Menikmati Malam di Sungai Kapuas

<—-Kisah Sebelumnya

Menikmati Malam di Kapuas

Usai menaruh backpack dan mencuci muka, aku memutuskan untuk turun ke lantai 1 demi memulai eksplorasi pertamaku di Pontianak.

Keluar dari G-Hotel, aku turun di Jalan Jendral Urip menuju ke timur. Sembari melangkah, aku terus memperhatikan sepanjang sisi jalan. Aku berusaha menandai beberapa rumah makan yang bisa menjadi alternatif bagiku untuk memenuhi kebutuhan konsumsi selama tinggal di Pontianak.

Terdapat dua rumah makan yang kutandai, yaitu UP2U dan Richeese Factory, sedangkan untuk kebutuhan ngopi aku menandai kedai Kopi S’Kampoeng dan Kopi Asenk.

Tiba di ujung Jalan Jendral Urip, aku dihadapkan pada Matahari Department Store yang menjadi markah utama jalan tersebut.

Aku terus melanjutkan langkah dengan menembus Jalan Jenderal Sudirman yang di ujung timur, arusnya akan dipotong oleh Jalan Rahadi Usman. Di jalan yang terakhir kusebut itulah terletak Taman Alun Kapuas yang menjadi sudut pandang terbaik untuk menikmati senja di Sungai Kapuas.

Jalan Rahadi Usman tergolong lebar, memiliki empat jalur dan dua arah, bertengara tugu Adipura di tengahnya. Menyeberang dengan sangat hati-hati di tengah laju kendaraan yang cukup kencang aku berhasil mencapai sisi timur jalan itu. Kini aku sudah berada di gerbang depan Taman Alun Kapuas yang sore itu tampak bergeliat. Para pengunjung perlahan tapi pasti mulai berdatangan memenuhi taman itu. Mungkin cuaca yang sedari siang tadi cukup cerah yang membuatnya demikian. Langit di atas Sungai Kapuas sangat bersih dari awan.

Waktu yang sebentar lagi membawa gelap, membuatku memutuskan untuk langsung menuju ke tepian Sungai Kapuas, dengan berat hati aku mengindahkan deretan bangku taman yang menggoda siapa saja untuk mendudukinya.

Tepian Sungai Kapuas, berbatasan langsung dengan Taman Alun Kapuas.
Sungai Kapuas yang mulasi sibuk di malam hari dengan aktivitas wisata.

Aku menghela nafas panjang berlanjut dengan merentangkan tangan lebar-lebar ketika tiba di tepian sungai.

“Subhanallah….Inikah Sungai Kapuas yang sedari kecil hanya bisa kubayangkan dari buku pelajaran sekolah?….Hmmhhh, salahmu sendiri, Donny. Kenapa terlalu lama menjelajah ke luar negeri, padahal keindahan Nusantara tak ada satupun yang meragukan”, aku bergumam dalam hati dan menyalahkan diri sendiri.

Menikmati keperkasaan Kapuas dari sudut yang lebih tinggi tentu akan menakjubkan. Dan aku melihat keberadaan Jembatan Alun Kapuas di sisi kanan. Tanpa fikir panjang aku mulai menaiki anak-anak tangga demi mencapai titik teratas.

Tak berapa lama aku tiba di titik yang kumaksud….

Yang membuat pandanganku terkesima selain lebarnya Sungai Kapuas adalah tingginya aktivitas yang terjadi di bawah jembatan. Hiruk pikuk Pelabuhan Bardan yang sedang mengalirkan penumpang dan kendaraan menuju lambung kapal “Jembatan Kapuas” benar-benar mencuri segenap perhatianku. Dari ukuran kapal yang tak begitu besar maka cukup meyakinkanku bahwa ferry itu hanya melayani penyeberangan lokal di Sungai Kapuas. Tetapi walaupun begitu, aku juga baru tahu bahwa Pelabuhan Bardan juga melayani pelayaran menuju Tanjung Priok, Surabaya dan Semarang. Bisa dibayangkan seberapa lebar dan dalam Sungai Kapuas ini sehingga bisa dilewati oleh kapal-kapal besar.

Cahaya senja telah usai ketika beberapa saat lamanya aku beraktivitas di atas jembatan. Kini langit Kapuas berubah gelap. Oleh karenanya aku memutuskan untuk turun. Saatnya untuk menikmati wisata jenis lain di Kapuas.

Kembali berada di sisi sungai, aku melangkah menuju sebuah kapal wisata yang bersandar di tepian sungai di dekat replika tugu khatulistiwa. Karyawan kapal tampak antusias menyapa segenap pengunjung yang datang mendekat untuk mau menaiki kapal dan berlayar bersamanya beberapa saat lagi.

Tanpa ragu aku memasuki geladak kapal. Karena geladak atas sangat penuh maka mau tak mau aku harus duduk di meja makan geladak bawah. Kupesan secangkir coklat panas demi melawan terpaan angin Kapuas yang semakin mendingin.

Waktu terus berjalan dan tampak hampir seluruh meja makan terisi penumpang. Mesin kapal mulai dinyalakan, tali pengikat mulai dilepaskan dari bolder-bolder darmaga dan kapal pun mulai berlayar menuju ke timur.

Dengan kecepatan konstan, dua nahkoda tampak fokus dibalik kemudi untuk mengarahkan kapal tetap pada jalurnya. Kapal sempat keteteran  ketika berusaha mendahului kapal sejenis yang mengalami mati lampu. Beruntung kapal tersebut bisa segera membenahi diri dan berhasil menyalakan lampu geladaknya sehingga kapal yang kunaiki bisa mendahului dengan aman.

Sementara jauh di depan tampak Jembatan Landak yang mempesona, memanjang dengan cahaya lampu di jalurnya. Melewati bagian bawah jembatan memperlihatkan pemandangan yang sangat indah dan menawan

Naik kapal keliling Kapuas….Yuhuuu…..
Geladak atas kapal.
Pesona Masjid Jami’ Sulthan Syarif Abdurrahman
Jembatan Landak.

Berlayar hingga Pulau Jajagi yang berjarak lima kilometer dari Pangkalan Bardan maka kapal merubah haluan untuk kembali ke titik awal. Pelayaran selama setengah jam itu memberikan kesan yang mendalam atas keindahan Sungai Kapuas di saat malam. Tak mahal untuk bisa mengikuti pelayaran ini, hanya perlu merogoh kocek sebesar Rp. 15.000. Seorang petugas kapal akan menarik ongkos itu ketika kapal sudah berlayar di tengah Sungai Kapuas.

“Bang, kedalaman sungainya berapa meter ya?”, tanyaku singkat kepada sang nahkoda.

“Dua puluh meter, Bang”, jawab sang nahkoda singkat.

“Hmmhhhh….Sungai yang sangat mengagumkan”, aku membatin sembari pergi meninggalkan kapal itu.

Kisah Selanjutnya—->