Taksi dari Chiang Mai International Airport Menuju Pusat Kota

<—-Kisah Sebelumnya

Logo AOT tersebar di sekian banyak property bandara ketika tatapan mataku awas mencari keberadaan konter penyedia jasa taksi. AOT sendiri merujuk pada Airports of Thailand PCL, pengelola resmi Chiang Mai International Airport.

Beruntung aku dengan cepat menemukan konter taksi resmi “Chiang Mai Airport Taxi” yang berlokasi di dekat Door 11. Konter itu dijaga oleh staff wanita berusia paruh baya.

Hello Mam, How much is the taxi fare to Mueang Chiang Mai District?” aku bertanya lugas

150 Baht, Sir”, dia menjawab penuh senyum

OK, I take the taxi”, aku mengajukan permohonan sembari menyerahkan ongkos yang dimaksud.

Just wait here for about ten minutes, and show this receipt to the taxi driver when he picks you up from Gate 11!”, dia menunjuk pintu keluar.

Konter penyedia jasa taksi di Chiang Mai International Airport.

Mengikuti instruksinya, aku pun duduk di salah satu deret bangku bandara demi menunggu kedatangan pengemudi taksi yang dimaksud. Hingga pada akhirnya, beberapa menit kemudian,  seorang pria muda mendatangiku.

Taxi is ready, Sir”, dia menyapa dari sisi kiri tempatku duduk

Aku menoleh, memandang sebentar, lalu bangkit, “Oh, okay….I’m ready, Sir….Come On!

Aku mengikuti langkahnya menuju drop off zone di depan bangunan terminal. Tampak dari kejauhan, sebuah mobil listrik berwarna putih besutan Morris Garage (MG) telah menunggu dengan mesin menyala langsam.

Lepas memasukkan semua barang bawaan ke bagasi, aku menaiki mobil listrik itu dari pintu depan sisi kiri. Aku menghempaskan badan di kursi empuknya hingga akhirnya taksi merayap menuruni drop off zone menuju jalan utama kota.

Drop -off Zone Chiang Mai International Airport.

Chiang Mai is very hot, Sir”, aku menyela ketika dia berkonsentrasi di kemudi.

Yes, Sir….It’s been scorching these past few days”, dia menyeka dahinya yang berkeringat.

Tanpa suara, taksi itu meluncur cepat hingga akhirnya menjangkau jalur arteri menuju Le Light House & Hostel. Taksi terus meluncur cepat menuju timur, membelah kesibukan Mahidol Road.

Selanjutnya, aku tak banyak bercakap dengan pengemudi taksi, melainkan lebih memilih untuk menikmati suasana kota saja di sepanjang perjalanan menuju penginapan.

Perjalanan itu sendiri berlangsung sangat cepat, pengemudi muda itu melahap jarak lima kilometer hanya dalam waktu dua belas menit saja.

Tibalah aku di penginapan…..

Can I take a photo of the receipt?”, aku menunjuk nota pembayaran taksi di pintu sisi pengemudi.

Just take it. This is for you”, pengemudi itu sungguh baik, dia malahan memberikan nota pembayaran itu. Aku memang harus melakukan hal itu supaya nota pembayaran bisa aku reimburs ke kantor.

Ini dia penampakan taksi bandara yang kutunggangi.

Lepas turun dari taksi, aku langsung menuju ke lobby penginapan yang sebagian besar ruangannya didominasi oleh keberadaan Le Light Cafe. Pagi itu cafe sedang dikunjungi beberapa pengunjung yang kesemuanya tampak santai sembari menikmati hidangannya masing-masing.

Aku menggeret travel bag menuju resepsionis demi mengkonfirmasi kamar yang telah kupesan melalui sebuah aplikasi e-commerce perjalanan ternama.

Hi Ms….I’m Donny from Indonesia…I’ve booked a bed in your hostel….Can I check in now?”, aku menanyakan sesuatu yang sebetulnya sudah sadar bahwa permintaan check-in itu tak akan dikabulkan oleh si empunya penginapan.

Sir, you are on our list but check-in will only open at 2 pm”, wanita muda itu ramah menjawab.

Meja resepsionis Le Light House & Hostel.

Sadar diri belum bisa memasuki kamar, maka aku mundur dari meja resepsionis dan memilih untuk duduk di salah satu pojok cafe. Aku hanya duduk tanpa membeli apapun, hanya perlu menunggu hingga waktu hingga check-in tiba.

Tapi aku kalah, satu jam lamanya menunggu, akhirnya kelaparan melanda. Aku bangkit dan melangkah ke meja kasir untuk melihat menu makanan yang tersedia. Namun sayang, aku hanya menemukan berbagai jenis kue dan hidangan ringan saja di setiap lembaran menu yang kubaca.

Aku yang sangat menginginkan makanan hangat berkuah memutuskan untuk mencari tempat makan di luar penginapan.

