Umm Suqeim Beach: Disempurnakan dengan Burj Al Arab

<—-Kisah Sebelumnya

Waktu terus bergulir, kali ini sudah pukul tiga sore. Aku pun bergegas meninggalkan Umm Suqeim Park untuk memulai eksplorasi di kawasan pantainya, Umm Suqeim Beach tentunya.

Melalui gerbang sisi utara, akhirnya aku berhasil keluar dari taman. Aku berdiri sejenak mengawasi pemandangan di depanku.

Pemandangan pertama adalah keramaian pengunjung dalam berburu makanan di Wide Range Fish & Grill Restaurant. Outlet es krim yang berada tepat di depan restoran tentu menjadi idolanya.

Pemandangan berikutya adalah banyaknya wisatawan yang berjemur di pantai.

Umm Suqeim Beach memang sering disebut dengan julukan Sunset Beach karena pantai inilah tempat terpopuler untuk menikmati matahari tenggelam di pesisir pantai utara Dubai. Tak heran, sembari menunggu drama alam itu terjadi, para pengunjung banyak yang menjemur diri di sepanjang pantai. Tentu, pengelola pantai menyediakan banyak bilik untuk berganti baju atau bahkan mandi setelah sesiangan menikmati pantai.

Selain sebagai tempat berjemur, Umm Suqeim Beach juga memiliki surfing zone untuk memfasilitasi para penggemar selancar yang sedang berkunjung ke Dubai. Tampak banyak papan peringatan untuk tidak berenang di sepanjang surfing zone tersebut.

Untuk menunjang keselamatan di sepanjang pantai maka tersedia menara-menara pemantau yang ditempati oleh par lifeguard.

Bagi wisatawan yang tidak ingin merasa capek untuk menyusuri Umm Suqeim Beach yang membentang hampir sepanjang satu kilometer, maka disediakan pula penyewaan sepeda serta tersedia jalur bersepada dengan dasar paving block yang tersusun rapi membentang di sepanjang pantai.

Lalu bagaimana dengan pengunjung yang tak mau berpanas ria sepertiku?

Untuk pengunjung yang hendak menikmati pantai tanpa tersengat matahari maka pengelola pantai menyediakan satu view point yang terlindung oleh atap dan berposisi sedikit lebih tinggi dari area sekitar.

Kebersihan pantai adalah satu hal yang menarik perhatianku saat mengunjugi Umm Suqeim Beach. Tak ada satu pun sampah yang tercecer di sepanjang hamparan pasir putihnya. Tampak dengan jelas bahwa tempat sampah berukuran besar ditempatkan di sepanjang pantai dengan interval teratur.

Pintu keluar sisi utara Umm Suqeim Beach yang menjadi akses menuju pantainya.
Al Darmeet Street yang membentang di sepanjang Umm Suqeim Beach.
Para wisatawan yang memilih berjemur.
Itu dia kontainer yang berfungsi sebagai bilik ganti dan mandi.
Sepedanya habis disewa.
Viewpont berpelindung.
Ujung barat pantai.

Pemandangan terakhit yang bisa kulihat adalah kesibukan di ujung pantai sisi timur dan baratnya. Deretan crane raksasa menjadikan penanda bahwa pada sisi itu sedang dilakukan reklamasi besar-besaran untuk menciptakan area-area komersial dan hospitality baru di kawasan tersebut.

Prediksi itu sudah jelas karena di sebelah barat Umm Suqeim Beach berdiri megah hotel bintang lima ternama yang untuk menginap di dalamnya saja harus mengeluarkan anggaran tak kurang dari dua puluh juta Rupiah per malamnya. Tak lain lagi, hotel itu adalah Burj Al Arab.

Hotel lain yang tampak ikonik arsitektur bangunannya adalah Marsa Al Arab yang berdiri megah menyejajari Burj Al Arab di sisi timurnya.

