage.
Salah satu gang di Lorong Wisata Kenangan Singkawang.

Benar saja, tak begitu sulit untuk menemukan kedai makan berikutnya…..

Di depan sana aku melihat sebuah meja makan yang masih kosong. Aku segera mendekatinya dan tanpa ragu menduduki kursi kosong tersebut. Seorang pelayan pria berusia muda melihat kedatanganku. Dengan sigap dia menyambar lembar menu dari meja kasir.

“Pesan apa, bang?”, dia tersenyum ramah sembari menyodorkan lembaran menu kepadaku.

“Menu favorit di sini apa, bang?”, aku menerima lembaran menu itu dan tak sekalipun membacanya.

“Bubur Teri Singkawang dan air tahu mau, bang?”, dia menjawab cepat

“Ya boleh, itu saja”, aku pun tanpa pikir panjang mengiyakan tawarannya.

Ketika pelayan itu membalikkan badan, sebetulnya ada satu pertanyaan yang muncul dalam batin, “air tahu apaan ya?”.

Menunggu tak begitu lama, menu yang kupesan tiba dan tanpa pikir panjang aku mulai menyantapnya. Dan setelah melihat secara langsung air yang berada di dalam gelas maka aku segera menyeruputnya, “Oh ini mah sari kedelai”, pertanyaanku tadi terjawab sudah.

“Aku rasa aku menemukan sarapan yang tepat pagi ini”, aku membatin puas menikmati hidangan tersebut.

Aku tak lama duduk di bangku makan, karena cukup faham bahwa banyak pengunjung lain yang mengantri ingin bersarapan juga. Jadi rampung menyantap hidangan itu, aku segera bangkit dan menuju meja kasir.

“Bubur lima belas ribu, air tahu lima ribu, Bang”, kasir wanita berusia muda itu menghitung tagihanku.

Tentu ini adalah sarapan yang cukup murah dan sesuai budget bagiku. Sebelum meninggalkan kedai,  aku celingukan mencari nama kedai tersebut.

“Bubur Pekong….Oh, ini nama kedainya”, aku membacanya termanggut-manggut.

Bubur Teri Khas Singkawang….Gurih, sedap, asin….mantabz.
Baru nyadar kalau aku di berada belakang Vihara Tru Dharma Bumi Raya.

Dan begitu turun ke jalan, aku kembali tersadar bahwa Kedai Bubur Pekong ini terletak persis di belakang Vihara Tri Dharma Bumi Raya yang semalam aku datangi.

Aku rasa masih ada spot lain di dalam kawasan Singkawang Heritage ini.

Yuk kita cari ada apa saja!

Kisah Selanjutnya—->

Terkesima di Pasar Turi Singkawang

<—-Kisah Sebelumnya

Selain taman kota, ada satu cara efektif untuk bisa secara langsung membaur dengan aktfitas warga lokal di sebuah daerah yang baru kita kenal. Cara tersebut adalah dengan mengunjungi pasar tradisional dimana mereka beraktifitas.

Malam perdanaku di Singkawang telah lewat, aku kembali dihadapkan pada sebuah pagi nan cerah. Usai berbasuh, aku dengan cepat menyiapkan setiap peralatan yang kubutuhkan untuk eksplorasi pada hari keduaku di “Kota Seribu Lampion”.

Sembari menyiapkan kamera, baterai cadangan, obat-obatan ringan yang kesemuanya aku masukkan ke dalam folding bag, aku terus berfikir.

“Hotel ini kan terletak di Jalan Pasar Turi….Lalu dimanakah letak Pasar Turi itu?”, aku bertanya kepada diriku sendiri yang pastinya belum tahu jawabannya.

Tepat pukul setengah tujuh, aku mulai membuka pintu kamar dan melangkah cepat keluar dari gerbang hotel. Langkahku kembali menapak tilas jalur semalam, aku akan melangkah hingga ujung Jalan Pasar Turi dengan harapan menemukan pasar yang kumaksud.

Pagi itu adalah hari terakhir weekday minggu pertama November. Di sebuah pertigaan kecil, aku melihat serobongan anak-anak sekolah datang silih berganti memasuki gerbang. Tampak jelas, semua anak menggunakan masker yang diperiksa dengan ketat oleh tiga orang guru di pintu gerbang. Aku mencoba mencari tahu nama sekolah itu, oleh karenanya aku mendekatkan diri ke salah satu sisi pagarnya.

“Sekolah Kasih Yobel…”, aku jelas sekali membacanya.

“Ternyata selain pemeluk Tri Dharma, warga Tionghoa di sini ada yang memeluk agama Nasrani”, aku membatin ringan.

Sekolah Kristen di daerah Pasar Turi.

Ketika sedang asyik menikmati suasana sekolah tetiba aku tersadar bahwa aktivitasku diperhatikan oleh seorang guru wanita dari pojok halaman.

Kontan aku menyapanya “Selamat pagi, Ibu. Maaf tadi mengambil beberapa gambar sekolah. Buat kenang-kenangan, Ibu. Maklum saya dari Jakarta dan baru pertama kali berkunjung ke Singkawang, Bu”.

“Oh dari jauh ya, Dek. Gapapa kok, silahkan…..”, bersyukur dia menjawab sapaku dengan senyum yang menunjukkan bahwa aktivitas yang kulakukan baru saja tidaklah menjadi masalah.

Usai percakapan singkat itu, aku kembali melanjutkan langkah.

Selang sebentar, aku kembali melewati Vihara Setya Bumi Raya yang hening, aku hanya menolehnya sekejap sambil terus melangkah.

Usai keluar dari sebuah tikungan pendek, jauh di ujung jalan aku mendapati keramaian.

“Tak salah lagi, itu pasti Pasar Turi”, aku mulai membuat konklusi.

Aku semakin bersemangat, langkah kakiku semakin cepat demi menggapai keramaian itu sesegera mungkin. Dan aku pun tiba dan tanpa ragu mulai bergabung dengan keramaian.

Satu hal utama yang menjadi kekagumanku pada pasar Turi ini adalah hampir semua warga yang terlibat dalam kegiatan jual beli serta kegiatan derivate lainnya adalah warga keturunan Tionghoa. Hal ini membuatku menahan senyum dalam hati.

“Serasa belanja di Tiongkok, euy….”, aku tersenyum penuh bahagia karena mendapatkan pengalaman berharga ini.

Aku mulai melihat aktivitas warga lokal lebih dekat. Langkah pertamaku di Pasar Turi adalah merapat ke sebuah kios ikan laut dan mengamati aktivitas tawar menawar warga. Setelahnya aku beranjak dan berpindah-pindah ke kios lain dengan sangat hati-hati, karena gang pasar yang sempit itu digunakan secara bersamaan untuk jalur pengunjung pasar yang berjalan kaki, bersepeda motor, bersepeda ontel ataupun dengan becak. Jalur itu tentu semakin sempit karena tak sedikit lapak-lapak pedagang yang mengambil beberapa bagian sisi jalan.

Satu persatu aku mengunjungi kios bumbu dapur, rempah-rempah, sayuran, daging, buah-buahan ataupun kios jajanan pasar. Lokasi pasar itu tampak memanjang di Jalan Pasar Turi dan Jalan Kurau hingga bantaran Sungai Singkawang.

Sementara di sebelah timur pasar tampak berdiri bangunan milik Badan Pemadam Kebakaran Swasta yang memiliki beberapa mobil pemadam berwarna kuning.

Senang rasanya bisa berbaur dengan warga lokal di Pasar Turi.

Sungguh pagi yang membahagiakan pada eksplorasi hari keduaku di Singkawang.

Kisah Selanjutnya—->