Royal Camel Farm: Pertama Kali Mengunjungi Peternakan Unta

<—-Kisah Sebelumnya

Mataku mengerjap bersamaan dengan kumandang adzan Subuh. Berlanjut melaksanakan shalat dan seusainya, aku bergegas mengguyur diri di bawah shower lalu bersarapan dengan dua potong roti tawar dengan selipan lembar keju ditengahnya.

Menunggu sejenak hingga hari mulai terang, maka usai bersiap diri, aku segera turun ke lobby hotel dan bermaksud untuk memulai eksplorasi.

Setelah memeriksa ulang saldo GO Card, ternyata aku masih memiliki nominal untuk melakukan satu kali perjalanan menggunakan bus kota. Maka aku melangkah menuju sebuah halte bus di bilangan Palace Avenue, hanya berjarak seratus meter saja. Aku berencana menuju Manama Terminal 3 menggunakan bus kota bernomor 45.

Menaiki bus itu maka  dalam seperempat jam aku tiba,

Langkah pertama yang kulakukan di terminal itu adalah mengisi ulang saldo GO Card. Sayangnya, aku tak menemukan menu daily pass di layar mesin tiket otomatis. Maka aku memutuskan untuk mengirim pesan ke nomor operator yang tertera di dinding konter ticket vending machine. Membaca jawaban pesan dari operator, untuk kemudian aku paham bahwa dengan mentop-up GO Card senilai 600 Fils berarti secara otomatis aku akan mendapatkan daily pass di dalam kartu.

Halte Bus Palace Avenue-6
Manama Terminal 3.
Budaiya Market.

Masalah saldo GO Card usai, maka aku melanjutkan perjalanan menuju Distrik Budaiya di barat kota Manama dengan menaiki bus kota bernomor X3. Perjalanan tahap kedua ini cukup jauh, menempuh jarak lima belas kilometer dengan waktu tempuh setengah jam. Sesampainya di distrik itu maka diturunkanlah diriku di halte bus Budaiya Market.

Hanya transit sejenak, aku tak membuang waktu dengan menaiki bus bernomor U4. Tujuan akhirku berada di Distrik Janabiyah. Terdapat sebidang peternakan Unta milik Sheikh Mohammed bin Salman Al Khalifa di distrik tersebut. Sheikh Mohammed bin Salman Al Khalifa sendiri adalah paman dari Raja Bahrain. Dari informasi yang kudapatkan, peternakan ini nyatanya bukan berorientasi pada penyediaan daging unta melainkan hanya untuk sekedar menyalurkan hobby sang pemilik saja.

Aku menaiki bus bernomor U4 menuju ke selatan sejauh lima belas menit dan menempuh jarak sejauh lima kilometer. Aku tiba dengan diturunkan di halte bus Janabiya Highway-14.

Aku yang awalnya ragu untuk memasuki peternakan karena membaca signboard berbunyi “Private Property, No Entry”, tetapi akhirnya tanpa pikir panjang, justru aku memberanikan diri untuk memasuki gerbang peternakan yang terletak di sisi barat Janabiyah Highway tersebut. Aku menuju ke salah seorang penjaga peternakan yang wajahnya khas kazahkstan, tapi entah apakah memang dia berasal dari sana.

Gerbang Royal Camel Farm.
Area dalam Royal Camel Farm.
Itu dia untanya.
Anak unta sedang dalam masa menyusu ke induknya.
Besar banget ya untanya.
Unta dengan rantai di kaki.

Dengan penuh senyum, penjaga peternakan itu mengarahkan jari telunjuknya ke arah pintu masuk peternakan. Mengucapkan terimakasih, akhirnya aku melenggang masuk ke dalam area peternakan.

Satu kesan utama yang kudapat ketika memasuki kawasan peternakan adalah rasa takjub. Inilah untuk pertama kali aku melihat unta dan momen itu terjadi di daerah asal unta itu sendiri, Jazirah Arab.

Tampak beberapa unta yang berada di luar kandang, keempat kakinya dikaitkan dengan rantai besi yang diatur panjang rantainya sehingga tak mengganggu gerak si unta. Sedangkan unta yang berada di dalam kandang dibiarkan bebas.

