Menuju Terminal 2D Soetta

Sehari sebelum keberangkatan….

Matahari mulai lengser dari titik tertingginya, aku sedang berada di daerah Bintaro untuk bertemu salah seorang klien perusahaan. Pada saat itulah, aku mampir sejenak mengunjungi sebuah perusahaan farmasi ternama untuk melakukan tes antigen. Was-was berharap, akhirnya aku mendapatkan hasilnya setengah jam kemudian melalui pesan whatsapp sembari menyeruput arabica di sebuah kedai kopi.

“Yes….Negatif”, hatiku berseru, kedua tanganku mengepal pertanda sebuah keberhasilan. “Welcome, Palembang”, aku pun segera menyeruput habis kopiku.

—-****—-

Keesokan paginya….

Aku terbangun oleh dering alarm tepat pukul empat pagi, untuk kemudian berbasuh, lalu berlanjut dengan memasak telur mata sapi untuk menjadi menu sarapanku. Aku bisa sedikit bersantai karena telah melakukan packing pada malam hari sebelum terlelap.

Akhirnya hantaran ojek online membuatku tiba di Shelter Bus DAMRI Kampung Rambutan tepat waktu.

Tepat setengah jam sebelum keberangkatan bus di pukul enam pagi, aku segera beranjak ke dalam kabin bus, mengambil tempat duduk di bagian tengah, lalu berfokus untuk mencari penginapan melalui sebuah aplikasi e-commerce penginapan langgananku. Setelah menelusuri secara online beberapa penginapan di Palembang, akhirnya aku memilih untuk menginap di daerah Siring Agung. Bersyukur aku mendapatkan penginapan dengan harga sangat terjangkau, cukup membayar dengan kartu kredit sebesar Rp. 105.000/malam saja untuk petualangan 3D2N ku di “Bumi Sriwijaya”.

Pening karena menatap smartphone selama hampir setengah jam di dalam bus yang sedang melaju di jalan bebas hambatan, maka aku memaksa diri untuk memejamkan mata. Sementara bus DAMRI yang kunaiki secara konsisten melahap Tol Lingkar Luar Barat menuju bandara.

Dan mataku kembali terbuka ketika bus berhenti di depan Hotel Ibis Budget Jakarta Airport. Seperti biasa, seorang checker dan timer menaiki bus dan menghitung jumlah penumpangnya. Selesai dengan urusan pengecekan, bus pun berlanjut bergerak demi menuju Terminal 3 Ultimate untuk menurunkan penumpang.

Seusainya, bus perlahan memasuki Terminal 1 dan berlanjut menuju ke Terminal 2. Maka turunlah aku di Terminal 2D, menyesuaikan penerbangan Super Air Jet IU 872 yang akan diterbangkan dari Gate D7.

Hampir pukul tujuh….

Aku tiba di depan Domestic Departures Hall 3. Mengingat penerbanganku masih berada di masa pandemi, maka aku pun bergegas menuju ke dalam bangunan bandara. Ada prosedur pemeriksaan kelayakan penerbangan yang harus kulakukan dan terkadang pemeriksaan itu harus melewati antrian super panjang. Tentu aku tak mau terlambat dalam mengejar boarding time penerbanganku yang pagi itu tinggal berjarak satu setengah jam saja.

Aku mengantri di area mesin validasi yang memiliki empat lajur antrian. Mengambil lajur antrian paling kiri, maka aku harus bersabar hingga menunggu giliranku untuk melakukan validasi tiba.

Bus DAMRI Kampung Rambutan-Soetta
Bersiap untuk berpetualang.
Tiba di Terminal 2D.
Mengantri untuk mendapatkan validasi kelayakan terbang,
yuk berburu boarding pass!

Dalam sepuluh menit, akhirnya waktu itu tiba. Aku memasukkan Nama dan Nomor NIK pada mesin validasi dan akhirnya aku mendapatkan validasi layak terbang. Aku hanya perlu memfoto validasi itu dengan smartpohone yang nantinya akan kutunjukkan kepada ground staff saat melakukan check-in.

