SriLankan Airlines UL 225 dari Colombo (CMB) ke Dubai (DBX)

<—-Kisah Sebelumnya

Rute SriLankan Airlines UL 225 (sumber: flightaware).

Hatiku sumringah usai memergoki nomor penerbanganku pada salah satu tampilan Flight Information Display Siystem (FIDS) di sudur transfer hall Bandaranaike International Airport.

Yiaayyy, sebentar lagi berangkat ke Dubai”, hatiku bersorak girang.

Dengan sigap aku menyudahi aktivitas mengisi daya baterai smartphone dan Canon EOS M10 yang sudah kulakukan sedari beberapa waktu lalu.

Tau gak sih?, kalau aku harus lama berdiri menunggui “alat bantu perjalanan” itu selama dicharge. Hal ini dikarenakan charging station itu berada di sebuah tiang nan ramai dengan lalu-lalang pengunjung bandara. Sedangkan apron view tempatku duduk sebelumnya berada sepuluh meter dari tiang tersebut.

Hmmhhh…..

Sembari menahan betis yang pegal karena terlalu lama berdiri, aku segera melangkah menuju gate 14 seperti yang diperintahkan dalam FIDS. Kali kedua mengunjungi bandara ini, membuatku dengan mudah menemukan gate itu.

Terduduklah aku di kursi tunggu di luar waiting room, gate belum sepenuhnya siap mengantarkan penumpang menuju penerbangan.

Aku tersenyam-senyum sendiri, memperhatikan seorang perempuan muda asal Eropa yang tampak bermain dengan kedua anak perempuannya yang sepertinya masih bersekolah dasar. Mereka memanfaatkan pojok koridor untuk melakukan permainan melompat, berlari dan menari. Sungguh lucu dan menggemaskan. Sementara sang suami tampak sibuk menelpon ke sana kemari.

Selang beberapa waktu, tetiba bangku sebelah kananku yang kosong telah diduduki oleh seorang wanita. Selepas duduk, dia tampak gelisah, tatapnya terus berpindah-pindah titik pandang. Hal itu membuatku penasaran, kuliriknya apa yang dia pegang. Tak salah lagi, itu paspor hijau Republik Indonesia.

“Ada apa gerangan wanita ini sendirian sampai di Sri Lanka?”, aku membatin.

Mencoba menenangkan suasana aku pun berinisiatif untuk membantu,

Ibu mau terbang kemana?“, aku memulai pertanyaan.

“Loh, masnya orang Indonesia toh?, Alhamdulillah ada teman. Saya mau terbang ke Dubai, bingung cari gate, mas”

“Gate berapa, bu?”

“14, mas. Tapi ini kok nomor penerbanganku kok ga sama seperti yang tertera di gate ya, mas?”

“Sebentar, bu”, aku bangkit dari tempat duduk dan berinisiatif bertanya kepada seorang petugas aviation security yang sedang berdiri di depan gate. Dia menjelaskan singkat bahwa gate 14 akan digunakan untuk dua penerbangan.

Aku menjelaskan perihal ini ke si ibu bahwa penerbangannya akan mendahului penerbanganku dan dia menganguk faham setelah kujelaskan. Masalah selesai, kini si ibu bisa menunggu pernerbangannya dengan tenang.

Sebelum si ibu terbang, beliau bercerita bahwa dirinya sedang menuju Dubai untuk berkerja sebagai seorang asisten rumah tangga pada sebuah keluarga Arab di sana. Dia menemukan majikan yang baik hati dan baru kali ini dia pertama kalinya terbang sendirian tanpa teman-temannya sehabis mudik ke kampung halaman.

Beberapa menit kemudian, si ibu berpamitan dan mendahuluiku terbang ke Dubai.

Beburu gate….
Menunggu terbang…
Kenapa kalau masuk kabin, pramugari selalu menjadi pusat perhatian….Selain cantik, apalagi ya alasan lainnya?