Beruntung aku bisa berinteraksi dengan beberapa wisatawan yang sedang mengunjungi pantai. Beberapa dari mereka meminta bantuanku untuk mengambilkan foto mereka dengan latar belakang Burj Al Arab. Tampaknya kebanyakan wisatawan yang datang ke pantai ini adalah mereka yang penasaran dengan penampakan Burj Al Arab dari jarak dekat. Termasuk dengan niatku tentunya, sama saja.

Akhirnya sebelum kunjungan berakhir, akupun meminta bantuan kepada seorang wisatawan asal Jepang untuk mengabadikan diriku bersama Burj Al Arab.

Disempurnakan dengan Burj Al Arab.

Kisah Selanjutnya—->

Umm Suqeim Park, Salah Satu yang Terbaik di Dubai

<—-Kisah Sebelumnya

Waktu telah menunjukkan pukul dua siang ketika aku melangkah melewati sisi barat Stasiun Pengisian Bahan Bakar Emarat. Emarat sendiri adalah perusahaan minyak milik pemerintah Uni Emirat Arab. Tepat di ujung sisi barat SPBU itu terdapat gerbang untuk memasuki Umm Suqeim Park.

Perutku berbunyi tepat ketika aku melangkah memasuki taman. “Saatnya makan siang”, aku membatin.

Oleh karenanya, aku memutuskan untuk langsung menuju ke toilet demi mencuci tangan. Toilet itu mudah ditemukan di sisi timur. Memasuki toilet aku sungguh takjub karena toilet itu berpenampakan layaknya toilet bandara….Modern, bersih dan wangi.

Selepas itu, aku segera menuju ke tengah taman, mencari tempat yang nyaman dan teduh untuk duduk, mengeluarkan foldable lunch box yang berisi beberapa kerat roti tawar, lalu aku mulai menyantapnya sebagai menu makan siang. Cara bersantap demikian masih saja menjadi caraku untuk menghemat anggaran selama mengeksplorasi kota-kota besar di kawasan Timur Tengah.

Hanya perlu waktu lima belas menit untuk menghabiskan beberapa kerat roti tawar tersebut. Aku pun segera beranjak dari tempat duduk yang berposisi tepat di bawah pohon rindang dan mulau menelusuri taman.

Karena terletak tepat di pinggiran Umm Suqeim Beach maka sudah pasti bahwa dasar dari taman ini adalah pasir. Pasir putih itu membentang menjadi alas utama yang membuat taman tepi pantai itu terlihat sangat unik dan istimewa.

Sedangkan bunga warna-warni yang tumbuh di segenap penjuru taman menjadikan taman itu terlihat sangat asri dan menyenangkan. Bunga-bunga itu dirawat dengan menggunakan metode drip irrigation. Dengan metode ini, air kan dialirkan melalui selang di atas atau dibawah tanah dan dijatuhkan tepat di akar tanaman dengan cara menetes sehingga akan menghemat sumberdaya air di sekitar lokasi taman.

Untuk pepohonan, tentu pohon palem masih menjadi pohon yang paling dominan ditanam karena memang palem adalah salah satu tumbuhan khas Jazirah Arab.

Kuperhatikan dengan seksama bahwa selain tempat duduk di area terbuka, Umm Suqeim Park juga menyediakan bangku-bangku dengan berpelindung umbrella shade ataupun naungan yang tebuat dari kayu dengan atap polycarbonate bening dan tebal.

Lalu fasilitas apa yang terinstall di Umm Suqeim Park?

Terlihat jelas bahwa taman seluas sekitar tiga hektar ini juga dilengkapi dengan jogging track beraspal. Bahkan di sepanjang jogging track tersebut dilengkapi dengan deretan tiang lampu. Tentu hal itu memberikan jaminan kepada masyarakat lokal dan wisatawan bahwa Umm Suqeim Park bisa digunakan untuk beolahraga di malam hari.

Sedangkan children’s play area juga disediakan dengan perlengkapan bermain seperti ayunan, see-saws and monkey bar yang membuat anak-anak bisa ikut beraktivitas ketika sebuah keluarga berkunjung.

