Gelisah Menunggu Check-In Menuju Tashkent

<—-Kisah Sebelumnya

Usai menandaskan sarapan, maka aku mencari stop kontak untuk mengisi daya telepon pintarku. Sejak malam sebelumnya, aku menghabiskan dayanya. Beberapa stop kontak di dinding bangunan bandara tampaknya tak berfungsi dengan baik. Hingga akhirnya, aku menemukan sebuah stop kontak di salah satu sisi selasar. Tetapi aku harus berbagi dengan dua pelancong India yang sedang melakukan hal yang sama. Aktivitas remeh temeh itu membuatku terduduk mengampar selama satu jam lamanya.

Tepat pukul delapan ketika 75% daya telepon pintarku terisi…..

FIDS utama di KLIA Terminal 1.
Menunggu proses check-in.
Sesuai prosedur, penerbangan antar bangsa tak bisa menggunakan self check-in kiosk.
Menunggu di Blok M (eits, bukan di Jaksel ya, kak )

Aku pun memutuskan untuk menuju ke Lantai 3 – KLIA demi bersiap diri melakukan check-in. Menaiki sebuah escalator, aku langsung menuju ke depan layar FIDS (Flight Information Display System) terbesar di Lantai 3 untuk mencari status penerbangan Uzbekistan Airways HY 554 yang merupakan kartu As ku untuk menggapai Tashkent.

Berdasarkan informasi dari FIDS itu, aku akhirnya mengantongi informasi penting bahwa proses check-in penerbangan yang kutunggu akan berlangsung pada pukul 10 pagi. Itu berarti, aku masih harus menunggu 2 jam lamanya.

Maka aku memutuskan untuk duduk di sebuah bangku tunggu di dekat blok check-in desk bertanda M. Aku terduduk bersama para jama’ah umrah asal Malaysia yang sedang menunggu waktu check-in pula. Mereka terdiri dari beberapa rombongan, terlihat jelas dari berbagai jenis seragam yang mereka gunakan.

Selama masa menunggu, sesekali aku menuju ke konter check-in karena khawatir jika proses check-in berlangsung lebih cepat dari yang diagendakan. Begitulah jika aku ber-solo traveling, selalu saja lebih waspada dari para traveler lain. Aku harus memastikan diri untuk tak tertinggal di setiap penerbangan karena tidak akan ada yang bisa mengingatkan kecuali diriku sendiri.

Dua jam lamanya menunggu….Akhirnya waktu check-in tiba juga. Aku yang sudah bersiap diri seperempat jam sebelum konter check-in dibuka langsung mengambil antrian di bagian depan. Tetapi tetap saja, badanku tenggelam di tengah antrian karena para penumpang berkebangsaan Uzbekistan itu berpostur tinggi besar. Selain posturnya, satu lagi ciri khas warga Uzbekistan adalah tak sedikit diantara mereka yang menggunakan gigi emas. Bahkan ciri khas itu sudah kuketahui semenjak kunjungan umrah ke tanah suci Makkah pada dua bulan sebelum keberangkatanku menuju kawasan Asia Tengah tersebut.

Sabar dan perlahan merangsek ke baris depan. Akhirnya sewaktu kemudian, tibalah giliranku untuk menghadap ke konter check-in. Seorang petugas perempuan tersenyum menungguku di belakang konter. Aku tak ragu menyerahkan e-ticket kepadanya.

“Had you prepared the visa, Sir?”, petugas itu menatapku tajam.

Uzbekistan give free visa for Indonesian traveller, Ms”, aku meyakinkan sambil mengernyitkan dahi.

Please wait, Sir”, petugas itu meninggalkan meja kerjanya dan menuju ke tempat lain dimana pimpinannya berada. Mereka tampak bercakap serius, kemudian terlihat bahwa pimpinan mereka serius menatap layar desk top di depannya dan memperhatikan data. Sewaktu kemudian, pimpinan itu tampak mengangguk dan menyerahkan kembali pasporku pada petugas perempuan tersebut.

Maka kembalilah sang petugas ke meja kerjanya.

Thank you for waiting, Sir. It’s clear, you can go, happy nice flight, Sir”, dia menyerahkan selembar boarding pass yang baru saja dicetaknya dari printer.

Thank you, Ms”, aku menerimanya dengan senyum sumringah.

Sebentar lagi menghadap petugas check-in desk.
Yeaayyy…..Boarding passku akhirmya release.
Meninggalkan check-in desk.

Dengan rasa bahagia dan bibir penuh senyum, aku melangkah menuju konter imigrasi demi mendapatkan izin keluar dari wilayah negara Malaysia.

Tentu…..Bagian keluar dari sebuah negara adalah hal yang paling mudah, Sudah pasti setiap petugas imigrasi akan senang jika tamu yang berkunjung ke negaranya akan pulang atau keluar dari negaranya tepat waktu.

Kisah Selanjutnya—->

Koin Ringgit Penjinak Lapar: Koleksi 8 Tahun dari Negeri Jiran

<—-Kisah Sebelumnya

Minimarket tempat berburu sarapan.