Usai waiting room kosong kembali dari penumpang, maka giliranku untuk memasukinya dan bersiap diri untuk terbang. Setelah menunggu beberapa saat di waiting room, akhirnya gate pun dibuka untuk mengalirkan penumpang ke kabin pesawat.

Memasuki aerobridge, aku mengantri di sepanjangnya demi memasuki kabin pesawat.

“Dari Indonesia, Mas?”, seseorang di belakangku menyapa.

“Eh, iya mas. Lho mas dari mana? Saya dari Jakarta”.

“Saya dari Sidoarjo, Mas”

“Aku tadi juga barusan ketemu sama seorang ibu dari Wonogiri lho, Mas. Wah di Sri Lanka malah banyak saudara sendiri ya, mas….Hahaha. Kerja di Dubai, Mas? “

“Iya, Mas, aku kerja di kapal pesiar”.

“Wah mantab, gajine gede pasti”.

“Alhamdulillah, biasa aja, Mas. Masnya juga kerja di sana ta?”

“Ndak mas, aku cuma ingin liat-liat Dubai bentar. Aku kerja di Jakarta”.

Tak terasa percakapan itu terbawa hingga ke dalam kabin pesawat dan terhenti ketika aku menemukan tempat duduk.

“Ati-ati ya mas di jalan, takut nanti di bandara Dubai ndak ketemu lagi”, dia mendahului ucapan perpisahan

“Iya mas, hati-hati juga kerja di sana”

Aku pun duduk dan dia mulai mencari bangkunya di kabin belakang.

—-****—-

Terduduk di bangku bernomor 56G di kolom tengah, aku mulai mengeksplorasi beberapa majalah dan brosur di kursi, membaca Serendib Treasure yang menjadi shopping cataloque milik SriLankan Airlines dan selembar “Taste Our World” yang menyajikan menu penerbangan dari Colombo menuju kawasan Timur Tengah.

Tak lama kemudian, pesawat bersiap lepas landas

Aku memperhatikan sejenak demo keselamatan penerbangan yang dilakukan oleh para awak kabin, untuk kemudian usai pesawar telah airborne maka aku mulai berselancar di LCD TV untuk menonton sebuah film. Kuputuskan untuk mengulang kembali menonton film “Green Lantern” yang diperankan oleh Ryan Reynolds.

Memotong sejenak waktuku setelah beberapa saat menonton….

Awak kabin mulai mendorong food trolley dari arah kabin belakang, aku kembali melihat menu dan kemudian memutuskan untuk memilih Chicken Red Curry sebagai hidangan utama dan untuk dessert kujatuhkan pilihanku pada Rice Phirni (hidangan manis khas Asia Selatan yang dibuat dari nasi putih bubuk, susu, dan gula) serta orange juice sebagai minumannya.

Apapun itu….Flag carrier pasti selalu nyaman walau di kelas ekonomi.
Duh kemampuan english listeningku pas-pasan….
Alhamdulillah, setelah 26 jam ga ketemu nasi.

SriLankan Airlines UL 225 sendiri merupakan penerbangan selama empat setengah jam melintasi Laut Arab. Menempuh jarak udara sejauh kurang lebih 3.300 kilometer.

Penerbangan kali ini menjadi penerbangan ketigaku bersama flag carrier milik Negeri “Permata Samudera Hindia”.

Ketika aku sudah di pertengahan perjalanan, film pun usai menonton film, maka kusempatkan diri untuk tidur sejenak sebelum tiba di Dubai.

ZZZzzzzzz……….

—-****—-

Aku terbangun dari lelap ketika lampu kabin dinyalakan. Para awak kabin tampak sigap dan serius mengecek satu persatu sabuk keselamatan dan sandaran kursi setiap penumpang. Aku yang tak pernah melepaskan sabuk keselamatan pun dilaluinya begitu saja.

Sebentar lagi pesawat akan mendarat di Dubai International Airport.

Jantungku mulai berdebar, menunggu kejutan-kejutan lain di tempat yang baru pertama kali aku datangi.

Dubai International Airport Terminal 1.

Welcome Dubai.