Can I put my backpack in your locker?”, aku memohon pertolongan kepada resepsionis wanita itu.

Surely, Sir”, dia tersenyum ramah…..”Put there!”, dia menunjuk ke pojok lobby.

Thank you, Ms… I’ll just have a quick lunch”, aku menjelaskan.

Sejenak aku berburu tempat makan pada aplikasi berbasis peta dan kemudian menemukannya dalam waktu singkat.

Membuka pintu depan cafe, aku turun ke Bumrung Buri Road menuju tempat makan yang tertera di peta digital.

Aku melangkah cepat berkejaran dengan lapar…..Alamak

Kisah Selanjutnya—->

Chiang Mai International Airport: Tertahan di Conveyor Belt

<—-Kisah Sebelumnya

Hampir pukul sebelas pagi….

Aku merangsek di sepanjang cabin aisle demi menuruni Scoot Air TR 676. Ucapan “Thank You” saut menyaut terdengar di pintu keluar kabin. Begitulah standar pelayanan pesawat yang dilakukan para air crew maskapai manapun.

Melaui aerobridge, aku melangkah pelan, demikianlah kebiasaanku setiap tiba di airport yang baru pertama kukunjungi. Aku berdiri di salah satu sisi aerobridge demi memperhatikan kesibukan yang terpampang di apron. Aktivitas membongkar bagasi, mengisi ulang bahan bakar dan pengecekan performa mesin pesawat dilakukan dengan gesit oleh para ground staff yang berdedikasi terhadap profesinya.

Lepas menikmati suasana itu, aku melanjutkan langkah dengan berbelok ke kanan di ujung aerobridge. Aku menelusuri koridor kedatangan demi menemukan immigration zone. Bandara yang tak terlalu besar dengan ruangan-ruangan yang tak begitu banyak, membuat langkahku cepat tiba di deretan konter imigrasi.

Antrian lumayan panjang terlihat pagi itu. Beruntung banyak konter yang dibuka sehingga antrian bisa tertangani dengan baik. Aku juga memperhatikan bahwa para petugas imigrasi begitu cepat meloloskan semua pelancong untuk memasuki wiayah yuridis Thailand.

Begitupun diriku yang diproses oleh seorang petugas imigrasi pria paruh baya dengan rambut penuh uban. Tanpa bertanya apapun, dia memintaku untuk mencetak sidik jari dan berfoto di depan sebuah kamera kecil, setelahnya dia dengan cepat membubuhi stempel kedatangan di passport.

Aku yang memegang nomor bagasi, segera mencari keberadaan conveyor belt demi mengambil kardus yang isinya akan digunakan untuk acara konferensi yang akan berlangsung tiga hari setelah kedatanganku di Chiang Mai. Acara konferensi itu sendiri akan dilaksanakan di Provinsi Phuket dan aku sengaja memanfaatkan waktu untuk berkunjung terlebih dahulu ke Chiang Mai sebelum mengikuti konferensi.

Aku yang lama menunggu di sebuah conveyor belt mulai kebingungan karena deretan bagasi belum juga memasuki ruangan baggage claim. Hingga sepuluh menit kemudian, seorang ground staff menghampiri dan mengatakan bahwa area pengambilan bagasi untuk penerbangan Scoot Air TR 676 berubah ke conveyor belt paling ujung.

Begitu dia menunjukkan conveyor belt yang dimaksud, aku segera menujunya. Untuk beberapa saat menunggu akhirnya aku mendapatkan bagasi yang kucari.

Aku melangkah pergi dengan menyaut sebuah gelas kertas dan mengisinya dengan air minum di free water station demi menghilangkan rasa haus yang telah kurasakan sejak beberapa menit sebelum mendarat.

Segar lepas meneguk sedikit air minum, aku pun segera menuju exit gate untuk menggapai Arrival Hall.

Arrival Hall sangat ramai ketika aku tiba. Penuh insting, aku tak terlalu larut dalam keramaian itu, melainkan segera mencari konter penjualan SIM card. Dengan mudah aku menemukan konter telekomunikasi dominan merah, bertajuk “true 5G” dengan taglineNo. 1 Network in Asia Pacific”. Konter itu dijaga dua staff wanita muda. Aku sejenak membaca brosur berisikan harga paket data ketika mereka sedang melayani turis lain yang sedang membeli SIM card.

Konter true 5G.
Yuk, keliling di Arrival Hall.
Lucu kan ada meja begituan di airport.
Check-in Zone di Lantai 1.
Boarding Pass Machine.

Walau ada konter lain, demi menghemat waktu, aku memutuskan untuk membeli SIM card di konter itu saja. Membayar dengan 690 Baht, kemudian aku mendapatkan paket data unlimited untuk jangka waktu tiga puluh hari.