Tak sedikit dari temanku yang bertanya,

“Bagaimana sih rasanya tidur di bandara, Don?”…….

Ya aku jawab jujur saja ya, ga ada rasa takut sih, ya cuman faktanya aku akan sering terbangun….Ya, itulah rasa yang sebenarnya, aku tidak pernah bohong….Eh, maaf, salah…..Pernah dink.

Malam itu….Aku tertidur di salah satu sisi deret bangku di Lantai 2 Kuala Lumpur International Airport Terminal 1. Sedangkan sesisi lainnya ditiduri oleh pelancong asal India.

Aku mendekap erat perlengkapan penting dalam folding bag kecil warna hitam, sedangkan backpak biruku kumanfaatkan sebagai bantal.

Sudah lewat pukul satu dini hari ketika aku harus memaksakan diri untuk memejamkan mata.

Aku harus bangun pukul setengah enam”, aku paham waktu Subuh Kuala Lumpur adalah jam 06:15 waktu setempat.

Suasana bandara yang boleh dibilang sepi membuatku cepat terlelap walaupun sesekali mataku mengerjap terbangun ketika muncul suara-suara yang menggugah refleks. Tapi ketika memantau situasi sekitar yang tidak menunjukkan ancaman, maka aku lanjut memejamkan mata.

Sebelnya lagi, sesekali aku juga terbangun oleh dengkuran pelancong asal India yang tidur di balik sandaran kursi.

Bersyukurnya, aku benar-benar terbangun tepat waktu. Pukul setengah enam, dengan mata menyipit aku memanggul backpack dan menyeret langkah menuju surau yang dari semalam sudah kuhafalkan lokasinya.

Menemukan surau dengan mudah, aku pun tak menunda untuk mengambil air wudhu dan selanjutnya duduk di dalam surau demi menunggu adzan berkumandang. Tampak di belakang surau, seorang pelancong tertidur pulas di samping dua trolley bag besarnya. Aku tak bisa membayangkan bagaimana rasanya badan si pelancong itu akibat semalaman tidur di atas ubin surau yang dingin dan tak beralas. Kalau aku pasti sudah masuk angin dan meriang (merindukan kasih sayang…..Ahai).

Setengah jam menunggu, seorang pengurus surau maju ke depan dan mengumandangkan adzan sebagai pertanda ibadah shalat Subuh akan segera dilaksanakan. Benar saja, usai iqamah dilantunkan, surau itu dipenuhi oleh empat baris jama’ah. Namun herannya, si pelancong yang tidur di baris belakang itu tak bergeming sekalipun ketika ibadah shalat Subuh telah usai.

Usai shalat, aku meninggalkan surau. Waktu penerbanganku ke Tashkent yang masih tengah hari membuatku menjadi lebih tenang. Aku masih ada waktu untuk bersarapan.

Masih inget dengan sepotong ayam A&W yang kubungkus dari Soekarno Hatta International Airport pada malam sebelumnya?…..

Nah, itulah menu sarapanku pagi itu. Namun, aku yang sedari rumah sudah mengumpulkan sekantong kecil koin Ringgit berencana untuk menghabiskannya. Sudah delapan tahun lamanya aku mengumpulkan koin-koin Ringgit yang merupakan sisa beberapa kali perjalanan ke negeri jiran itu.

Maka berkunjunglah aku ke minimarket “Xpress”. Masuk ke dalamnya, aku mengambil tiga potong roti dan sebotol air mineral. Dan kejadian lucu itu pun terjadi. Aku menumpahkan sekantong koin Ringgit di depan meja kasir dan meminta kasir perempuan yang berjaga untuk mengambil sendiri koin tersebut sesuai dengan harga makanan yang kuambil. Itu semua karena aku tidak terlalu mahir menghitung koin Ringgit berbagai edisi keluaran itu.

Kasir perempuan itu tersenyum lebar melihat kelakuanku.

You can take coins according to the price of goods I bought…. I trust you”, aku tersenyum memperhatikan tingkahnya.

I collected it for 8 years, I often go to Malaysia”, aku menambahkan

Amazing”, kasir perempuan itu tersenyum menggeleng-gelengkan kepala.

Usai mendapatkan makanan yang kubutuhkan, akhirnya aku menikmatinya di salah satu bangku di dekat minimarket tersebut.

Aku menikmati perlahan menu sarapanku walau para petugas bandara sudah mulai berdatangan dan duduk persis di depanku. Aku dengan santai mengunyah sepotong ayam dan tiga potong roti dalam tatapan awas mata mereka. Sesekali para petugas wanita itu tersenyum ketika melihatku melahap menu itu dengan berantakan.

Biar saja….Mereka tak akan bertemu denganku lagi setelah sarapan ini”, batinku terkekeh.

Kisah Selanjutnya—->

KLIA Terminal 1: Berburu Spot Beristirahat

<—-Kisah Sebelumnya

Sudah lewat jam sebelas malam…..