Umm Suqeim Park juga menyediakan area parkir bagi mereka yang hendak bermain ke taman bersama keluarga dengan cara berkendara.

Sementara bagi pengunjung yang hendak menikmati taman dengan cara bersantai sembari menyeruput kopi maka pengelola Umm Suqeim Park juga menyediakan beberapa cafe dan restoran.

Misalnya saja di pintu taman sisi utara terdapat outlet Wide Range, sebuah fish and grill restaurant. Tak hanya itu, tepat di tengah taman pun terdapat cafe dan restoran untuk bersantai, outlet kuliner itu bernama Hot Fish.

Mulai memasuki taman.
Toilet di dalam taman.
Dominan beralaskan pasir putih.
Bunga yang hidup dengan metode drip irrigation. Terlihat jogging track yang cukup lebar di sebelahnya.
Tempat duduk beratapkan pelindung.
children’s play area.
Wide Range Fish and Grill Restaurant

Pemandangan lain yang kudapatkan selama berkunjung di taman tersebut adalah masifnya promosi Dubai Dolphinarium yang dilakukan di beberapa bagian taman, baik menggunakan standing banner maupun flyer yang disediakan dibeberapa titik masuk.

Dubai Dolphinarium sendiri adalah destinasi wisata indoor dengan pertunjukan lumba-lumba dan anjing laut di dalamnya.  Wisata tersebut terletak di sebuah kawasan yang bernama Umm Hurair 2,  tepat di sisi barat Dubai Creek.

Berkeliling taman selama hampir satu jam, selalu saja mudah menemukan pemandangan nan memukau. Pemandangan itu tak lain karena Umm Suqeim Park memiliki latar berupa arsitektur ikonik Burj Al Arab. Tak pelak Umm Suqeim Park telah menjadi salah satu taman terbaik di Dubai.

Kisah Selanjutnya—->

Al Ghubaiba Bus Station: Menunggu Dubai Bus No. 8

<—-Kisah Sebelumnya

Tepat tengah hari aku terduduk di pelataran utara Al Fahidi Fort. Aku duduk tepat di depan Dhow Boat –perahu tradisional khas Timur Tengah– yang menjadi property milik Dubai Museum. Sementara sang surya menyelinap malu di balik gumpalan awan yang melindungi kota dari sinar teriknya.

Para pengunjung masih berlalu lalang di hadapan demi menikmati nostalgia masa lalu Dubai di seantero museum. Sementara aku sedang berpikir keras, mencoba mempertaruhkan waktu antara menyudahi petualangan atau menambah lagi satu area destinasi.

Destinasi itu berjarak hampir dua puluh kilometer di arah selatan, tepat di pesisir pantai Jumeirah. Daerah itu bernama Umm Suqeim, area pantai dimana bangunan hotel ternama Burj Al Arab berada. Letaknya di sebelah utara pulau reklamasi elit Palm Jumeirah yang kukunjungi sehari sebelumnya.

Aku berpikir keras karena siang itu aku mulai memiliki faktor pembatas, yaitu penerbangan menuju Muscat pada malam harinya.

Kuperkirakan membutuhkan waktu tak kurang dari tiga setengah jam untuk perjalanan pulang pergi hingga tiba di penginapan kembali. Tentu aku harus kembali ke penginapan untuk mengambil backpack yang kutitipkan di Zain East Hotel semenjak check-out pagi hari sebelumnya.

Sementara itu, paling tidak membutuhkan waktu sekitar dua jam untuk mengeksplorasi kawasan Umm Suqeim. Jadi paling tidak aku akan sampai kembali di penginapan pada pukul enam sore. Penerbanganku ke Muscat sendiri akan dimulai pada pukul sembilan malam.

“Tidak usah ragu, Donny….Masih cukup waktu untuk melakukan eksplorasi tambahan…Cepat….Cepat….Cepat”, aku meyakinkan diriku sendiri untuk membuang rasa ragu

Aku pun segera menetapkan rute dan titik tolak untuk berangkat. Aku yang tak memiliki kuota internet lagi, segera memahami peta secara manual. Beruntung sebuah aplikasi berbasis peta memecahkan permasalahan itu, aku diarahkan oleh aplikasi itu untuk menggunakan jasa Dubai Bus No. 8 yang berangkat dari Al Ghubaiba Bus Station.