Okay….

Saatnya menuju check-in desk…..

Kisah Selanjutnya—->

Terminal 2D Soetta: Mengembalikan Insting yang Lama Pudar

Semenjak terakhir pulang dari Qatar di permulaan 2020, boleh dikata, aku tak pernah lagi berpetualang dalam jarak yang jauh. Terhitung selama hampir dua tahun, aku hanya mengunjungi destinasi yang lokasinya berdekatan dengan ibukota, sebut saja Ujung Genteng, Gunung Pancar, Curug Leuwi Hejo, Dataran Tinggi Dieng, Anyer dan Puncak.

Tapi kini hati tetiba berujung galau ketika cuti lima hari disetujui oleh pimpinan tempatku bekerja. Ditambah dua hari weekend menjadikan liburanku genap satu pekan.

Ketika esok hari hitungan cuti bermula, pikiranku pergi membayang ke segala tempat. Adalah Bali, Lombok dan Labuan Bajo yang ada di pikiran pagi itu.

Tapi aku harus segera melakukan sesuatu sebelum berpikir lebih jauh.

Di hari pertama cuti, aku memutuskan untuk berangkat menuju sebuah rumah sakit kenamaan di bilangan Cibubur yang terkoneksi dengan Program PeduliLindungi untuk melakukan PCR dengan hasil keluar sameday. Aku telah menetapkan niat, apabila hasil PCR negatif maka aku akan memberanikan diri untuk terbang.

Ya, kemanapun….Yang penting naik pesawat”, niat di hati terdalam.

Aku telah merindukan sebuah petualangan panjang. Tentu petualangan yang jauh dari rumah. Aku sudah bersiap diri melakukan perjalanan dengan protokol pandemi.

Aku bersemangat datang ke rumah sakit dan tiba pada pukul setengah sembilan. Menunggang Beat Pop hitam kesayangan, aku tiba di depan para perawat yang bersiap mengambil sample PCR (Polymerase Chain Reaction) dengan mekanisme drive thru.

Sehari sebelumnya, aku telah melakukan pendaftaran online senilai Rp. 275.000. Inilah pertama kalinya aku menjalankan tes PCR. Tes yang membuatku bersin-bersin hebat bukan kepalang.

Selepas tes, aku pulang dan berdebar menunggu hasil. Dan pada akhirnya, hati diselimuti rasa bahagia ketika aku mendapatkan kabar lewat WhatsApp pada pukul lima sore bahwa PCRku menunjukkan hasil negatif dan hasil itu juga tercantum otomatis di aplikasi PeduliLindungi.

Sempurnanya hasil PCR mengantarkanku menuju tahap berikutnya yaitu berburu tiket.

Aku terjun berselancar di aplikasi e-commerce perjalanan terkenal di Indonesia. Akan tetapi, hasil perselancaran itu akhirnya mengubur dalam-dalam niatku yang sangat berhasrat melawat ke Labuan Bajo ataupun Lombok. Harga tiket pesawat yang terlalu melangitlah yang membuatnya demikian. Alternatif lain menuju Bali pun akhirnya berpotensi menjadi perjalanan tanggung karena sesungguhnya aku pernah menginjakkan kaki di Pulau Dewata.

—-****—-

Malam itu juga, aku mulai mempacking segenap perlengkapan hingga larut malam. Tak lupa, aku mempersiapkan obat-obatan beserta vitamin dengan lebih serius. Bahkan aku memutuskan membawa tablet antivirus sebagai antisipasi jika terjadi hal-hal diluar perkiraan di daerah tujuan.

Online check-in penerbangan pun baru kuselesaikan lewat tengah malam. Mendapatkan posisi duduk di window seat membuatku bersemangat dalam mengisi eHAC (electronic-Health Alert Card). Kuberharap suksesnya online check-in dan terbitnya eHAC akan membuat proses menuju boarding menjadi lebih cepat di keesokan harinya.

