Marina Beach Garden Park: Bertemu Three Musketeers

<—-Kisah Sebelumnya

Lantas aku meninggalkan Beit Al Qur’an dari sisi timurnya. Beruntung sekali aku menemukan jalan kecil yang menikung keluar dari ruas utama Shaikh Hamad Causeway. Jalan tembus itu terasa hidup dengan keberadaan Sail Monument yang berdiri gagah tepat di sebuah t-junction.

Maka tikungan itu mengantarkanku untuk melangkah di ruas baru, Al Fatih Highway nama ruas jalan itu.

Al Fatih Highway adalah jalan dengan enam ruas yang terbagi dalam dua arah dengan satu jalur flyover ditengahnya.

Aku menelusuri sisi barat jalan yang juga merupakan sebuah area diplomat dimana Kedutaan Besar Pakistan, Oman, Perancis, dan Irak berada. Area diplomat itu membentang hingga sejauh setengah kilometer di sebelah barat Al Fatih Highway.

Sementara waktu hampir saja menyentuh jam empat sore. Sedangkan Al Fateh Grand Mosque belum juga terlihat batang hidungnya. Di lain sisi, aku sudah merasa kepayahan melawan fatigue otot betis.

Olah karena Al Fateh Grand Mosque terletak tepat di sisi timur Al Fatih Highway, maka kuputuskan untuk segera menyeberang saja karena di hadapanku telah nampak sebuah jembatan penyeberangan yang cukup besar dan mengangkangi Al Fatih Highway yang memiliki lebar tak kurang dari tiga puluh meter.

Walau tampak sepi, aku tanpa ragu menaiki anak tangga demi anak tangga untuk melintasi jembatan penyeberangan berbahan beton itu.

Sampai di pertengahan jembatan penyeberangan, aku berhenti. Sejenak tatapan mata terarah ke selatan. Padu padan antara antrian kendaraan, deret hijau pohon palem pemisah ruas, ruang terbuka hijau di sisi timur dan penampang biru ceruk laut Khawr Al Qulay’ah yang dilatar belakangi oleh ragam desain gedung-gedung pencakar langit yang pada akhirnya mengkreasikan sebuah pemandangan elok di sore nan cerah itu.

Untuk kemudian tatap mataku tertuju pada Ruang Terbuka Hijau di sisi timur…. “Marina Beach Garden Park”, aku mengetahui julukannya dari sebuah papan nama.

Turun dari jembatan penyeberangan maka secara otomatis aku terhantar di Marina Beach Garden Park. Maka, hal pertama yang kulakukan di taman itu adalah meminum air yang disediakan di salah satu titik free water station, aku mencoba meredam rasa haus setelah berjalan hampir tujuh kilometer sedari pagi.

Melintasi jalur taman yang cukup lebar untuk dilewati kendaraan roda empat, aku mencoba mencari tempat duduk demi mengendorkan fatique otot betis. Aku pun mendapatkan bangku kosong dan segera mengakuisisinya.

Untuk beberapa saat aku terduduk cukup lama di bangku taman itu, menikmati pemandangan dimana beberapa keluarga lokal yang harmonis sedang menikmati santap siang bersama diatas lembaran alas sederhana. Atau keluarga kecil beserta putra atau putrinya yang menghabiskan waktu di kids playground area sisi barat taman. Bahkan pemandangan pantai yang bersih dan diperindah dengan panorama kota berupa juluran tinggi gedung-gedung pencakar langit menjadi penanda bahwa aku tak jauh lagi dari distrik bisnis utama di Kota Manama.  

Beberapa waktu kemudian….

Hello, can we sit here?”, tiga pria muda menyapa dari balik punggungku

Oh, sure”, aku menggeser duduk di ujung bangku beton.

Maka terduduklah di sebelahku tiga orang pria muda. Kami pun bercakap akrab, saling memperkenalkan diri dan kemudian membahas berbagai macam hal.

Al Fatih Highway.
Marina Beach Garden Park.
Mulai ramai oleh masyarakat lokal.
Penampakan Distrik Al Fateh di kejauhan.
Boat Berth di timur taman.
Bercanda dengan three musketeers dadakan.

Satu diantara mereka ternyata seorang anggota kepolisian Kerajaan Bahrain, seorang lagi seorang pegawai pemerintahan dan yang terakhir adalah seorang yang bekerja di sektor swasta. Mereka sepertinya tiga sahabat karib.