Kuperhatikan dengan cemat di dalam peta digital bahwa terminal bus itu berada sekitar satu setengah kilometer di barat tempatku berdiri, Dubai Museum.

Aku segera mengayunkan langkah cepat menujunya. Aku tiba dalam dua puluh menit, dengan nafas tersengal aku memasuki terminal itu dari sisi 16th Street di sisi barat terminal.

Begitu memasuki area terminal aku terdiam sejenak. Memperhatikan segenap penjuru terminal. Aku menyunggingkan senyum oleh karena perwujudan terminal yang diluar dugaanku sendiri. Al Ghubaiba Bus Station hanyalah sebuah tanah lapang beraspal yang disekat sekat dengan concrete barrier. Hanya ada beberapa platform yang diberikan atap, sisanya adalah tanah lapang dengan tiang-tiang penanda rute.

Dari sekian luas terminal, tentu akan membutuhkan banyak waktu jika aku harus menyisirnya satu per satu demi menemukan platform dimana Dubai Bus No. 8 akan berangkat. Untuk menyingkat waktu itu, aku bertanya ke seorang petugas terminal yang tampak mengatur lalu lintas di dalamnya.

“Over there…In west side near McDonald’s outlet, Sir”, petugas itu menjelaskan sembari menunjukkan tangannya jelas ke satu titik.

Hanya sedikit bagian dar terminal yang berkanopi.
Mari lihat lebih dekat!
Penampakan sebagian besar terminal. Area terbuka yang luas.
Platform Dubai Bus No.8 dengan tujuan akhir Ibn Battuta Metro Station.

Dengan petunjuk itu, aku pun menemukan platform dengan mudah. Dan ketika berdiri di depan platform, naluri blogger mendorongku untuk segera mengambil beberapa foto yang kuanggap perlu.

Wait….Wait….Wait. Don’t take picture with me in it”, tegur seorang pria India yang duduk di bangku platform. Dia mendekatiku dan memintaku memperlihatkan foto yang baru saja kuambil. Aku pun mengabulkannya.

Yes…this….you must delete this photo”, dia menunjuk ke layar kamera mirrorlessku.

Okay, Sir…No Matter, I deletes it now”, aku menenangkannya.

Usai kejadian itu, aku pun duduk bersebelahan dengannya dan kami berdua malah bercakap akrab sembari menunggu kedatangan bus.

Sebut saja namanya Sanu yang merantau dari tempat kelahirannya di India demi mengadu nasib di kota megapolitan Dubai.

Percakapan hangat itu terasa begitu cepat dan segera terhenti karena Dubai Bus No. 8 telah tiba di platform.

Saatnya menuju Umm Suqeim….

Kisah Selanjutnya—->

Menjajal Dubai Tram: Memahami Rute

<—-Kisah Sebelumnya

Aku meninggalkan Burj Khalifa setelah hampir satu jam berada di halaman depannya. Terik surya masih saja menyengat, tiupan angin yang menghembuskan udara kering terus menghantam badan yang semakin basah dengan peluh.

Aku mempercepat langkah atas kondisi itu….

Beberapa menit kemudian, aku sudah memasuki Dubai Mall/Burj Khalifa Station yang menawarkan suhu dingin di dalamnya. Aku memasuki lift demi menuju platform, untuk kemudian bertemu dengan seorang pria muda berperawakan India.

Semenjak lift naik ke atas maka terjadilah percakapan ringan di dalamnya. Sebut saja namanya Ahmed, seorang pegawai kantoran yang sedang menuju ke kantor. Dia telah bekerja sebagai seorang professional di Dubai sejak tiga tahun silam.

“It’s very interesting to visiting many countries like what you do, Donny”, begitulah dia tertarik dengan segenap pengalaman yang kuceritakan dalam waktu singkat kepadanya.