Beberapa tumpukan rumput disediakan pengelola peternakan supaya para pengunjung mendapatkan sensasi memberi makanan ke sekawanan unta tersebut.

Aku yang awalnya hanya berada sendirian di dalam peternakan, dalam satu jam kemudian mulai banyak para pengunjung berdatangan, kebanyakan dari mereka adalah turis asing sehingga peternakan itu menjadi ramai dengan pengunjung.

Selama satu setengah jam lamanya, aku berada di Royal Camel Farm dan karena aku harus mengejar pelaksanaan ibadah shalat jum’at, maka padapukul sebelas lebih seperempat aku memutuskan untuk kembali ke Distrik Budaiya dan memutuskan untuk mencari masjid di distrik itu saja.

Kisah Selanjutnya—->

Beit Al Qur’an: Sebuah Alternatif Datang….

<—-Kisah Sebelumnya

Lewat jam dua siang….

Aku sedikit menyeret kaki ke arah selatan, tentu karena rasa capek yang mulai menggelayut. Tak terasa aku sudah mengitari kota setengah dengan arah putaran berlawanan arah jarum jam, berhasil menyisir sisi barat hingga utara.

Saatnya bergerak ke sisi timur”, aku berujar dalam hati dengan sedikit rasa was-was jikalau matahari mendahului terbenam sebelum aku tiba di penginapan.

Aku kembali menyeberangi jalan bebas hambatan King Faisal Highway untuk menggapai Palace Avenue, sebuah jalan protokol yang membelah sisi timur ibukota Manama dari arah utara ke selatan.

Tiba di sebuah perempatan besar dengan tengara Ras Rumman Mosque, aku mengubah haluan menuju timur melalui Shaikh Hammad Causeway, sebuah jalan protokol selebar tak kurang dari 25 meter yang memiliki enam ruas dengan dua arah.

Shaikh Hamad Causeway telah kutetapkan sebagai akses berjalan kaki menuju museum modern penyimpan koleksi Al Qur’an langka, kaligrafi dan berbagai artefak Islam, Beit Al Qur’an adalah nama tempat tersebut.

Hampir dua kilometer menyeret langkah, akhirnya aku tiba.

Tapi……

Sepi……

Tak ada siapapun di terasnya. Aku yang tak mudah menyerah mencoba mengintip ke dalam ruangan gedung lewat pintu kaca. Aku melihat ada dua orang bercakap di dalam.

Lama tak mendapatkan perhatian, aku memutuskan menunggu hingga mereka keluar. Kuhabiskan beberapa saat waktuku di teras museum dengan membaca beberapa warta yang terhampar di papan informasi.

Tetapi dua orang di dalam tak kunjung keluar…..

Aku memutuskan untuk mendekati pintu kaca itu kembali. Mengetuknya, sesekali melambaikan kedua tangan lebar-lebar untuk mendapatkan perhatian kedua orang itu yang sedang asyik bercakap di dalam gedung.

Akhirnya…..

Satu di antara mereka menoleh ke arahku. Aku menjadi sumringah karena dia mulai melangkah menujuku. Aku pun bersiap menemuinya.

Tiba juga di Beit Al-Qur’an.
Kok Sepi…..
Aku pun meninggalkannya.

Can I help you, Sir?”, dia bertanya penuh senyum

Sir, can I go inside the museum to have a look around?”, aku mengajukan pertanyaan.

Oh God, I’m sorry, the museum is closed today. We are closed on Friday”, dia tampak sedih melihat keberadaanku.

Where are you come from?”, dia melanjutkan bertanya.

Very very far country, Sir….Indonesia”, aku menjelaskan sembari berharap.

You can come tomorrow”, dia membesarkan hatiku

Tommorow I will visit a destination outside Manama City, Sir”, aku memastikan.

Do you want to know about the history of Islam in Bahrain?”, dia sepertinya akan memberikan sebuah alternatif.

Sure, Sir”, aku antusias.

You can go to Al Fateh Grand Mosque, where an imam stands guard and explains about the Islamic history of our country. I think it’s a worthy substitute for this museum”, di menepuk-nepuk pundak kananku.

It’s an interesting idea for sure. Alright, I’ll go there now. Thank you for your suggestion, Sir”, aku akhirnya berpamitan dan melangkah pergi.

Kisah Selanjutnya—->