Usai memastikan segenap tahap persiapan tuntas, aku memutuskan tidur.

Akan tetapi, aku hanya bisa tertidur ayam tanpa kenyenyakan hingga setengah empat pagi….Seperti biasa, kekhawatiran tertinggal penerbangan menjadi penyebabnya.

Kuputuskan bangun lebih cepat dan melakukan shalat tahajud demi  memohon kepada Sang Kuasa atas keselamatan selama berpetualang. Seusainya, aku segera berbasuh dengan air hangat, bersarapan sekedarnya dan bergegas berburu ojek online untuk mengantarkanku menuju shelter DAMRI Terminal Kampung Rambutan.

Lewat sedikit dari setengah lima pagi, aku tiba di sana. Setelah menyiapkan sebotol air mineral dari sebuah kedai, aku bergegas naik. Bus berangkat tepat pukul lima dan setiap sisi deret bangku hanya boleh diisi oleh satu penumpang. Inilah yang membuat tarifnya melonjak dua kali lipat….Menjadi Rp. 85.000.

Akhirnya naik DAMRI bandara lagi.
Tiba di Terminal 2D Domestik.

Bus melaju cepat membelah jalanan kosong di jalan bebas hambatan. Satu jam kemudian, aku terbangun ketika bus perlahan merapat di Terminal 3-Ultimate. Dengan cekatan aku merogoh lembaran e-ticket dari backpack untuk memastikan terminal tujuan.

Terminal 2D Domestik…”, aku yakin membatin.

Akhirnya aku tiba….

Melompat turun di drop-off zone. Kini aku melangkah ke dalam bangunan bandara. Tentu aku merasakan atmosfer yang berbeda ketika memasukinya. Kondisi bandara sudah tak seperti dulu lagi ketika masa bepergian masih menjadi hal yang tidak berbahaya serta tanpa prosedur kesehatan yang ketat.

Begitu memasuki departure hall, Aku langsung dihadapkan pada antrian panjang calon penumpang yang berburu konfirmasi layak terbang pada sebuah layar LCD. Melihat panjangnya antrian, aku memberanikan diri untuk bertanya pada seorang petugas yang berjaga.

Pak, saya sudah memiliki hasil PCR negatif di dalam aplikasi….Apakah saya bisa mengindahkan antrian itu?”, aku menunjukkan barcode di aplikasi PeduliLindungi.

Terbang jam berapa, pak?”, dia mengangguk-angguk melihat barcode yang kutunjukkan.

Jam delapan, pak

Oh, silahkan bapak langsung saja menuju konter check-in, nanti tunjukkan hasil tes dalam aplikasi ya, pak!

“Baik, pak”

Aku melangkah mantap menuju screening gate pertama dan bisa melewatinya dengan mudah.

Kini aku bergegas menuju konter check-in. Begitu tiba di area konter, aku tetiba merinding karena keramaian calon penumpang yang rapat tak berjarak.

Aku berhenti sejenak dan mengamati dari kejauhan. Aku mencoba mengembalikan insting backpacker yang sudah lama tak terasah. Sepuluh menit aku hanya berdiri menatap ruangan penuh manusia itu. Aku terus mencoba berfikir.

“Seingatku, selalu ada antrian pendek yang disitu berjajar calon penumpang tanpa bagasi”, aku terus berfikir keras.

Pak, ada antrian konter tanpa bagasi?”, aku memberanikan diri bertanya pada seorang ground staff yang kebetulan melintas.

Oh, di ujung sana pak, konter nomor 46”, dia mengarahkan telunjuknya ke sebuah arah.

Terimakasih pak

Aku bergegas menujunya dan benar saja, aku hanya menemukan antrian lima calon penumpang di depan konter itu. Akhirnya, aku tak perlu mengantri lama dan berhasil menjauhi kerumunan.

