Menikmati Udang Gala di Pondok Pengkang

Usai menunaikan Shalat Ashar, aku menunggu kedatangan Koh Hendra di serambi Masjid Raya Mujahidin. Dia sudah menelponku sejak sebelum Ashar dan memintaku menunggu di masjid hingga dia datang.

Dalam menunggu, aku selalu celingukan ketika melihat mobil memasuki area parkir, selalu berfikir Koh Hendra telah tiba, padahal aku sendiri belum tahu jenis mobilnya….Ada-ada saja.

Hampir setengah jam menunggu. Akhirnya panggilan telepon dari Koh Hendra tiba.

Assalamu’alaikum, aku di parkiran masjid sebelah barat, Bang. Bisa jalan ke arah sini engga?”, Koh Hendra menegaskan posisinya.

Baik, saya ke sana, Koh”, tak berselang lama aku pun bersua dengannya.

Perkenalan singkat terjadi di belakang kemudi Avanza berkelir biru muda. Dari perkenalan itu aku baru tahu bahwa Koh Hendra berasal dari keluarga multi agama yang rukun.

Aku akan menempuh perjalanan menuju daerah Peniti di Kecamatan Siantan yang berjarak hampir empat puluh kilometer di utara Kota Pontianak.

Sebetulnya aku sudah pernah melewati daerah Peniti, yaitu saat pergi menuju Singkawang beberapa hari lalu ketika pertama kali tiba di Pontianak. Jadi aku tak terlalu asing dengan suasana jalan menuju ke sana.

Perjalanan itu berlangsung dalam suasana yang sangat akrab walaupun aku baru mengenal Koh Hendra. Aku lebih banyak mendengarkan cerita serunya ketika di berda’ wah hingga ke dalam pelosok Kalimantan Barat.

Tak terasa perjalanan satu jam dua puluh menit yang kutempuh telah mengantarkanku di halaman depan Pondok Pengkang.

Masuk ke dalam restoran, rasa budaya yang kental tersirat dalam interior rumah makan yang menggunakan tiang-tiang besar dengan ukiran khas Kalimantan. Sedangkan deretan meja makan dengan enam kursi berwarna hijau di setiap mejanya juga memilik ukiran kayu yang otentik. Aku dan Koh Hendra kemudian memutuskan duduk di salah satu meja di pojok selatan ruangan.

Begitu tiba, tampak beberapa pekerja rumah makan mendatangi Koh Hendra dan interaksi pertama yang mereka lakukan adalah saling memeluk satu sama lain. Cukup kumaklumi karena area dimana Pondok Pengkang itu berdiri merupakan bagian dari kampung Koh Hendra semasa kecil. Jadi kebanyakan pekerja di restoran ini adalah teman semasa kecilnya, tak khayal pertemuan tak direncanakan itu menjadi reuni mini bagi mereka.

Menghiraukan daftar menu di meja makan, Koh Hendra langsung saja menyebut sajian yang hendak kami santap, yaitu sebakul nasi putih, seporsi kepiting asam manis, sambal kepah (kerang), udang gala asam manis, cah kangkung dan dua gelas jeruk hangat.

Aku faham, bahwa Koh Hendra tentu tahu menu andalan di restoran tersebut. Tentu aku hanya mengamini saja pesanan itu. Toh aku kan lagi ditraktir jadi aku menikmati saja sajian yang dipesan oleh Koh Hendra.

Sepintas dari papan nama restoran disebutkan beberapa menu di dalamnya yaitu Pengkang, Sambal. Kepah, Sate Kepah dan Burung Punai. Dan Koh Hendra sempat bercerita dalam perjalanan bahwa resep resotoran ini selalu diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya. Jadi sudah dipastikan resep dan rasanya sangat otentik.

Begitu menu pesanan itu tersaji maka aku yang kelaparan, menyantap segenap menu dengan sangat lahap. Ternyata menu pilihan Koh Hendra memang memiliki cita rasa yang luar biasa.

Halaman depan Pondok Pengkang.
Yuk cari tempat duduk yang nyaman….!
Udang Gala Asam Manis.
Sambal Kepah (kerang).
Membakar dua ribu jepit pengkang dalam sehari dengan arang batok kelapa
Udang Gala yang merupakan hasil tangkapan nelayan di sekitar restoran.

Tak perlu menunggu lama, sajian di atas meja itu pun ludes tak bersisa. Berhubung masih berada di pertengahan waktu Shalat Maghrib maka Koh Hendra berinisiatif mengajakku shalat berjama’ah dengan karyawan restoran di musholla yang terletak di sisi utara restoran.

Sekembali dari musholla, aku tertarik dengan aktivitas di dapur Pondok Pengkang. Maka aku memohon izin untuk memotret beberapa gambar di dalam dapur untuk kusajikan dalam tulisan ini.

Kembali duduk di meja maka,. Ternyata Koh Hendra sudah memesankanku beberapa jepit Pengkang yang ditaruhnya dalam plastik dan dia telah membayar semua hidangan yang kita santap tadi. Jika memperhatikan daftar menu di meja makan aku memperkirakan bahwa semua sajian yang dipesan berharga tak kurang dari Rp. 400.000….Wah menu mewah tentunya buat seorang backpacker sepertiku.