Seporsi Chicken Fry Menjelang City Souq di Doha

<—-Kisah Sebelumnya

Selamat tinggal Domes Mosque, masjid penuh sejarah di kawasan Old Doha.

Meninggalkan Old Doha Mosque.

Aku mengucapkan “wadaa’aan” dari pintu belakangnya di tepian Al Jabr Street. Menapaki gang sempit yang dibatasi tembok halus di sisi kiri dan tembok kasar di sisi kanan. Kini, saatnya menemukan sebuah kedai makan untuk mengerem protes perut yang kian menjadi.

Yes…Aku menemukannya dengan cepat. Tak ada waktu lagi untuk membandingkan dengan yang lebih baik. Antara lapar atau khawatir tersunatnya waktu eksplorasi, akhirnya kuputuskan untuk masuk dan duduk. Jelas kusadari, ini adalah kedai makan India, terlihat jelas dari komposisi food display, juga tampang penjualnya.

Karak one, rice one and chicken fry one”, ucapku menumpahkan segenap hafalan di kepala. Itulah makanan favoritku semenjak memasuki Dubai delapan hari sebelumnya. Orang India memang begitu, setiap meminta satu chicken fry maka mereka akan memberikan dua potong ayam goreng kering beraroma kari. Oleh karenanya, ketika di Bahrain, aku memintanya setengah supaya mereka hanya menyajikan sepotong ayam saja.

Ternyata tak berlaku di Doha,  mereka tidak mengenal istilah setengah porsi. Diambilnya sepasang paha diiringi senyum, tampak dia melihat aneh permintaanku. Mungkin porsi makan orang India memang banyak, jadi begitulah aturan makannya.

Menu pesanan sedang disiapkan penjual.
Rp. 44.000, seporsi untuk dua kali makan….
Jadikan dua bagian sebelum disantap, satu bagian untuk dinner….Hahaha.

Perut yang penuh terisi membuatku siap menuju Souq Waqif, pasar tertua di seluruh Qatar. Ini akan menjadi pengalaman yang mengesankan tentunya. Hanya saja, belum juga sampai di Souq Waqif, aku terpesona dengan keberadaan julangan tujuh lantai sebuah pusat perbelanjaan.

City Souq”, mulut batinku membaca signboard besar di tengah bangunan. “Oh, ini sepertinya mall modern di kawasan Old Doha”, aku membatin. Tak ada salahnya masuk walau hanya sedasa menit saja.

Mall seluas setengah hektar.

Masuk melalui pintu bernomor satu dari empat pintu yang tersedia, aku langsung dihadapkan pada kios-kios penjual tas, sepatu, pakaian, kain, aksesoris abaya dan parfum. Aku sendiri tak pernah tahu kategori harganya….mahal atau murah?, karena aku hanya memiliki satu transaksi yaitu saat membeli sebuah fridge magnet seharga Rp 48.000 di pusat perbelanjaan ini.

Toko tas dan sepatu.
Toko parfum dan kacamata.
Toko baju dan celana.
Toko perlengkapan jahit.

Tak lama berkeliling di dalam City Souq, dalam sekejap aku sudah beranjak pergi melalui pintu bernomor empat.

Pintuku keluar dari City Souq.

City Souq sendiri berada tepat di salah sudut perempatan dengan batas timur adalah Al Bareed Street, selatan adalah Al Tarbiya Street, utara adalah Central Municipal Council dan ditutup oleh Al Fanar Mosque di sebelah barat.

Central Municipal Council, entitas independent yang bertujuan melayani negara dan rakyat Qatar.

Tersimpulkan sudah bahwa pusat perbelanjaan unggulan di Old Doha ini tak semegah dari tempat sejenisnya di Jakarta. Jadi berbelanja di Jakarta tentu sudah lebih dari cukup, tak perlu belanja ke negeri seberang (ah, itu mah buat elo Donny yang ndak berduit. Kalau punya duit, ya pasti lo belanja ke Paris, Donny….hahaha).

Yuk lah, jangan menunggu lama, kita merapat ke Souq Waqif, jangan mampir-mampir lagi ya, Donny….Wkwkwk.