Kisah Selanjutnya—->

7 Jam Transit di Bandaranaike International Airport

<—-Kisah Sebelumnya

Tiba di Colombo.
Koridor menuju transfer hall.

Hampir pukul setengah dua siang ketika roda-roda raksasa SriLankan Airlines UL 166 menyentuh landas pacu. Sedangkan di dalam kabin, aku terduduk sangat tenang di kursi bernomor 50G tepat di sisi kanan kolom tengah yang merupakan exit row sisi tengah kabin.

Tak ada yang perlu dikhawatirkan, Donny. Bukankah dirimu telah menaklukkan bandar udara ini tahun lalu?”, begitulah tutur hati menenangkan debar dada.

—-****—-

Setahun sebelumnya….

Tepatnya awal Januari 2019, sekitar pukul setengah lima pagi, aku tiba usai melakukan penerbangan dini hari selama dua setengah jam dari Chhatrapati Shivaji International Airport di Mumbai dengan menumpang Jet Airways dengan nomor penerbangan 9W 256.

Disusul empat hari setelahnya, aku menyambangi kembali bandara ini ketika hendak melanjutkan perjalanan menuju Maldives. Kala itu aku dihantarkan oleh SriLankan Airlines UL 0109.

Masih tentang Sri Lanka,

Buat apa sih kamu ke Sri Lanka, Donny?”, begitulah pertanyaan tertrending di telinga bahkan enam bulan sebelum hari keberangkatan.

Pertanyaan yang hanya kujawab dengan senyum….Wkwkwkwk. Aku fikir pertanyaan ini tak perlu dijawab dengan serius karena setiap orang memiliki persepsi yang berbeda-beda terhadap opsi bertraveling. Lebih baik berbagi rencana daripada berdebat….Iya, kan….Hahaha.

—-****—

Menuruni Airbus A330-300 melalui aerobridge aku diarahkan menuju koridor kedatangan. Tatapku jeli mencari koridor lain menuju transfer hall. Tentu aku enggan meninggalkan bandara walaupun sebetulnya bisa-bisa saja. Masuk kota Colombo untuk pejalan Indonesia tak gratis ya kala itu? Harus menyisihkan uang sebesar 25 Dollar Amerika untuk menebus eVisa negara “Permata Samudera Hindia” itu.

Tapi dengar-dengar, sekarang pejalan Indonesia bisa mendapatkan free visa untuk berlibur ke sana selama 30 hari. Wah….Hal yang menarik nih.

Kembali ke pencarian transfer hall….

Masih fokus mencari markah menuju transfer hall. Bahkan sebelum menemukan markah tersebut, aku telah memutuskan untuk tinggal di bandara dan menikmati suasanya selama kurang lebih tujuh jam ke depan.

Setelah sepuluh menit melangkah, akhirnya aku berhasil memasuki transfer hall. Tentu untuk memasukinya aku harus melewati pemeriksaan tiket connecting flight dan dilanjutkan dengan pemeriksaan melalui screening gate yang dijaga ketat petugas.

Nah untuk bandara ini, transfer hall secara umum akan berfungsi juga sebagai departure hall bagi penumpang yang akan melakukan direct flight.

Pertama kali memasuki ruangan, interior yang paling mencolok dan mudah terekam dalam ingatan dari transfer hall bandara ini adalah sculpture Buddha yang berada di ruang utama hall. Tahun sebelumnya aku tak berani mengambil foto patung tersebut karena takut berbuat kesalahan dengan melanggar beberapa larangan penting dalam hal adab berfoto di patung Buddha itu.

Tetapi setelah membaca dan memperhatikan aturan dengan detail, terutama aturan tidak boleh berfoto membelakangi Buddha, maka aku berhasil menangkap gambar Buddha itu.

Satu hal lagi yang kuingat adalah berasa kurang nyamannya diriku ketika berada di bandara ini karena kebiasaan beberapa petugas cleaning service yang sering meminta uang kepada pengunjung seusai menggunakan toilet. Aku sendiri mengindahkan sikap mereka di pintu toilet. Walaupun mereka tidak memaksa tetapi tetap saja menjadikan sebuah ketidaknyamanan tersendiri.