Usai mengantongi boarding pass. Aku menuju ke Gate D1 dengan melewati screening gate kedua yang tentunya pemeriksaan berjalan lebih ketat. Aku berhasil melewatinya dengan mudah dan akhirnya bisa duduk di waiting room Gate D1 tepat satu jam sebelum boarding.

Lihat antrian panjang nan rapat itu!
Konter check-in tanpa bagasi. Lebih pendek dan cepat.
Menuju gate.
Gate areas setelah screening gate.
Di depan sana adalah waiting room Gate D1.
Pemandangan apron dari Gate D1.

Kini aku bersiap terbang menuju provinsi ke-12 di dalam petualanganku menaklukkan tanah air.

PONTIANAK….Ya aku bersiap mendarat di Kota Khatulistiwa tersebut.

Kisah Selanjutnya—->

Thai Airways TG 436 from Jakarta (CGK) to Bangkok (BKK)

Thai Airways TG 436 flight route.

Finally, I repeated my journey to “White Elephant” Country after my last exploration in 2013. For four years, I waited for that opportunity. If in 2013, I flew with Air Asia to Don Mueang International Airport so this time I was very lucky because I was able to catch a cheap promo which was issued by Thai Airways in April 2017.


Waiting for 8 months before actually flying was something that was very unpleasant. Not because of Bangkok, but only because of my desire to taste premium wide-body aircraft. A year before, I had boarded in same type of plane belonging to Air Asia when I returned from Incheon.


—- **** —-

After Friday, I perfected my packing for 11 days trip which would certainly make you were curious. At exactly 15:00 hours, I hurriedly carried my backpack on “angkot” (a small public trasportation in Jakarta) which went to Kampung Rambutan Terminal. That angkot which took so long to arrive, punished me by taking a DAMRI bus in next- a departure schedule.


On 16:00 hours, DAMRI launched but not long after, toll road became stuck. DAMRI didn’t moved in a long time. There have been road repairing in a tunnel combined with an incident which a truck rolled over 400 meters in front. Even though, my flight was scheduled for 19:05 hours. That means, I have to be ready at 17:55 hours before actually boarding….Too tight time.
Luckily, a Highway Patrol sirens began to sound in its way heading forward. Significantly, 15 minutes later DAMRI smoothly drove to Terminal 2-Soekarno Hatta International Airport.

Thai Airways finally became the 18th airline which I rode.
Started to boarding.

Luckily, Soekarno Hatta International Airport was very quiet and only needed 5 minutes for check-in process, and then I got a purple and white boarding pass. I passed all x-ray checkpoints very quickly as only a 45 litre backpack which needed to be screened.


I entered tAirbus A330-300 via its right-side cabin lane to find a seat numbered 52K. This time, it would be very relieved that I sat alone in three column seat. I was a plebeian….Just this time, I got on a plane with an LCD screen in front of my eyes….I pushed all button as I liked.

Jakarta-Bangkok is 3,000 km away and can be approached in 3 hours and 35 minutes with an average speed of 475 knots (880 km/hour). You can imagine how fast it is.

The moslem meal was served after giving a brown rice cracker and apple juice.

During flight, beautiful Thai-faced flight attendants were indeed captivating as far as my eye could see. Unfortunately, I was just a backpacker….If I was a top class businessman….. I would definitely propose to her….Hihihi.

Landing in the first time at Suvarnabhumi International Airport.

Arrival at 22:35 hours left me with no other option. It was impossible to leave the airport and heading for the city. If there was time, I might as well be reluctant. Because Bangkok wasn’t my destination….But, NEPAL.


Yess… .Nepal would be the 11th country which I visited.

Do you want to know about my next story to “The Land of a Thousand Temples”?
Just follow my story when I explored it.

