Eksplor Mendalam Hentian Bas Majlis Bandaraya Kuala Terengganu

<—-Kisah Sebelumnya

Aku terduduk dan intens mengawasi lalu lalang kendaraan di Jalan Batu Buruk dari bawah pokok Rhu ketika para jama’ah shalat Dzuhur mulai berdatangan. Beberapa dari mereka tersenyum melihatku yang masih saja duduk mengampar di hamparan rumput Bazaar Ramadhan Masjid Terapung.

Beberapa menit setelah iqamah dikumandangkan, bus yang kutunggu mulai memperlihatkan badan hidungnya di gerbang masuk. Bas KITē itu tak mengurangi kecepatan rupanya, mendadak merapat cepat di depan jembatan utara.

Aku gelagapan, bangkit, memasukkan lembaran itinerary yang tadinya kujadikan alas duduk ke dalam folding bag dan mulai berlari sekencang-kencangnya mengejar Bas KITē yang sudah berhenti dan selesai menurunkan penumpang. “Gawat kalau aku terlewat”, aku menahan nafas dan melaju sekencang mungkin.

Laju….Ayo, laju abang”, seorang ibu yang berjalan dengan payungnya menyemangatiku. Aku hanya bisa berlari sambil berusaha menyisakan senyuman untuknya.

Bas KITē yang awalnya sempat melaju pelan akhirnya melambatkan putaran roda, sepertinya si pengemudi melihatku berlari dari kaca spion. Aku memang berusaha menampakkan diri di kaca spion dan berlari sembari melambaikan tangan. Beruntung bagiku, pengemudi Bas KITē itu menyadari keberadaanku.

Aku melompat naik dari pintu depan…..

Oh, abang….Kirain sudah pergi ke tempat lain”, pengemudi itu masih menghafal rautku rupanya.

Belum, Pak Cik….Saya menunggu bus dari tadi”, aku terengah-engah dan menyerahkan uang 3 Ringgit sembari mencoba tetap tersenyum ramah.

Kini aku duduk di barisan bangku nomor enam dan berusaha mendinginkan gerahnya badan tepat di bawah mesin pendingin lalu berusaha kembali menikmati perjalanan menuju Hentian Bas Majlis Bandaraya Kuala Terengganu.

Meninggalkan Masjid Tengku Tengah Zaharah, pada mulanya Bas KITē bergerak menuju selatan, bus mengantarkan penumpang menuju destinasi penting, yaitu Noor Arfa Craft Complex yang merupakan outlet kerjainan tangan terkenal di Kuala Terengganu. Usai menurunkan dan mengambil penumpang, Bas KITē kembali melaju ke utara menyusuri Jalan Batu Buruk, menyeberangi Jembatan Kuala Ibai dan melintas kembali Masjid Tengku Tengah Zaharah yang masih saja terlihat anggun walau dipandang dari kejauhan.

Noor Arfa Craft Complex di tepian Jalan Permin Jaya.
Menuju Hentian Bas Majlis Bandaraya Kuala Terengganu.
Kedai Makan Stesen Teksi (warga lokal menyebutnya Kedai Kak Na).

Menjelang pukul tiga sore, Bas KITē  akhirnya tiba di Hentian Bas Majlis Bandaraya Kuala Terengganu yang berjarak delapan kilometer dari Masjid Tengku Tengah Zaharah.

Tetapi aku tiba di terminal bus dalam kondisi diserang lapar. Aku tetap berusaha tenang, karena sedari kemarin sore ketika usai bersantap di kantin terminal, aku melihat keberadaan kedai nasi di sebuah pangkalan taksi yang ramai pengunjung. “Makanan di kedai itu pasti enak”, sore itu aku menyimpulkan. Aku sudah menandai kedai itu dan kini saat yang tepat bagiku untuk mengunjungi dan bersantap siang di sana.

Kedai itu tak berubah dari kemarin, benar-benar ramai pengunjung. Tidak hanya para pengemudi taksi, tetapi banyak pekerja kantoran hingga aparat keamanan dan tentara tampak mengantri untuk bisa makan di tempat itu. Sepertinya tempat itu memang tempat makan favorit dan terjangkau bagi warga lokal.

Aku sendiri mencoba menikmati seporsi nasi dengan potongan ayam yang kutambahkan beberapa lembar lalapan segar sebagai pengganti sayur, tampaknya lalapan itu tak berbayar.

Kedai nasi sederhana itu hanya bertempat duduk berbahan plastik tetapi memiliki keistimewaan sendiri karena si pelayan kedai adalah seorang gadis belia berjilbab dengan raut muka ayu khas Melayu. “Pantas saja kedai ini ramai”, aku tersenyum dalam hati.

Aku menikmati santap siang itu dengan sangat lahap. Selain lapar, masakan kedai ini memang terasa nikmat sekali. Aku mengakhiri makan siang dengan menyerahkan uang lima Ringgit kepada puan cantik si penjaga kedai makan.

Masih ada waktu 45 menit sebelum Bas KITē  menuju Masjid Kristal berangkat….

Aku mencari mushola di dalam terminal dan memutuskan menjama’shalat. Taka da waktu lagi, karena aku akan terbentur dengan waktu maghrib ketika pulang dari Masjid Kristal nanti.

Bahkan usai shalat, waktu masih tersisa tiga puluh menit….

Kuputuskan untuk mengeksplore dalaman dari Hentian Bas Majlis Bandaraya Kuala Terengganu dengan menaiki lantai duanya. Di Lantai dua, tampak berjajar kios yang sangat ramai dengan berbagai aktivitas berjualan barang dan jasa. Tetapi mayoritas tampak didominasi oleh kios baju dan jasa tukang jahit kain.

Sementara pemandangan ke arah bawah tampak lebih elok daripada sapuan mata ketika aku berada di bawah. Tampak sisi kiri depan terminal didominasi oleh area parkir taksi. Sedangkan sisi depan kanan terparkir rapi beberapa Bas KITē  yang sedari pagi tadi berjasa mengantarkanku berkeliling kota. Di sisi lain, siang itu, bus-bus antar negara bagian mulai bergeliat dan perlahan berdatangan demi mangambil penumpang untuk dibawa keluar kota.

Setengah jam menjelalah setiap sisi Hentian Bas Majlis Bandaraya Kuala Terengganu membuatku bisa mengenal lebih dekat terminal bus andalan Kuala Terengganu itu.

Bagian belakang terminal.
Kios di lantai 2 Hentian Bas Majlis Bandaraya Kuala Terengganu.
Bangku tunggu beton di sebelah platform.
Sisi kanan depan (tamak Bas KITē berbagai laluan)
Sisi kiri depan (tampak bus antar negara bagian yang siap berangkat).
Platform bus.
Kios-kios di sisi kiri depan terminal.

Sudah jam tiga sore….

Saatnya berangkat ke Masjid Kristal….

Tapi kini aku berada dalam masalah besar. Ini adalah Bas KITē  laluan C02 trip terakhir, artinya sesampainya di Masjid Kristal, maka aku harus pulang ke penginapan menggunakan taksi….”Hmmh, mahal”, aku terus berfikir….

Aku harus mengakali keterbatasan yang tak menguntungkan ini……

Kisah Selanjutnya—->