Nah, pengen tahu ndak apa yang kudapatkan….

Yuk kita intip, ada apa saja di transfer hall Bandaranaike International Airport:

Patung Buddha di ruang utama.
Duty free zone.
Serendib Lounge, lounge eksekutif milik SriLankan Airlines. Tau kan makna “serendib”? ….Yups, “tempat tinggal pulau singa”.
Departure hall terlihat dari lantai atas.
Ruang tunggu dengan pemandangan apron. Spot terbaik versiku nih.

Usai mengeksplor seisi transfer hall, kuputuskan untuk menghabiskan waktu dalam menikmati aktivitas loading-unloading SriLankan Airlines dari ruang tunggu sembari mengisi ulang daya baterai segenap peralatan elektronik yang kubawa demi bersiap-siap mengeksplore Dubai esok paginya.

Beruntung aku masih memiliki bekal beberapa potong jajanan khas India yang kuperoleh dari menukarkan semua uang koin tersisaku di sebuah kedai makanan di Kochi sebelum aku menuju Colombo.

Kisah Selanjutnya—->

SriLankan Airlines UL 166 dari Kochi (COK) ke Colombo (CMB): Mampir Lagi

<—-Kisah Sebelumnya

Rute penerbangan SriLankan Airlines UL 166 (sumber: flightaware)

Lewat beberapa menit dari pukul sembilan pagi, aku mulai memasuki kabin pesawat Airbus berjenis A330-300 dari gate 4. Penerbanganku baru saja dipindahkan oleh otoritas bandara dari gate 1 yang awalnya direncanakan.

Di pintu pesawat aku disapa oleh barisan pramugari berbusana sari warna hijau dengan motif bulu merak yang merupakan seragam khas awak kabin Srilankan Airlines, flight carrier milik “Negara Permata Samudera Hindia”.

Begitu memasuki kabin, aku segera menelusuri cabin aisle untuk mencari keberadaan bangku bernomor 50G. Ternyata aku menemukannya di deretan bangku kolom tengah yang sejejar dengan emergency exit. Hal ini tentu menjadi sebuah keuntungan tersendiri karena aku akan mendapatkan ruang duduk yang cukup lega untuk menyelonjorkan kaki. Hanya satu kekurangannya, yaitu aku tidak akan mendapatkan fasilitas LCD screen untuk menonton film sepanjang penerbangan….Impas berarti….Hihihi.

Penerbangan ini akan menempuh jarak tak kurang dari lima ratus kilometer dengan waktu tempuh berkisar satu jam. Penerbangan ini sendiri akan menuju mainhub dari SriLankan Airlines yaitu Bandaranaike International Airport yang terletak di kota Colombo, ibu kota Sri Lanka.

Penerbangan ini adalah penerbangan keduaku bersama SriLankan Airlines dimana penerbangan pertama pernah kulakukan bersamanya ketika melakukan perjalanan udara dari Colombo (CMB) ke Male (MLE) pada awal tahun 2019 menggunakan penerbangan bernomor UL 103.

Pagi itu, entah kenapa ketika pesawat sedang berproses taxiing dan take-off, aku mendengar suara berisik di bagian bawah pesawat, suara yang tak seperti biasanya membuatku sedikit khawatir. Tetapi yang namanya penerbangan, tak bisa yang banyak dilakukan, ketika sudah mengudara makan langkah terbaik adalah berdo’a dan menyerahkan segalanya kepada Allah.

Dan Alhamdulillah penerbangan kali ini ternyata berjalan dengan sangat mulus dan lancar.

—-****—-

Aku sendiri mendapatkan tiket penerbangan ini di kantor perwakilan SriLankan Airlines yang berlokasi di bilangan Jalan HR Said, tepatnya di Menara Kuningan. Aku terpaksa berburu tiket ke menara tersebut disebabkan tak kunjung berhassilnya aku ketika mengeksekusi proses terakhir pemesanan online di payment gate pada laman SriLankan Airlines. Mau tidak mau, untuk segera mengamankan tiket murah tersebut, aku harus rela memburunya di kantor perwakilan SriLankan Airlines. Harga tiketnya sendiri aku tebus dengan harga Rp. 1.300.000 untuk dua kali penerbangan, yaitu penerbangan dari Kochi ke Colombo lalu dilanjutkan dengan penerbangan dari Colombo ke Dubai.

