Scoot Air TR 676 dari Singapura (SIN) ke Chiang Mai (CNX)

<—-Kisah Sebelumnya

Jangan salah fokus, gaes….Bahaya.

Pukul delapan pagi….

Kesibukan super cepat berlangsung di dalam kabin Scoot Air TR 676 tujuan Chiang Mai. Bunyi gesekan travel bag dengan kompartemen bagasi saut menyaut di sepanjang kabin, dipadu dengan rentetan nada “klik” yang dikeluarkan oleh karena pemasangan keledar keselamatan di pinggang masing-masing penumpang, membuat aku menikmati suasana khas penerbangan.

Aku telah duduk di aisle seat bernomor 18D, tepat di kabin sisi tengah, sembari sabar menunggu semua penumpang untuk bersiap.

Hampir setengah jam lamanya kesibukan itu berlangsung, hingga akhirnya semua penumpang telah duduk tenang di kursinya masing-masing.

Para awak kabin serentak bergerak ke sepanjang kabin untuk memperagakan prosedur keselamatan penerbangan yang pada akhirnya menyirap segenap penumpang hingga tanpa sadar pesawat sudah berdiri di ujung runway.

Pilot sesekali terdengar bercakap dengan pihak ATC (Air Traffic Controller). Hingga beberapa saat kemudian, kedua mesin jet kembarnya berdesing, lalu menghentakkan kabin panjang TR 676 ke depan, meluncur cepat di atas landas pacu menuju ujung lain runway Changi International Airport.

Pada kecepatan 140 Knot, akhirnya moncong pesawat menaik dan airborne terjadi dengan sangat cepat. Pemandangan apik kota Singapura terbentang dari atas ketika pesawat melakukan banking (bergulir) kea rah kanan. Tentu Marina Bay Sands menjadi aktor utama dalam pertunjukan singkat di atas Kota Singapura.

Pesawat terbang menuju utara. Pagi itu pesawat akan menempuh jarak sejauh lebih dari 2.000 km dengan waktu tempuh 2 jam 40 menit. Scoot Air TR 676  sendiri terbang dalam ketinggian jelajah  tiga puluh delapan ribu kaki.

Kembali ke dalam kabin. Aku duduk antusias di samping seorang wanita muda asal Singapura. Hal itu kuketahui dari passport merah yang dia selipkan di bagasi kursi. Wajahnya begitu berseri, mungkin karena dia hendak berwisata ke Chiang Mai. Sedangkan di window seat, duduk seorang perempuan paruh baya, dari raut muka dan perawakannya, wanita itu berasal dari Negeri Gajah Putih. Dia memilih untuk tidur selama penerbangan.

Perjalanan pagi itu berlangsung sangat mulus dan minim sekali turbulensi. Aku selalu saja mendapatkan kesan baik ketika terbang bersama Scoot Air. Sedangkan penerbangan terakhirku bersama Scoot Air adalah ketika pulang dari Maldives pada 6 Januari 2019.

Aku yang tak bisa memejamkan mata karena rasa excited untuk pertama kalinya hendak menginjakkan kaki di Chiang Mai, hanya terus membaca lembar demi lembar inflight magazine selama penerbangan.

Sok mau jajan aja kamu, Donny….

Hingga akhirnya rasa penasaran itu terkikis, ketika pilot menyampaikan informasi bahwa pesawat akan segera mendarat di Chiang Mai International Airport.

Terasa jelas, Scoot Air TR 676 mulai menurunkan ketinggian, sesekali aku mengintip ke jendela dari aisle seat. Daratan Chiang Mai mulai tampak jelas dari ketinggian. Hanya perlu menunggu beberapa saat hingga akhirnya pesawat menyentuh landas pacu dengan mulus.

Apron di Chiang Mai International Airport.

Rasa penasaranku semakin tak terbendung selama pesawat melakukan taxiing. Aku sudah tak sabar lagi untuk mengeksplorasi Chiang Mai, kota keempat yang pernah aku kunjungi di Thailand setelah Bangkok, Pattaya dan Phuket.

Kisah Selanjutnya—->

Menyambut Pagi di Terminal 1D, Changi International Airport

Bangun, Donny….!!!

Pukul enam pagi….