Mereka banyak bercerita mengenai jalannya pemerintahan yang dikendalikan oleh raja Hamad, berbicara juga mengenai kesibukan salah satu dari mereka dalam menjalankan bisnis, bahkan kami juga membahas mengenai gempa di Lombok yang pernah dirasakan oleh pria yang bekerja di pemerintahan.

Tapi ada satu topik lagi yang sangat mengherankan kenapa tetiba bisa diangkat oleh salah satu dari mereka….Topik itu adalah perihal ladyboy…..Wah parah, awalnya aku menaruh gelagat curiga, tetapi setelah mencoba tenang ternyata memang itu hanya percakapan ringan dan candaan saja….Hahaha. Ada-ada saja ya….Ngeri-ngeri sedap.

Kiranya aku telah cukup lama berbincang dengan mereka maka aku pun segera pamit undur diri demi melanjutkan perjalanan menuju Al Fateh Grand Mosque.

Kisah Selanjutnya—->

Beit Al Qur’an: Sebuah Alternatif Datang….

<—-Kisah Sebelumnya

Lewat jam dua siang….

Aku sedikit menyeret kaki ke arah selatan, tentu karena rasa capek yang mulai menggelayut. Tak terasa aku sudah mengitari kota setengah dengan arah putaran berlawanan arah jarum jam, berhasil menyisir sisi barat hingga utara.

Saatnya bergerak ke sisi timur”, aku berujar dalam hati dengan sedikit rasa was-was jikalau matahari mendahului terbenam sebelum aku tiba di penginapan.

Aku kembali menyeberangi jalan bebas hambatan King Faisal Highway untuk menggapai Palace Avenue, sebuah jalan protokol yang membelah sisi timur ibukota Manama dari arah utara ke selatan.

Tiba di sebuah perempatan besar dengan tengara Ras Rumman Mosque, aku mengubah haluan menuju timur melalui Shaikh Hammad Causeway, sebuah jalan protokol selebar tak kurang dari 25 meter yang memiliki enam ruas dengan dua arah.

Shaikh Hamad Causeway telah kutetapkan sebagai akses berjalan kaki menuju museum modern penyimpan koleksi Al Qur’an langka, kaligrafi dan berbagai artefak Islam, Beit Al Qur’an adalah nama tempat tersebut.

Hampir dua kilometer menyeret langkah, akhirnya aku tiba.

Tapi……

Sepi……

Tak ada siapapun di terasnya. Aku yang tak mudah menyerah mencoba mengintip ke dalam ruangan gedung lewat pintu kaca. Aku melihat ada dua orang bercakap di dalam.

Lama tak mendapatkan perhatian, aku memutuskan menunggu hingga mereka keluar. Kuhabiskan beberapa saat waktuku di teras museum dengan membaca beberapa warta yang terhampar di papan informasi.

Tetapi dua orang di dalam tak kunjung keluar…..

Aku memutuskan untuk mendekati pintu kaca itu kembali. Mengetuknya, sesekali melambaikan kedua tangan lebar-lebar untuk mendapatkan perhatian kedua orang itu yang sedang asyik bercakap di dalam gedung.

Akhirnya…..

Satu di antara mereka menoleh ke arahku. Aku menjadi sumringah karena dia mulai melangkah menujuku. Aku pun bersiap menemuinya.

Tiba juga di Beit Al-Qur’an.
Kok Sepi…..
Aku pun meninggalkannya.

Can I help you, Sir?”, dia bertanya penuh senyum

Sir, can I go inside the museum to have a look around?”, aku mengajukan pertanyaan.

Oh God, I’m sorry, the museum is closed today. We are closed on Friday”, dia tampak sedih melihat keberadaanku.

Where are you come from?”, dia melanjutkan bertanya.

Very very far country, Sir….Indonesia”, aku menjelaskan sembari berharap.

You can come tomorrow”, dia membesarkan hatiku

Tommorow I will visit a destination outside Manama City, Sir”, aku memastikan.

Do you want to know about the history of Islam in Bahrain?”, dia sepertinya akan memberikan sebuah alternatif.

Sure, Sir”, aku antusias.

You can go to Al Fateh Grand Mosque, where an imam stands guard and explains about the Islamic history of our country. I think it’s a worthy substitute for this museum”, di menepuk-nepuk pundak kananku.

It’s an interesting idea for sure. Alright, I’ll go there now. Thank you for your suggestion, Sir”, aku akhirnya berpamitan dan melangkah pergi.

Kisah Selanjutnya—->