Seorang ticketing staff keturunan Arab pun sempat heran kenapa aku membeli connecting flight dari Kochi ke Dubai. Dia bahkan mengingatkanku bahwa resiko refund atas pembatalan tidak bisa dilakukan karena penerbangan ini bukan berasal dari Jakarta.

Aku hanya menegaskan bahwa aku bersiap atas resiko apapun jika gagal terbang karena memang aku terbiasa mengambil resiko demikian untuk sebuah tiket murah.

Akhirnya di akhir pembicaraan malah aku yang banyak bercerita kepadanya tentang berbagai fragmen cerita petualanganku yang menurutnya seru untuk didengarkan.

—-****—-

Hanya ada sebuah kejadian lucu dari penerbangan ini yang masih teringat hingga kiki. Yaitu ketika seorang bocah perempuan nan lucu berparas Asia Selatan tiba-tiba berlari menuju pintu darurat pesawat yang sedang mengudara dan berusaha meraih handle pintu itu. Mungkin dia tertarik dengan warnanya yang menyala. Beruntung si mbak pramugari dengan sigap menangkap dan memeluk anak itu lalu menyerahka ke mama papanya yang duduk tepat di belakangku.

Boarding time.
Yuk mencari bangku!.
Di sinilah tempatku duduk.
Uhhhh….Leganya….
Pintu darurat di sisi kananku.
Cruising phase saat mengudara.
Alhamdulillah, akhirnya mendarat juga di Colombo.

Di dalam pesawat aku sendiri tidak merasa nervous sama sekali, juga sama sekali tak risau memikirkan bagaimana nanti mendarat di Bandaranaike International Airport. Semua perasaan itu bisa dengan mudah aku kuasai karena aku sendiri sudah pernah tidur di bandara tersebut seusai mendarat dari Mumbai pada awal tahun 2019. Pada waktu itu, aku berkesempatan mengeksplorasi Sri Lanka.

Menjelang tengah hari, sang pilot memberikan pengumuman untuk bersiap melakukan pendaratan di Colombo. Serentak setiap awak kabin mulai melakukan inspeksi supaya semua penumpang bersiap diri sesuai dengan prosedur pendaratan. Setelah semua dirasa aman, maka pesawat mulai menurunkan elevasi dan menyentuh runway Bandaranaike International Airport.

Aku sampai di Colombo, dan telah melakukan setengah perjalanan menuju Dubai.

Hatiku terasa girang sekali siang itu

Kisah Selanjutnya—->

Airport Bus from Bandaranaike International Airport to Colombo Central Bus Stand

My arrival in Colombo, Sri Lanka began with a strange toilet activity. Airport cleaning service-man greeted me, “Indonesia?”, He pressed a flush button on my urinal and gave three sheets of tissue in front of bathroom sink and finally at the toilet door he asked me some money for eat. I didn’t have Sri Lankan Rupee (LKR) that morning because I hadn’t exchanged my USD to local money. I apologized and left him.

There wasn’t problem when passing the immigration counter because I have an e-Visa, a return ticket to exit from Sri Lanka and a dormitory reservation voucher.

I immediately exchanged my USD … I got a little problem. The money changer staff said that I must exchanged minimum USD 100/transaction. I didn’t gave up for asking one by one to all money changer, and finally I could exchange just USD 50 at the Sampath Bank’s money changer.

Left: Sampath Bank money changer at Bandaranaike International Airport.

Right: Sri Lanka Telecom’s Kiosk Mobitel

I was actually little crazy, that local money that I got from money changer would still remaining about USD 25 at the end of my adventure in Colombo. I exchanged the remaining LKR to USD at the money changer in downtown.