Kisah Selanjutnya—>

Berhemat di Casper Hotel, Qatar

<—-Kisah Sebelumnya

Semakin ke barat, nyatanya biaya backpackeran semakin tinggi. Harga hotel dan tiket pesawat tak bisa tertolak kemahalannya. Perlu kejelian dalam berburu tiket dan hotel murah.

Hal inilah yang kemudian membuatku mengalah untuk tinggal di penginapan yang jauh dari pusat kota, demi mendapatkan harga yang sesuai dengan budget. Tentu walaupun tinggal di penginapan pinggiran, perihal konektivitas tetap harus diperhatikan.

Nah, untuk eksplorasiku di Qatar kali ini, aku memilih Casper Hotel untuk menjadi basecamp selama empat malam. Aku memesannya dua bulan sebelum keberangkatan melalui Booking.com dengan harga Rp. 199.500 per malam. Boleh dibilang, inilah hotel termurah dengan akses transportasi yang cukup baik dari sekian banyak penginapan yang telah kujelajahi di berbagai e-commerce penyedia penginapan.

Gerbang depan Casper Hotel yang merupakan sebuah perumahan.

Kesamaan bentuk rumah dalam cluster ini membuatku tersasar ke Q Hotel. Petugas resepsionis agak sedikit judes ketika menunjukkanku letak Casper Hotel yang berdampingan dengan hotel mereka. Mungkin karena aku lebih memilih kompetitornya.

Hotel tanpa papan nama.

Aku diterima oleh resepsionis jangkung asal Islamabad dan diminta menunggu sekitar setengah jam hingga kamar siap.

Meja respsionis sederhana.
Lobby.
Dorm yang kutempati (tengah).

Aku ditempatkan sekamar dengan professional Pakistan yang bekerja di perusahaan penghancuran kapal, turis India dan pemuda Dubai yang sedang bersemangat mencari pekerjaan di Amerika Latin.

Aku sengaja memilih hotel ini karena mereka menyediakan pantry bersama. Biaya hidup di Qatar terkenal mahal, opsi terbaikku adalah membeli bahan makanan lalu memasaknya mandiri.

Tempatku memasak.
Staff pengelola hotel (dua berdiri) dan teman sekamar (duduk).

Konektivitas

Walaupun jauh dari kota, hotel ini memiliki akses transportasi yang baik. Hal ini tentu membantuku untuk berhemat. Casper Hotel memiliki akses Free Doha Metrolink Shuttle Service menuju stasiun Oqba Ibn Nafie. Selain itu, Karwa Bus No. 12 memiliki shelter dekat gerbang hotel menuju Al Ghanim Bus Station.

Shelter bus di Al Nadi Street, selalu kugunakan saat pulang menuju hotel.
Karwa Bus No. 12, suatu sore menuju ke hotel dari Al Ghanim Bus Station.

Shopping Area.

Tiga ratus meter di selatan hotel terdapat Zone Center Nuija AL Hilal yaitu kompleks pertokoan yang menyediakan minimarket (Abdulla Ali Bumatar minimarket), coffee shop dan shopping centre. Tempat inilah yang menjadi tempatku berbelanja kebutuhan pokok selama tinggal di Qatar.

Tea Center tempatku meminum Karak (teh tarik).

Tempat Ibadah.

Seratus meter di timur Zone Center Nuija AL Hilal terdapat sebuah musholla mungil yang menjadi tempat ibadah bagi warga sekitar kompleks. Musholla ini menjadi tempat ibadah lima waktuku selama di Doha.

Shalat Maghrib.

Sport Center.

Buat kamu yang ingin berolahraga rutin selama berwisata ke Doha, hotel ini sangat dekat dengan Hamad bin Khalifa Stadium yang bisa dikunjungi untuk menonton Al Ahli SC  di Qatar Stars League atau hanya sekedar berbaur dengan aktivitas warga yang berolahraga di dalamnya.

Berbagi kandang dengan Al Sailiya SC.

Yuk, kita menuju ke pusat kota Doha!.

Kisah Selanjutnya—->

Karwa Bus No. 727….Menuju Distrik Nuaija dari Hamad International Airport

<—-Kisah Sebelumnya

Pagi itu hasratku menuju pusat kota begitu terburu. Aku sudah tak sabar untuk melihat Doha lebih dekat. Tetapi keterburuanku tertahan sejenak, aku terus menghitung dengan detail budget transportasi yang kubutuhkan selama lima hari di Qatar. Supaya aku tak begitu banyak meninggalkan sisa saldo sia-sia di Karwa Smartcard nanti.

