Busan International Film Festival Square … Origin of BIFF

IF….

Uncle Sam country has Sundance Film Festival

Great White North country has Toronto Film Festival

l’Hexagone Country has Cannes Film Festival

Then “The Land of the Morning Calm” also has same thing….i.e Busan International Film Festival.

Held every end of year i.e September or October, BIFF always introduces Asian newcomer directors with their first film. The festival which was first held 23 years ago has moved to Centum City in Haeundae-gu area.

This time, I wasn’t going to new BIFF homebase, but I would go along an area where became origin of BIFF, Nampo-dong. For remembering it then headed to BIFF Square.

My journey started from nearest station of Kimchee Busan Guesthouse i.e Beomnaegol MRT station using MRT Line 1 (Orange Line). After passed through 8 stations, I got off at Jagalchi MRT station. Other destination which can be visited near this station is Jagalchi Market (It selling a variety of seafood ) which is open from 5am to 10pm.

Out from exit gate, I’ve been greeted by street food stall. Because cold weather pierced bones, smoke which came out from furnace burning made MRT passengers stopped to eat hot food which sale by buyer.

I experienced a bit of disorientation. I confused in looking for BIFF Square Street, because all streets looked crowded. Finally I braved myself to approach a police officer who was on guard at police post. Patiently, He explained to me while pointing his finger left and right and spoke Korean….Even though I didn’t understand Korean, I though it was easy to understand his explanation.

BIFF street divides that place along 150 m. And when I visited it at night, it was easy to find street food stalls. These stalls form which liked mini house might aim to protect buyers from cold weather at night. It was arranged in a row in middle of road, making BIFF street became a culinary market at night.

Turned a bit to Gwangbok-ro street

I just tried a little bit of eating seafood in a stall, then I proceeded to find a portion of dinner food.

Because it was so hard to find food which suited with my tastes, finally I stopped by at a small food stall in a row of shops around BIFF Street. “Ahangeya” is name of that restaurant. I prefered to eat a beef rice bowl for USD 3,5.

Beside dining stalls, I also found many sellers of souvenirs, t-shirts and some electronic equipments. But my attention wasn’t fixed on that, I prefered to look for a winter jacket at UNIQLO shop.

For spare jacket….It was crazy, 12 days journey and just brought a jacket
for USD 35,5

Cold weather made me freeze.…I couldn’t stay there long and I decided to go back to guesthouse because tomorrow I would walk long and uphill to visit Gamcheon Culture Village.

So.…let’s sleep!

Busan International Film Festival Square…Asal Muasal BIFF

<—-Kisah Sebelumnya

Jika….

Negara Paman Sam memiliki Sundance Film Festival

Negeri Pecahan Es mempunyai Toronto Film Festival

Atau Negara Kota Mode tersohor dengan Cannes Film Festivalnya

Maka Negeri Ginseng juga memiliki hal yang sama….Busan International Film Festival.

Diselenggarakan di sekitar akhir tahun yaitu September atau Oktober, BIFF selalu memperkenalkan sutradara-sutradara pendatang baru Asia dengan karya pertamanya. Festival yang dibuka pertama kali pada 23 tahun lalu, kini telah berpindah tempat ke Centum City di daerah Haeundae-gu.

Kali ini Aku tak menuju ke new homebase nya  BIFF, tetapi Aku akan menyusuri sebuah daerah yang menjadi cikal bakal BIFF yaitu Nampo-dong. Kemudian, untuk menapak tilas asal muasal BIFF maka Aku menuju ke BIFF Square.

Perjalanan dimulai dari stasiun terdekat dari Kimchee Busan Guesthouse  yaitu stasiun MRT Beomnaegol menggunakan MRT Line 1 (Orange Line). Setelah melawati 8 stasiun, Aku turun di stasiun MRT Jagalchi. Satu destinasi lain yang bisa dikunjungi di dekat stasiun ini adalah Jagalchi Market (menjual beragam seafood) yang buka dari jam 5 pagi hingga 10 malam.

Keluar dari exit gate, Aku sudah disambut oleh pedangang street food  tepat di pintu keluar stasiun. Karena udara dingin menusuk tulang, asap yang keluar dari pembakaran tungku itu membuat para penumpang MRT rela berhenti sejenak untuk sekedar memakan makanan hangat yang dijual pembeli itu.

Aku sedikit mengalamai disorientasi kali ini, bingung mencari jalan BIFF Square, karena semua jalan terlihat ramai. Akhirnya kuberanikan diri untuk menghampiri pak polisi yang sedang berjaga di pos polisi lalu lintas. Dengan sabar, Dia menjelaskan arah kepadaku sembari menunjukkan telunjuknya ke kiri dan ke kanan dengan bahasa Korea…..Walau tak mengerti bahasa Korea, Aku rasa cukup mudah memahami penjelasannya.

Jalan BIFF membelah tempat itu sepanjang 150 m. Dan ketika Aku mengunjunginya di malam hari, sangat mudah menemui tenda-tenda street food. Tenda-tenda berbentuk rumah-rumah mini ini mungkin bertujuan melindungi si pembeli dari dinginnya udara Busan di malam hari. Tersusun berjajar di tengah jalan, menjadikan Jalan BIFF menjadi pasar kuliner dimalam hari.

Mengkol sedikit ke jalan Gwangbok-ro

Aku hanya sedikit mencoba memakan sate seafood di salah satu tenda, lalu Ku lanjutkan untuk mencari makan malam yang lebih sedikit nendang.

Karena begitu susah menemukan makanan berat yang sesuai dengan selera, akhirnya hinggaplah Aku di sebuah warung makan mungil di deretan pertokoan sekitar Jalan BIFF. ”Ahangeya” nama tempat itu. Aku lebih memilih makan beef rice bowl seharga 4.000 Won (Rp. 48.000).

Selain tenda-tenda makan, Aku juga menemukan banyak penjual pernak pernik souvenir, t-shirt dan beberapa peralatan elektronik. Tapi perhatianku tak tertuju pada itu, Aku lebih memilih untuk mencari jaket musim dingin di sebuah konter penjualan Uniqlo di bilangan BIFF Square.

buat ganti jaket…masak iya jalan 12 hari hanya bawa 1 jaket
seharga Rp. 480.000

Hawa dingin membuatku tak kuasa menahan bekunya tubuh….Aku tak bisa berlama-lama disini, dan kuputuskan untuk menuju destinasi berikutnya.

So…..kemanakah?