With LKR 8,830, my first spending was the 4 GB SimCard Mobitel from Sri Lanka Telecom for LKR 960.

After waiting almost 2 hours until bright morning, I decided to head to downtown. I left the arrival hall to catch the first airport bus. Coming out along the corridor, I was a little nervous in my loneliness, but I just said to myself “hi man, you have arrived … so if you want to do more, you must explore”.

My muttering was stopped when I faced an airport guard soldier and I asked to him where the airport bus shelter was. Actually, I already knew the answer, surely I have to turned left from the exit door and the bus was at the end of the corridor. Yes… True, He said like that. (I knew because I have been googling before came to Colombo, so I asked only for affirmations). So I walked to the left of exit door.

Yess, I was at the end of corridor….but, “where is the bus?”. There are lots of Toyota Hiace parked. Someone approached me. “Where are you going, sir” … I said I wanted to go to Galle Face Beach (My hostel is near there). In essence, he said there wasn’t airport bus here and he offered services for 6,000 Rupees to Galle Face with His Toyota Hiace. Well, surely I couldn’t afford to pay it. I said that I was a backpacker and didn’t have much money. I just asked him for helping me to showed where was the location of airport bus shelter … He was so kind and finally told me … actually, the bus was at the right of exit door.

Top left: Sign to airportbus shelter. Top right: Airport bus shelter

Bottom right: Airport bus ticket for LKR 150.

Lower Left: Situation of airport bus inside

I immediately got in bus. 15 minutes later the bus left the airport. My eyes couldn’t close because I was stunned by the view of Colombo’s morning street. Then the bus pushed onto highway, the morning sun warmly penetrated the bus windows, Keeping me from cold temperature of the bus. The medium-sized bus drove slowly and showing off the originality of Colombo … Ahhh, I couldn’t wait to get to downtown.

40 minutes later, the bus arrived at Colombo Central Bus Stand. I didn’t want to linger in this central terminal. If I was long here, it means that I would be surrounded by taxi and tuk-tuk drivers. Got information from Sri Lanka tourism site. As soon as I got off the bus, I immediately avoided their intention to gathering around me. I just said: “I’m sorry, I’m looking for bus no 100”. I crossed the arterial road in front of the terminal then turned right around 500 meters. And sure enough, I saw the bus. Running to catch it and hupp … I jumped through the back door

Left Top: City bus no. 100 to Galle Face. Top Right: Bus inside

Bottom Right: The closest bus stop from Hostel at Galle Face

Lower Left: Arterial road situation around Colombo Central Bus Stand

I began to feel strange, my southeast asia face was surrounded by their south asia face. Crammed standing into Colombo bus wasn’t different with Kopaja (name of Jakarta’s city bus). It only took 14 minutes to arrive at Galle Face and then walked 200 meters from the bus stop, I found my hostel.

Okay … I would bring you to see Colombo… let’s go!

Airport Bus dari Bandaranaike International Airport ke Colombo Central Bus Stand

Kedatanganku di Colombo, Sri Lanka dimulai dengan aktivitas toilet yang aneh. Penjaga toilet itu menyapaku “Indonesii?”, memencetkan tombol flush di urinoirku dan memberikan tiga lembar tissue di depan wastafel dan akhirnya di pintu toilet Dia memintaiku uang untuk makan katanya. Aku tak punya Sri Lankan Rupee (LKR) pagi itu karena Aku belum menukar USD. Aku mohon maaf dan meninggalkannya.

Tak ada masalah berarti melewati konter imigrasi karena Aku memiliki e-Visa, tiket keluar Sri Lanka dan reservasi dormitory.

Aku segera menukarkan USD….sedikit masalah. Kata staff money changer minimal penukaran 100 USD. Tak menyerah menanyakan satu persatu money changer, sampai akhirnya Aku bisa menukarkan 50 USD di money changer milik Sampath Bank .

Kiri: Sampath Bank money changer di Bandaranaike International Airport.

