Semangkuk Bubur Ayam Bandung Menuju Stasiun Demang

<—-Kisah Sebelumnya

Kamar seharga Rp. 105.000/malam.

Dengan dihantarkan ojek online akhirnya aku tiba juga di RedDoorz near Griya Agung 2. Di penginapan itulah aku akan menginap selama 3 hari 2 malam selama berada di Palembang. Aku tiba menjelang kumandang adzan Maghrib.

Malam itu aku tak mencari sesuatu yang spesial, melainkan hanya menikmati seporsi Pecel Lele dari sebuah tenda makan yang berada tepat di seberang hotel tempatku menginap.

Selebihnya aku mengistirahatkan badan lebih awal demi membalas kurangnya waktu tidur di malam sehari sebelumnya.

—-****—-

Pukul setengah delapan pagi….

Aku betul-betul sudah siap melakukan eksplorasi hari keduaku di Palembang. Aku sudah berecana untuk mengunjungi markas besar Laskar Wong Kito yang pernah menjadi kampiun Liga Indonesia pada awal tahun 2000-an.

Karena lokasi Gelora Sriwijaya yang terletak berdekatan dengan Stasiun LRT Jakabaring maka aku memutuskan untuk menujunya dengan memanfaatkan jasa LRT Sumatera Selatan. Setelah kuperhatikan rutenya, stasiun LRT terdekat dari tempatku menginap adalah Stasiun Demang. Oleh karenanya aku akan memulai perjalanan pagi itu dari stasiun tersebut.

Untuk menghemat ongkos, maka aku memutuskan untuk berjalan kaki saja demi menggapai Stasiun Demang. Itu berarti aku haru menapaki jalur pejalan kaki sejauh hampir satu setengah kilometer.

Sembari mencari menu sarapan yang tepat”, aku menguatkan niat.

Perjalanan pun dimulai dari Jalan Sei Hitam.

Kamu tahu kan makna kata “Sei”?

Yups….”Sei” dalam Bahasa Melayu bermakna “Sungai”. Hal ini memberikan arti bahwa penginapan dimana aku tinggal sangat dekat dengan bantaran Sungai Hitam, walaupun aku tak pernah menjumpainya….Atau mungkin itu hanya persepsiku sendiri.

Sejauh menelusuri Jalan Sei Hitam, aku tak menemukan satupun kedai makanan yang bisa kusinggahi demi mendapatkan seporsi menu sarapan.

Maka kubuangkan langkah menuju Jalan Inspektur Marzuki. Melangkah menuju ke timur, mataku awas menyapu sekitar. Sesuai insting, aku menemukan sebauh kedai bubur ayam yang menebarkan aroma harum ke sekitar. Tanpa ragu, aku pun memasuki kedai itu.

Yuk sarapan!…..
Sumpah….Ini enak banget.
Ruas Jalan Inspektur Marzuki.

Ternyata baru ada satu pengunjung di dalamnya. Aku mengambil duduk di salah satu spot dan berlanjut dengan memesan seporsi bubur ayam kepada seorang ibu sang pemilik kedai.

Tak menunggu lama, pesananku tiba. Aku pun mulai menyendok bubur ayamku suap demi suap. Aku merasakan cita rasa yang familiar di lidah. Tentu ini tak lepas dari pemilik kedai yang berasal dari Bandung. Sesekali si ibu berbicara menggunakan Bahasa Sunda ketika bercakap dengan pria yang kuduga adalah suaminya. Juga tepampang jelas sebuah tulisan “Bubur Bandung” berukuran besar di dinding kedai.

Beberapa saat kemudian, pengunjung lain mulai berdatangan. Tampaknya “Cakwe” menjadi menu popular di kedai bubur tersebut. Banyak pengunjung yang memesannya dan membungkusnya pulang.

Usai menikmati semangkuk bubur ayam, aku pun melanjutkan perjalanan. Meneruskan langkah di Jalan Inspektur Marzuki yang berkontur menanjak dan menurun membuatku terkadang berada di ketinggian. Di titik itulah penampakan Stasiun Demang yang sedang kutuju terlihat dengan jelas.

Semakin bersemangat untuk mendekatinya, maka aku mempercepat langkah.

Aku akhirnya benar-benar tiba di salah satu stasiun di rute LRT Sumatera Selatan. Menaiki escalator dari salah satu sisi Jalan Demang Lebar Daun, mengantarkanku berada di dalam bangunan stasiun.

Rupanya nama stasiun ini sesuai dengan nama jalan raya yang berada tepat di bawahnya”, aku membatin.

Tiba di konter penjualan tiket, entah kenapa aku tetiba berucap “Stasiun Ampera, Kak”.

Jelas itu tujuan yang salah….

Tiba di Stasiun Demang.
Stasiun Demang bagian dalam.
Platfiorm Stasiun Demang.

Fine!….Aku sudah terlanjur membeli tiket yang salah dan harus segera menaiki LRT yang pintunya sudah terbuka dan menungguku untuk naik ke dalamnya…..

Kisah Selanjutnya—->