Search for flights from Jakarta to Bangkok via 12go Asia. This is the link:  https://12go.asia/?z=3283832

Next Story—->

TG 436: Mewah Mengudara Menuju Bangkok

Jalur penerbangan TG 436

Akhirnya aku mengulang perjalanan menuju Negeri Gajah Putih setelah eksplorasi terakhir pada 2013. Empat tahun lamanya, aku menunggu kesempatan itu. Jika 2013, aku terbang bersama Air Asia menuju Don Mueang International Airport maka kali ini aku sangat mujur karena bisa menangkap promo murah meriah yang dikeluarkan oleh Thai Airways pada April 2017.

Menunggu selama 8 bulan sebelum benar-benar terbang adalah sesuatu yang sangat tak mengenakkan. Bukan karena Bangkok nya, tapi hanya karena hasrat mencicipi pesawat premium berbadan lebar. Setahun sebelum, aku pernah menaiki jenis pesawat yang sama milik Air Asia ketika pulang dari Incheon.

—-****—-

Selepas Jum’atan, aku menyempurnakan packing untuk perjalanan selama  11 hari yang tentu akan membuat penasaran. Tepat jam 3 sore, aku bergegas memanggul backpack menaiki angkot menuju Terminal Kampung Rambutan. Angkot yang begitu lama tiba, membuatku terhukum dengan menaiki bus DAMRI satu jadwal keberangkatan lebih lambat.

Jam 16:00, DAMRI meluncur tetapi tak berselang lama kondisi jalan tol menjadi stuck. DAMRI sungguh lama tak bergerak. Terusut sudah terdapat perbaikan jalan di sebuah terowongan dikombinasi dengan insiden truk terguling 400 meter setelahnya. Padahal penerbanganku terjadwal jam 19:05. Itu berarti aku harus siap pada jam 17:55 sebelum benar-benar boarding….Mepeeetttt.

Beruntung sirine Highway Patrol mulai terdengar merangsek ke depan. Signifikan, 15 menit kemudian DAMRI melaju mulus menuju Terminal 2 Soetta.

Thai Airways akhirnya menjadi maskapai ke-18 yang kunaiki.

Beruntung Soetta melompong dan hanya perlu 5 menit untuk proses check-in kemudian boarding pass ungu putih tergenggam. Semua pos pemeriksaan x-ray kulewati dengan sangat cepat karena hanya satu backpack 45L saja yang perlu di screening.

Mulai boarding.

Aku memasuki Airbus A330-300 melalui jalur kabin sebelah kanan untuk menemukan bangku bernomor 52K. Kali ini akan menjadi sangat lega karena aku duduk di bangku kolom tiga sendirian. Ndeso….Baru kali ini naik pesawat dengan layar LCD didepan mata….Pencat-pencet sesuka hati.

Jakarta-Bangkok yang berjarak darat sejauh 3.000 km di tempuh dalam waktu 3 jam 35 menit dengan kecepatan rata-rata 475 knot ( 880 km/jam). Bisa dibayangkan betapa kencangnya.

Moslem meal yang disajikan setelah brown rice cracker dan apple juice di berikan.

Selama penerbangan, pramugari cantik berwajah khas Thailand memang sungguh memikat sejauh mata memandang. Untung saya hanya backpacker kere…..Andai aku businessman kelas atas…..Pasti aku akan lamar dia….Hihihi.

Pertama kali landing di runway Suvarnabhumi International Airport.

Tiba pada pukul 22:35 menyebabkan aku tak punya opsi lain. Tak mungkin keluar bandara dan beranjak menuju kota. Jika ada waktu pun, saya mungkin juga enggan. Karena bukan Bangkok tujuanku….Tapi, NEPAL.

Yess….Nepal akan menjadi negara ke-11 yang kukunjungi.

Mau tahu kan kisahku berikutnya ke “Negeri Seribu Kuil”

Ikutin kisahku selama disana ya.

Cari tiket penerbangan dari Jakarta ke Bangkok melalui 12go Asia. Berikutnya linknya:  https://12go.asia/?z=3283832