Pusat perbelanjaan yang terintegrasi dengan bandar udara itu tampak sepi di banyak titik, tak sedikit toko yang telah menutup pintunya rapat-rapat. Hanya beberapa minimarket yang masih membuka diri bagi para pengunjung bandara.

Hmmhhh, senyap sekali….Lebih baik aku langsung saja menuju ke Terminal 1 dan mencari spot yang bisa kugunakan untuk beristirahat di sana”, aku mengambil satu keputusan dalam hati.

Maka melangkahlah aku menuju ujung utara Gateway@KLIA2. Aku tahu bahwa dari ujung pusat perbelanjaan itu terdapat escalator untuk menggapai “Transportation Hub” yang berada di Lantai 1. Ini lah area yang merupakan akses utama menuju ke beberapa kota penting di Malaysia, menuju ke pusat kota dan bahkan menuju ke beberapa titik penting di sekitaran bandara…Sepang International Circuit adalah salah satu contohnya.

Sesampainya di Transportation Hub Area, aku langsung menuju ke deretan platform untuk melihat situasi dan mencari petunjuk dimanakah lokasi KLIAFree Shuttle Bus akan mengambil penumpang, karena hanya bus itulah yang bisa mengantarkanku secara cuma-cuma menuju Terminal 1 di sisi timur KLIA2.

Tak kunjung menemukannya, maka aku memutuskan untuk berdiri menunggu saja di salah satu platform yang nampak sepi. Tapi aku tak khawatir karena keberadaanku bisa dilihat oleh segenap pengunjung bandara dari sisi dalam bangunan bandara.

Hampir tengah malam di Trasportation Hub Lantai 1, KLIA2
Platform berbagai bus menuju ke banyak destinasi di dalam dan luar kota.

Pucuk dicinta ulam tiba….

Bus berkelir biru itu tiba, meluncur gesit dari ujung bangunan bandara, menyorotkan lampu yang menyilaukan mata. Aku hanya berdiri terpaku mengamati kedatangannya, sembari menunggu dimanakah bus itu akan berhenti. Melewatiku dengan kecang, bus itu mulai menurunkan laju di ujung lain bangunan bandara.

Oh, di situ ternyata dia berhenti”, aku tersenyum tipis bak memenangkan sebuah pertarungan dengan mudah.

Maka melangkahlah aku menuju free shuttle bus itu dengan ayunan langkah cepat.

Aku melangkah masuk dari pintu tengah dan duduk di bangku yang terletak sedikit di belakang. Menaikkan beberapa penumpang, bus gratis itu pun mulai berangkat sesaat kemudian. Hanya sedikit penumpang yang terangkut malam itu, yaitu beberapa penumpang lokal dan satu-dua turis asing asal Tiongkok.

Aku kembali menikmati romansa masa lalu di sepanjang perpindahan terminal itu. Aktivitas kecil seperti itu selalu menjadi ritual yang sering kulakukan di masa lalu, saat dimana pandemi belum unjuk gigi menguasai dunia.

Perjalanan menuju Ke Terminal 1 itu hanya memakan waktu 25 menit. Melewati beberapa titik penting di sekitaran bandara seperti Long Term Car Park (LTCP) area dan Mitsui Outlet Park (MOP).

Aku diturunkan di Gate 4, International Departure Hall – Terminal 1 di Lantai 1.

Aku memasuki pintu bangunan bandara yang berbentuk lingkaran di Gate 4. Lalu menaiki escalator untuk menuju Lantai 2. Tetapi entah kenapa, ketika mencari keberadaan food court area, justru aku bisa tersasar. Alih-alih menemukannya, justru aku tersasar hingga ke parking area.

Dasar amatiran kamu, Donny”, kali ini aku menyangsikan kemampuanku sendiri.

Memutar arah kembali ke tempat awal tiba di Lantai 2, pada akhirnya aku menemukan selasar yang masih ramai dengan aktivitas. Beberapa coffee shop tampak masih berpengunjung walau tak penuh.

Free Shuttle Bus KLIA2 ke KLIA atau sebaliknya.
Lantai 1 KLIA
Suasana selasar di Lantai 2 KLIA.
Melanjutkan kebiasaan lama ketika bertraveling..…Tidur di bandara.

Pada saat yang bersamaan, aku merasakan pegal di punggung karena terlalu lama memanggul backpack. Tetapi sebelum benar-benar mencari bangku untuk beristirahat, aku memaksakan langkah kembali menaiki satu lantai untuk memastikan keberadaan check-in counter yang akan kutuju di keesokan hari. Menaiki sebuah escalator panjang, akhirnya aku menemukan deretan check-in counter tersebut. Terdapat 12 deret check-in counter yang masih sepi di Lantai 3 – Terminal 1 KLIA.

Merasa telah menguasai alur untuk keperluan di keesokan hari, akhirnya aku memutuskan untuk duduk di salah satu deret bangku, meletakkan backpack untuk beberapa saat, dan bersiap untuk tidur malam di deret bangku kosong yang kutemukan itu.

Kisah Selanjutnya—->