Kanan: Kios Mobitel milik Sri Lanka Telecom

Aku memang sedikit gila, uang segitu nanti masih akan bersisa 25 USD di akhir petualanganku di Colombo. Aku menukar kembali sisa LKR ke USD di money changer di tengah kota.

Berbekal 8.830 LKR, spending pertamaku adalah SimCard Mobitel 4 GB keluaran Sri Lanka Telecom seharga 960 LKR.

Setelah menunggu hampir 2 jam hingga pagi menjelang terang, kuputuskan menuju pusat kota. Aku meninggalkan arrival hall untuk menangkap airport bus pertama. Keluar menyusuri koridor , Aku sedikit nervous dalam kesendirianku, tapi Aku cuma berujar di hati “hi man, Kamu sudah sampai….so mau ngapain lagi kalau ga explore”.

Gumamku terhenti ketika Aku menghadap ke seorang tentara penjaga bandara dan menanyakan letak airport bus shelter. Aku sudah tau jawabannya, pasti suruh belok kiri dari pintu keluar dan bus ada di ujung. Tuh….bener kan doi ngomong begitu. (Aku tahu karena pernah googling, Aku menanya hanya untuk afirmasi). Aku makin PeDe melangkah ke kiri dari pintu keluar.

Yess, sudah diujung nih….bus mana bus ?, kok banyak Toyota Hiace diparkiran. Seseorang menghampiriku. “Where are you going, Sir”…..Kubilang mau ke Pantai Galle Face (Hostelku dekat situ gaes). Intinya dia bilang disini tak ada airport bus dan dia menawarkan jasa seharga 6.000 Rupee menuju Galle Face dengan Hiace nya. Yah pastilah Aku gak mampu bayar….yeeee. Kubilang baik-baik bahwa Aku backpacker dan tak punya uang sebanyak itu.  Aku hanya minta tolong untuk diberitahu dimana letak airpot bus shelter….doi luluh dan akhirnya memberitahuku….ternyata bus itu ada di sebelah kanan pintu keluar #tepokjidatnih

Kiri atas : Sign menuju airportbus shelter . Kanan atas : Airport bus shelter

Kanan bawah: Tiket airport bus seharga 150 LKR.

Kiri Bawah: Suasana di dalam airport bus

Tak menunggu lama, Aku segera naik. 15 menit kemudian bus meninggalkan airport. Mataku tak bisa terpejam karena tertegun menikmati pemandangan jalanan pagi Colombo. Bus kemudian merangsek ke jalan tol, matahari pagi menembus kaca bus dengan hangat, membantuku menahan dinginnya AC bus. Bus berukuran sedang itu melaju pelan seakan memamerkan orisinalitas kota Colombo….Ahhh, Aku tak sabar sampai di tengah kota.

40 menit kemudian, bus mulai masuk ke Colombo Central Bus Stand. Aku tak mau berlama-lama di terminal sentral ini. Kelamaan disini berarti harus siap dikerubuti taxi-er dan tuk tuk-er. Berbekal informasi dari situs pariwisata Srilanka. Begitu turun bus, Aku langsung menghindar dari niat mereka mengerumuniku. Ku bilang aja: ” I’m sorry, I am looking for bus no 100”. Aku menyeberangi jalan arteri di depan terminal lalu belok ke kanan sekitar 500 meter. Dan benar saja, Aku melihatnya. Berlari kecil mengejarnya dan hupp….aku lompat lewat pintu belakang

Kiri Atas :City bus no 100 ke Galle Face. Kanan Atas: Suasanan dalam bus

Kanan Bawah: Halte bus terdekat dari Hostel at Galle Face

Kiri Bawah: Suasana di jalan arteri sekitar Colombo Central Bus Stand

Aku mulai merasa asing, wajah Asia Tenggara berada dikerumunan wajah Asia Selatan. Berdiri berdesakan didalam bus yang tak jauh beda dengan Kopaja Ibu Kota. Hanya butuh 14 menit untuk sampai di Galle Face dan berjalan sejauh 200 meter dari halte bus, Aku menemukan hostelku

Okay…..Akan kuajak Kamu melihat Sri Lanka…yukkks gaes!