Aku berlari menuju area parkir karena pengemudi transportasi online itu telah menunggu lebih dari lima menit semenjak tiba.
“Huffttt….Maaf bang jadi menunggu”, aku melontarkan maaf
“Tidak apa-apa, Bang. Jadinya ke keraton ya, Bang, bukan ke pusat kota?”, dia meyakinkanku kembali
“Dari keraton menuju pusat kota, transportas online gampang kan, bang? “
“Oh nanti dari keraton lebih baik naik perahu aja, bang, menuju ke seberang selatan Kapuas. Murah kok paling cuma bayar dua puluh ribu”, dia memberikan alternatif menarik.
Melajulah aku di sepanjang Jalan Khatulistiwa yang panas dan berdebu. Di beberapa titik tampak terdapat proyek perbaikan jalan.
Sepanjang perjalanan si pengemudi transportasi online bercerita banyak mengenai berbagai kisah di balik Keraton Kadriah.
Salah satu kejadian yang sedang hangat dibicarakan adalah pengangkatan istri kedua Sultan Pontianak menjadi Maha Ratu Suri Mahkota Agung Kesultanan Pontianak yang menimbulkan perdebatan, tentunya dengan istri pertama sang sultan. Hingga kemudian terjadi insiden pengeluaran paksa sang istri pertama dari istana saat penobatan.
Cerita lainnya adalah masalah narkoba yang kerap terjadi di Kampung Beting yang merupakan perkampungan dimana Istana Kadriah berada. Pernah suatu ketika, Kepolisian Pontianak melakukan operasi masif yang dilakukan dari darat, laut dan udara sekaligus untuk menggerebek para pengedar narkoba di kampung tersebut.
Mendengarkan cerita dengan penuh antusias membuat perjalananku menjadi tak terasa. Tiga puluh menit berlalu dan aku sudah berada di gerbang istana. Aku turun dan perlahan memasuki halaman istana yang luas.
Melintasi gerbangnya, aku mulai menapaki jalur pedestrian sepanjang dua ratus meter hingga tiba tepat di halaman istana. Melintasi pagar setinggi tiga meter, aku memasuki area depan istana. Seperti eksterior keraton-keraton Melayu pada umumnya, aku menemukan pucuk-pucuk meriam di pekarangannya. Kali ini deretan meriam buatan Portugis dan Prancis yang mendominasi.
Menghadap ke arah istana maka tampak bangunan dengan tiga tingkatan atap, berdindingkan kayu berwarna dominan kuning dengan kelir hijau.
Menaiki tangga menuju ke ruang utama, aku sedikit ragu karena keberadaan beberapa tamu yang duduk bersila di beberapa titik. Nampak beberapa pria sangat sibuk mempersiapkan banyak hal. Setelah aku bertanya kepada salah seorang tamu wanita yang duduk di serambi, aku baru tahu bahwa sebentar lagi akan berlangsung acara maulidan di keraton.
Tetapi dia justru meyakinkan bahwa aku masih boleh mengunjungi keraton, hanya saja dia menyarankanku untuk berkunjung dengan cepat sebelum istana ramai dengan tamu yang berangsur-angsur tiba.
Oleh karenanya, tanpa pikir panjang, aku segera melakukan eksplorasi . Memasuki ruang utama, aku dihadapkan pada ruangan paling lebar dengan gelaran karpet hijau menuju ke singgasana.
Di beberapa bagian dinding tampak beberapa pajangan foto-foto klasik milik Syarif Muhammad Alkadrie (Sultan ke-7) dan istrinya, yaitu Maha Ratu Suri Syecha Jamilah Syarwanie serta putranya yang bernama Pangeran Syarif Machmud Alkadrie serta foto dari Pangeran Adipati Sri Maharaja.
Di sisi lain terdapat dua foto istri lain dari Sultan Syarif Muhammad Alkadrie yang bernama Syarifah Maryam Asseggaf (bergelar Maha Ratu Seberang) dan Encik Haji Aminah yang bergelar Mas Ratu Haji.
Selain foto-foto beberapa sultan lainnya juga terdapat keterangan yang menyatakan bahwa Kerajaan Pontianak didirikan pada 23 Oktober 1771. Juga terdapat informasi mengenai Yayasan Sultan Hamid II di bagian dinding keraton yang lain.






Waktu terus berjalan cepat….
Semakin berdatangannya tamu keraton, membuatku segera mengambil keputusan untuk undur diri dan kembali menapaki jalur semula untuk keluar dari gerbang terdepan keraton.
Langkah kaki selanjutnya tertuju pada keberadaan Masjid Keraton Kadriah. Masjid itu berdiri di seberang jembatan. Masjid itu bernama Masjid Sultan Syarif Abdurrahman. Kumandang adzan Dzuhur mengiringi langkahku menuju masjid itu. Tetapi karena masih khawatir dengan kerumunan, aku memutuskan untuk tidak melakukan shalat Dzuhur di dalamnya. Aku akan menjama’ shalatku nanti saja di hotel.
Menikmati sejenak bentuk arsitektur masjid dibawah teriknya siraman sinar matahari, aku segera memutuskan menuju dermaga. Sesuai anjuran pengemudi transportasi online yang mengantarkanku ke Istana Kadriah beberapa menit lalu, maka aku memutuskan menggunakan transportasi air saja demi menuju ke seberang selatan Sungai Kapuas.

Titik tujuanku berikutnya adalah Taman Alun Kapuas yang hanya kulewati sore kemarin.