Tenang usai mendapatkan SIM card, aku segera mengeksplorasi seisi bandara dengan mengabadikan beberapa situasi dengan kamera. Aku menelusuri Arrival Hall dari ujung ke ujung bangunan terminal bandara.

Membutuhkan waktu sekitar dua puluh menit untuk mengeksplorasi bangunan bandara lantai 1. Sesudah merasa cukup mendapatkan foto-foto terbaik, aku memutuskan untuk mencari konter yang melayani jasa taksi menuju pusat kota.

Ya….Aku memang membeli SIM card terbaik dan menggunakan taksi. Itu karena semua biaya akan diganti oleh kantor tempatku bekerja.

Nah, enak kan jalan-jalan dibayari…..

Kisah Selanjutnya—->

Scoot Air TR 676 dari Singapura (SIN) ke Chiang Mai (CNX)

<—-Kisah Sebelumnya

Jangan salah fokus, gaes….Bahaya.

Pukul delapan pagi….

Kesibukan super cepat berlangsung di dalam kabin Scoot Air TR 676 tujuan Chiang Mai. Bunyi gesekan travel bag dengan kompartemen bagasi saut menyaut di sepanjang kabin, dipadu dengan rentetan nada “klik” yang dikeluarkan oleh karena pemasangan keledar keselamatan di pinggang masing-masing penumpang, membuat aku menikmati suasana khas penerbangan.

Aku telah duduk di aisle seat bernomor 18D, tepat di kabin sisi tengah, sembari sabar menunggu semua penumpang untuk bersiap.

Hampir setengah jam lamanya kesibukan itu berlangsung, hingga akhirnya semua penumpang telah duduk tenang di kursinya masing-masing.

Para awak kabin serentak bergerak ke sepanjang kabin untuk memperagakan prosedur keselamatan penerbangan yang pada akhirnya menyirap segenap penumpang hingga tanpa sadar pesawat sudah berdiri di ujung runway.

Pilot sesekali terdengar bercakap dengan pihak ATC (Air Traffic Controller). Hingga beberapa saat kemudian, kedua mesin jet kembarnya berdesing, lalu menghentakkan kabin panjang TR 676 ke depan, meluncur cepat di atas landas pacu menuju ujung lain runway Changi International Airport.

Pada kecepatan 140 Knot, akhirnya moncong pesawat menaik dan airborne terjadi dengan sangat cepat. Pemandangan apik kota Singapura terbentang dari atas ketika pesawat melakukan banking (bergulir) kea rah kanan. Tentu Marina Bay Sands menjadi aktor utama dalam pertunjukan singkat di atas Kota Singapura.

Pesawat terbang menuju utara. Pagi itu pesawat akan menempuh jarak sejauh lebih dari 2.000 km dengan waktu tempuh 2 jam 40 menit. Scoot Air TR 676  sendiri terbang dalam ketinggian jelajah  tiga puluh delapan ribu kaki.

Kembali ke dalam kabin. Aku duduk antusias di samping seorang wanita muda asal Singapura. Hal itu kuketahui dari passport merah yang dia selipkan di bagasi kursi. Wajahnya begitu berseri, mungkin karena dia hendak berwisata ke Chiang Mai. Sedangkan di window seat, duduk seorang perempuan paruh baya, dari raut muka dan perawakannya, wanita itu berasal dari Negeri Gajah Putih. Dia memilih untuk tidur selama penerbangan.

Perjalanan pagi itu berlangsung sangat mulus dan minim sekali turbulensi. Aku selalu saja mendapatkan kesan baik ketika terbang bersama Scoot Air. Sedangkan penerbangan terakhirku bersama Scoot Air adalah ketika pulang dari Maldives pada 6 Januari 2019.

Aku yang tak bisa memejamkan mata karena rasa excited untuk pertama kalinya hendak menginjakkan kaki di Chiang Mai, hanya terus membaca lembar demi lembar inflight magazine selama penerbangan.

Sok mau jajan aja kamu, Donny….

Hingga akhirnya rasa penasaran itu terkikis, ketika pilot menyampaikan informasi bahwa pesawat akan segera mendarat di Chiang Mai International Airport.

Terasa jelas, Scoot Air TR 676 mulai menurunkan ketinggian, sesekali aku mengintip ke jendela dari aisle seat. Daratan Chiang Mai mulai tampak jelas dari ketinggian. Hanya perlu menunggu beberapa saat hingga akhirnya pesawat menyentuh landas pacu dengan mulus.

Apron di Chiang Mai International Airport.

Rasa penasaranku semakin tak terbendung selama pesawat melakukan taxiing. Aku sudah tak sabar lagi untuk mengeksplorasi Chiang Mai, kota keempat yang pernah aku kunjungi di Thailand setelah Bangkok, Pattaya dan Phuket.

Kisah Selanjutnya—->