Lajur Budaya dan Edukasi di Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan

Langkah tanggungku di ujung timur Jembatan Limpapeh menjadi tak terbendung. Di bukit Cubadak Bungkuak, aku menyusuri  lajur paving block bermotif diagonal kuning dan sebagian besar berpagar hijau di kiri kanan. Untuk kemudian berbaur dengan keramaian pengunjung yang sedang menikmati display beragam satwa lucu.

Deretan aves menyambut langkah pertamaku ketika memasuki kebun binatang yang sudah berusia lebih dari seabad itu. Berirama dalam lingkar sangkar besi adalah cara para aves menghibur para pengunjung.

Burung Kuau asal Taiwan.
Dua ekor merak.

Sementara rodentia (hewan pengerat) hadir di sisi lain. Ancaman durinya terpaksa ditahan dengan tembok beton yang berkombinasi dengan pagar besi di atasnya. Berumahkan telungkup batang pohon buatan dengan lubang di beberapa sisi.

Landak lucu sedang bersiap untuk sarapan.

Membuktikan diri sebagai kebun binatang dengan koleksi terlengkap di tanah Sumatera, sekawanan primata menyambut di pertengahan area. Beberapa monyet ekor panjang tampak tak peduli dengan kedatangan para pengunjung karena kesibukannya memakan buah favorit.

Cuek ntuh…..

Sebelum memasuki titik paling mencolok, tampak seekor gajah berbelalai albino lengkap dengan dua gading panjangnya sedang berkeliling sangkar raksasa untuk menjangkau siraman sinar matahari pagi.

Tepat di sebelah kanan sangkar gajah, tampak bangunan adat Minangkabau dengan tiga puncak gonjong di kedua sisi dan disempurnakan dengan gonjong utama di serambi. Beratapkan ijuk, berdindingkan kayu ukir serta berlantai panggung. Memiliki panjang hampir lima puluh meter dan lebar sekitar dua puluh meter, Rumah Adat Baanjuang ini tampak gagah di pusat Kinantan Zoo.

Cagar budaya berusia 85 tahun.

Terus menerobos ke timur, sebuah surau bertembok putih-beratap hijau tampak menjadi penengah letak antara Rumah Adat Baanjuang dan Museum Zoologi di ujung tertimur.

Surau mungil.

Museum Zoologi itu sendiri berwarna hijau dengan patung harimau sumatera di atapnya. Di kanannya, bangunan berwujud ikan mas difungsikan sebagai pertunjukan aquarium.  Museum yang didirikan bersamaan dengan museum sejenis di Bogor pada 1894 ini memiliki koleksi dua ribu spesies hewan yang diawetkan dan dipamerkan.

Museum Zoologi.

Kinantan Zoo yang bernama resmi Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan (TMSBK) ini pernah memiliki beberapa nama beken seperti Strompark, Taman Puti Bungsu, Kebun Binatang Bukittinggi dan Fort de Kocksche Dieren Park. Didirikan oleh Storm Gravenande, seorang Belanda yang pernah menjabat sebagai Asisten Residen Agam.

Tak hanya satwa yang kusebutkan diatas, TMSBK memiliki beberapa satwa lain seperi rusa tutul, onta, harimau, orang utan, siamang, binturung, buaya, ular dan masih banyak lagi. Perlu waktu lebih panjang supaya kita bisa lebih detail mengunjungi keberadaan satwa di kebun binatang ini.

Silahkan berkunjung ke sini ya jika kalian berada di Bukittinggi.

Kisah Selanjutnya—->

Culture and Education Lane in Kinantan Wildlife and Cultural Park

My steps at eastern end of Limpapeh Bridge became unstoppable. On Cubadak Bungkuak Hill, I followed paving block lane with yellow diagonal pattern and most of green fences on either side. And then mingle with visitor crowds who are enjoying display of cute animals.

A row of beautiful aves welcomed my first step when entering the zoo which was more than a century old. Producing beautiful sounds in circle of an iron cage was a way for them to entertain visitors.

Kuau bird from Taiwan.
Two beautiful peacocks.

While rodentia were present on other side. Threat of their thorns had to be held back by a half-body concrete wall in combination with an iron fence above it. They stayed in an artificial tree with holes on several sides.

Cute hedgehogs were getting ready for breakfast.

Proving itself as the most complete zoo in Sumatra, a herd of primates welcomed visitors in middle of area. Some long-tailed monkeys didn’t seem to care about visitor arrival because of their busy eating favorite fruit.

Incurious….

Before entering the most striking spot, there was an elephant with albino-trunk complete with two long tusks which getting around a giant cage to warm its body in morning sun.

Precisely on right of elephant cage, there is a Minangkabau traditional building with three peaks of “gonjong” on both sides and perfected with a main “gonjong” on the porch. roofed with palm fiber, walled with carved wood and have stage floors. Nearly fifty meters long and about twenty meters wide, this Baanjuang Traditional House looks dashing in the center of Kinantan Zoo.

85-year-old cultural preserve.

Continuing through to east, a white-walled and green roof musalla appears to mediate the location between Baanjuang Traditional House in the centre and Zoological Museum at the eastern end.

Small musalla.

The Zoological Museum itself is green with a Sumatran tiger statue on its roof. To its right, the goldfish-shaped building functions as an aquarium show. The museum which was established in conjunction with a similar museum at Bogor in 1894, has a collection of two thousand species which are preserved and exhibited.

Zoological Museum.

Kinantan Zoo which is officially named Kinantan Wildlife and Culture Park (TMSBK) has had several famous names such as Strompark, Puti Bungsu Park, Bukittinggi Zoo and Fort de Kocksche Dieren Park. Founded by Storm Gravenande, a Dutchman who had served as Assistant Resident of Agam.

Not only all animals which I mentioned above, TMSBK has several other animals such as spotted deer, camels, tigers, orangutans, gibbons, binturung, crocodiles, snakes and many more. It need more time to visit it, so we can enjoy the presence of animals in this zoo.

Please visit here if you are in Bukittinggi.