Koridor Transit Hall Terminal 1D (T1D) mulai dipenuhi para pelancong yang berlalu lalang dengan hajatnya masing-masing. Beberapa diantara mereka berkejaran dengan waktu menuju gate demi menangkap penerbangan masing-masing. Sebagian diantaranya sibuk berlalu lalang demi mencari sarapan, barang-barang duty free, souvenir atau bahkan mengantri di beberapa money changer demi berburu Dollar Singapura.

Aku yang memiliki jam terbang pukul 08:15, memaksakan diri untuk bangun dari tidur dengan posisi duduk di salah satu deret bangku Transit Hall.

Badanku yang sedikit remuk, mulai menggeret travel bag menuju toilet di pusat koridor. Toilet belumlah terlalu ramai ketika aku menyeka beberapa bagian badan dengan tisu basah berpewangi dan juga menggosok gigi di sebuah wastafel besar dengan cermin lebar di depannya.

Aku selesai dalam dua puluh menit untuk kemudian mengantri di depan free water station untuk mendapatkan air minum cuma-cuma. Ketika mendapatkan giliran, aku segera membungkuk dan menenggak pelan pancuran air minum yang dingin nan segar itu.

Lepas menyirnakan haus dari tenggorokan, aku melangkah pergi meninggalkan free water station demi menuju Dining At Level 3, spot kuliner di Terminal 1D-Changi International Airport. Menaiki lift aku menggapai spot kuliner itu dengan mudah. Ada satu outlet yang cukup ramai di spot itu, yaitu 4FINGeRS Crispy Chicken. Aku yang tak berselera dengan menu ayam, akhirnya memutuskan untuk pergi dan turun ke Lantai 2 lagi. Itu juga setelah aku mengacuhkan keberadaan food vending machine yang hanya menerima pembayaran dengan kartu kredit.

Tiba di Lantai 2, aku menuju More Dining Options, spot kuliner lain yang menyediakan beberapa outlet penting seperti Crave (The Original Adam Road Nasi Lemak by Selera Rasa), Ippudo Express, Ya Ku Kaya Toast dan Starbucks.

Berdiri di salah satu titik, aku memperhatikan sekitar dengan seksama. Tampak outlet Crave dan Ipudo Express memiliki antrian yang panjang. Aku yang tak mau ketinggalan untuk boarding, akhirnya memilih untuk membeli dua potong Almond Croissant seharga 9 Dollar Singapura dan secangkir Chai Latte seharga 6,6 Dollar Singapura di outlet Starbucks Coffee.

Beberapa lama mengantri di belakang tiga pelancong wanita asal Phillippines, aku mendapatkan pesananku dengan cepat dan mudah.

Secangkir Chai Latte yang menambah mood.

Maka berjalanlah aku menuju gate sembari menyantap Almond Croissant yang kupesan, aku sengaja menyisakannya satu potong untuk makan siang hari itu.

Tiba di Gate D43, aku hanya perlu menunggu sepuluh menit hingga akhirnya antrian mulai terbentuk ketika boarding dibuka. Lepas menunjukkan passport dan boarding pass, aku pun memasuki tahap screening.

Proses boarding akhirnya dimulai.

Melewatinya screening gate dengan mudah, aku ditanya oleh seorang petugas aviation security yang sudah berumur,

Chiang Mai or Kuala Lumpur?”, dia menunjuk boarding pass yang kuselipkan pada passport.

Chiang Mai, Sir”, aku menjawab tegas

Okay, Go down that stairs”, dia menunjuk ke salah satu tangga menuju lantai bawah.

Sunrise di Changi International Airport.
Singapore Airlines yang terpergok parkir….
Ini dia tungganganku.

Aku pun bergegas menuruni anak tangga itu untuk menggapai waiting room. Ternyata begitu sampai, aku dan penumpang lain harus diangkut lagi menggunakan apron shuttle bus menuju pesawat Scoot Air TR 676 yang terparkir entah di apron sebelah mana.

Aku menurut saja pada putaran roda apron shuttle bus, mengelilingi bangunan bandara selama enam menit lamanya, hingga akhirmya aku diturunkan tepat di bawah roda-roda raksasa Airbus A320-twin jet.

Tapi bukan pada pesawat itu aku tertegun, melainkan pada Airbus A350-900 yang berdiri gagah di balik punggungku. “Astaga, itu pesawat milik Singapore Airlines yang akan kunaiki Desember nanti”, aku tersenyum menatapnya hingga akhirnya seorang ground staff memintaku untuk segera menaiki tangga pesawat.

Aku bergegas naik melalui tangga dan akhirnya berhasil memasuki kabin pesawat.