Menjelang pukul setengah tiga sore, aku memutuskan untuk meninggalkan benteng.
“Aku belum juga sampai di bagian akhir Muttrah. Aku harus bergegas sebelum gelap menggantikan terang”, gumamku ketika menuruni anak-anak tangga Muttrah Fort.
Beberapa saat kemudian, tibalah aku di gerbang Muttrah Souq yang berada tepat di sisi utara Muttrah High Street.
Kali ini aku tidak kembali ke jalanan utama area Muttrah, yaitu Al Bahri Road. Melainkan aku memutuskan untuk melintasi jalan belakang demi menuju ujung barat Muttrah.
Muttrat High Street adalah jalanan kecil yang terletak di belakang deretan bangunan perkantoran serta barisan pertokoan yang menjejali sisi selatan Al Bahri Road.
Tapi entah kenapa, menjelang pukul tiga sore, pertokoan di sekitaran Muttrah High Road menutup pintunya. Tetapi mobil-mobil pribadi tampak padat berjejer di area-area parkir gedung dan pertokoan. Untuk sementara aku menghiraukan keanehan itu.
Aku terus saja melangkahkan kaki, aku paham bahwa jika meneruskan langkah menuju barat maka aku akan tiba di pasar tradisional terkenal, Muttrah Souq nama tempat perdagangan itu.
Benar adanya….Dalam jarak setengah kilometer, aku akhirnya tiba di pintu selatan Muttrah Souq. Sebelum memasuki bagian dalam pasar, aku mencoba untuk diam dan berdiri sejenak mengawasi sekitar. Mengumpulkan beberapa informasi dari segenap papan-papan pengumuman yang berada di area parkir.
Dari sebuah papan pengumuman lebar berwarna merah, aku akhirnya paham bahwa waktu kerja normal di kawasan pasar adalah dari pukul 08:00 – 13:30 dan dilanjutkan pada pukul 16:00 – 22:00, sedangkan pukul 13:30 -16:00 adalah waktu jeda yang digunakan untuk beristirahat.
Akhirnya aku mulai memasuki gerbang pasar….
Kesan pertama yang menyelimuti bilik pengalamanku adalah gelapnya suasana di dalam pasar. Cahaya lampu yang tak begitu benderang menjadi satu-satunya sumber cahaya yang membantu para pedaganng dan pembeli dalam bertransaksi.
Ciri khas Muttrah Souq yang gelap ini untuk kemudian menjadikan pasar tersebut memiliki julukan lokal Al Dhalam. Hal ini dikarenakan cahaya matahari yang tidak bisa masuk ke dalam pasar karena rapatnya kios-kios di dalamnya. Al Dhalam sendiri berarti kegelapan.
Suasana di dalam Muttrah Souq sendiri tampak begitu ramai ketika aku tiba, padahal aku tiba saat jeda istirahat pasar. Tak sedikit para wisatawan yang berburu souvenir di pasar tersebut. Bukhoor (minyak wangi), peralatan yang terbuat dari perak, barang-barang antik, pakaian tradisional ataupun rempah-rempah menjadi barang dagangan pavorit yang diperjual belikan di dalam pasar






Menurut catatan sejarah, area Muttrah sejak dulu memang sangat cocok menjadi pelabuhan alami yang kemudian otomatis membuat Muttrah bertransformasi menjadi kawasan perdagangan. Aktivitas perdagangan itu untuk kemudian membutuhkan keberadaan sebuah pasar sebagai pusatnya, oleh karena itulah Muttrah Souq didirikan oleh Kesultanan Oman.
Usaha kesultanan dalam menjaga otentiknya Muttrah Souq menjadikan pasar tradisional tersebut tetap menampilkan kekhasan budaya Oman yang kental didalamnya. Memiliki keunggulan dalam kelengkapan barang yang diperdagangkan menjadikan Muttrah Souq sebagai salah satu tujuan wisata terpopuler di Oman. Bahkan mayoritas wisatawan menjadikan Muttrah Souq sebagai lokasi terbaik untuk berburu souvenir.
Kunjunganku ke Muttrah Souq sendiri hanya berlangsung tak lebih dari satu jam, selain tak ada niatan untuk mencari souvenir apapun, waktu juga sudah mendekati pukul empat sore dan aku masih memiliki satu tujuan terakhir di ujung barat area Muttrah pada hari pertamaku di Oman.
Yuk ikut aku…..