Sarapan sejenak dengan roti tawar kupas di airport bus terminal.

Perhitunganku memutuskan untuk menyuntikkan dana sebesar Rp. 118.000 untuk seluruh perjalanan yang mayoritas akan menggunakan bus kota. Besaran itu belum termasuk harga kartu Karwa Smartcard sebesar Rp. 39.000.

Ticketing Vending Machine.
Karwa Smartcard adalah satu-satunya akses untuk menikmati jasa Karwa Bus.

Avsec: “Hi, No No No….Sir, Sorry, you can’t capture the building”, petugas berwajah Asia Selatan mendekat dan melarangku ketika mengarahkan kamera ke salah satu sisi Hamad International Airport dari platform airport bus.

Aku: “Oh, I’m sorry Sir….I don’t capture yet, I’m sorry”, aku segera memasukkan Canon EOS M10 ke folding bag.

Avsec: “Nice….Nice”, tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. “Where will you go?

Aku: “I’m waiting for bus no. 727 to Nuaija. Do you know, When it will come?

Avsec: “Oh, you better ask to Karwa Officer….Him (dia menunjuk ke petugas tambun yang sibuk dengan clip boardnya)”.

Aku beranjak menujunya dan menanyakan status Karwa Bus No 727, lalu dia memintaku untuk menunggu sekitar sepuluh menit.

Tepat waktu, bus itu tiba.

Nervous, pertama kalinya aku menaiki bus kota Qatar. Jika Dubai, Bahrain dan Oman lebih memilih warna merah untuk bus kotanya, maka Qatar memutuskan menggunakan warna hijau untuk itu.

Akulah penumpang pertama pada bus yang baru saja terparkir itu. Beberapa menit kemudian, satu persatu pekerja Hamad International Airport memasuki bus yang sama.

Bersiap menuju Distrik Nuaija.

Walau aku dilarang mengabadikan salah satu sisi bandara oleh aviation security tadi….Namun pada akhirnya, aku tetap mencuri gambarnya dari dalam bus….Dasar backpacker ngeyel….Hahaha.

Cekrek….Itulah bangunan bandara yang kuincar sejak tadi.

Selama menaikinya, Karwa Bus berjalan pelan nan santai saat membelah jalanan kota. Layaknya moda transportasi umum di kota-kota beradab lainnya yang memastikan setiap penumpang merasa aman.

Pembayaran dilakukan dengan men-tap Karwa Smartcard di tap machine sebelah sopir. Perlu kamu ketahui bahwa kemudi kendaraan di Qatar ditempatkan di sisi kiri. Sedangkan selama di sana, aku memasuki dan menuruni bus selalu dari pintu depan. Tentu sebelum menuruni bus, aku wajib mengecek saldo Karwa Smartcard yang tersisa di tap machine yang sama.

Menunggang bus selama tiga puluh menit, mataku terus lekat memandangi segala cetak arsitektur kota yang terlalui, juga dengan beragam aktivitas warga yang teramati.

Diturunkan di Nuaija intersection.

Begitu turun dari bus, angin meniup tubuhku dengan kencangnya, membawa partikel-partikel lembut pasir bersamanya. “Inikah rasa angin gurun? “, hati bergumam seketika. Mata telanjangku terpaksa terkorbankan untuk berkali-kali diterjang pasir-pasir lembut itu. Aku tak sanggup lagi mencari kacamata rayban yang entah kutaruh di sebelah mana dalam backpack. Suhu dua belas derajat celcius memaksaku untuk segera mencapai Casper Hotel, tempatku menginap.

Al Emadi Hospital yang kulewati di pinggiran D Ring Road.
Bunga segar yang tumbuh dengan teknik hidroponik.

Setelah berjalan sejauh satu setengah kilometer dan dalam waktu dua puluh menit, akhirnya aku tiba di hotel yang tampak sebagai hasil menyulap kompleks perumahan menjadi sebuah penginapan sederhana.

Casper Hotel.

Nanti kuceritakan bagaimana nyamannya dormitory sederhana itu….

Kisah Selanjutnya—->