“Sometimes, I will do like what you do, Surely”, Ahmed menambahkan.

Percakapan kami akhirnya terputus dengan hadirnya Dubai Metro berwarna biru langit. Aku menaiki gerbong tengah sedangkan Ahmed tercecer di gerbong lain. Kondisi penumpang yang penuh sesak, memaksaku berdiri hingga di tujuan akhir.

Melintasi jalur merah (red line) Dubai Metro yang merupakan jalur layang dari arah utara menuju selatan sejauh hampir 20 km maka dalam tiga puluh menit aku tiba di DAMAC Properties Station. DAMAC Properties sendiri adalah perusahaan pengembangan properti yang cukup terkenal di Dubai.

Dubai Metro Red Line (Menuju DAMAC Properties Station).
Penampakan Burj Al Arab dari dalam Dubai Metro.
Nah, itu dia DAMAC Properties Station….Yukz, turun.

Perjalanan pendek bertarif 5 Dirham itu berhasil menurunkanku di DAMAC Properties Station, aku diarahkan menuju koridor skywalk yang gagah mengangkangi Sheikh Zayed Toll Road. Jalan tol itu sendiri memiliki enam jalur di setiap ruasnya.

Di tengah skywalk, aku mencoba mengamati sekitar dan mencoba memahami rute transportasi massal di tempatku berdiri. Tampak di depan arahku melangkah adalah ujung skywalk dengan gerbang DAMAC Properties Station yang berlokasi di utara jalan tol. Sedangkan jalur tram tampak terlihat tepat di sisi utara Sheikh Zayed Toll Road. Itu artinya jalur Dubai Tram berada di pertengahan DAMAC Properties Station Gate sisi utara dan selatan.

Sejenak aku menikmati lalu lalang tram dari koridor skywalk, tampak tram dengan tujuh gerbong pendek melintas anggun di lintasan.

Jalur Dubai Tram sendiri terletak di Distrik Al Sufouh. Memiliki lintasan sepanjang hampir 15 kilometer. Telah melayani rute lebih dari delapan tahun, menggolongkan tram ini sebagai moda transportasi baru di Dubai. Jalur tram ini membentang dari Al Sufouh Station di utara menuju Jumeirah Beach Residence 2 Station di selatan. Serta memiliki koneksi ke moda transportasi lainnya yaitu Palm Jumeirah Monorail di Palm Jumeirah Station.

Skywalk menuju jalur Dubai Tram.
Sheikh Zayed Road Toll Road tampak dari skywalk.
Itu tuh Dubai Tram lagi lewat.

Karena stasiun Dubai Tram yang terkoneksi dengan DAMAC Properties Station tempatku turun dari Dubai Metro adalah Dubai Marina Station, maka aku akan menuju tujuan berikutnya dari stasiun tram tersebut.

Dalam waktu kurang dari sepuluh menit, tram itu tiba dan aku menaikinya di gerbong tengah. Mengambil posisi berdiri aku menaiki tram tersebut dengan penuh rasa kagum. “Kapan ya Jakarta punya tram bagus kek gini?”, aku membatin dan berharap.

Meluncur bersama penumpang lainnya, aku melintasi Marina Towers Station, Mina Seyahi Station dan Media City Station sebelum akhirnya tiba di stasiun tujuan, yaitu Palm Jumeirah Station. Biaya perjalanan menggunakan tram ini sangatlah terjangkau, hanya 3 Dirham saja.

Aku bergeas turun ketika tram itu berhenti dan bersiap untuk melangkah di koridor penghubung antara jalur Dubai Tram dan jalur Palm Jumeirah Monorail.

Dubai Marina Station, titik awalku menaiki Dubai Tram.
Begini wujud Dubai Tram dari jarak dekat.
Yukz, naik Dubai Tram…
Aku turun di Palm Jumeirah Station.

Aku bersiap mencicipi moda transportasi massal ke empat di Dubai, yaitu Palm Jumeirah Monorail.

Kisah Selanjutnya—->