Kalboos Park: “Don’t Worry, He is a Swimmer”

<—-Kisah Sebelumnya

Landmark berikutnya yang kutemukan setelah singgah beberapa saat di Muscat Gate Museum adalah Kalboos Park.

Kalboos Park itu sendiri memiliki luasan tak kurang dari tiga hektar. Lokasinya memanfaatkan keberadaan kaki bukit berbatu dan langsung menghadap pantai di sisi baratnya. Memiliki bentuk memanjang dari utara ke selatan mengikuti kontur pantai. Tepat ditengahnya difasilitasi dengan panggung teater setengah lingkaran yang tepat menghadap ke Teluk Oman. Jika ditarik ditarik garis lurus  dari area teater, maka di kejauhan tampak jelas keberadaan landmark penting lain milik Oman, yaitu Riyam Censer. Riyam Censer merupakan sebuah monumen di puncak bukit berbatu, terbuat dari marmer putih dan memiliki ketinggian sekitar dua puluh lima meter. Berfungsi seperti tempat pembakaran dupa.

Di beberapa titik taman juga tersedia umbrella shade yang memungkinkan pengunjung untuk berteduh menghindari panasnya matahari. Keberadaan lampu-lampu taman mengisyaratkan bahwa taman tepi pantai itu bisa dikunjungi warga saat malam tiba.

Di dominasi dengan porsi corniche daripada lahan hijau, telah menjadikan taman ini sebagai satu spot terbaik di Oman untuk menikmati keindahan sunset. Tetap saja tanaman palem berukuran besar menjadi vegetasi yang tak pernah ditinggalkan dari setiap landmark yang ada di tanah Oman.

Sementara di punggung bukit tampak berdiri sebuah benteng kecil sisa peninggalan sejarah masa lalu yang membuat sepanjang taman terpercik oleh aura sejarah.

Kembali pada langkahku kembali…..

Aku yang sedari sebelumnya berjalan di bawah teriknya surya untuk menikmati Bait Al Zubair, Bait Muzna dan Muscat Museum Gate, maka rasa hauslah yang menyiksaku ketika memasuki Kalboos Park.

Kusempatkan diriku untuk mengunjungi sebuah kios kecil yang menjual makanan dan minuman kemasan. Aku menebus satu botol air mineral dengan 200 Baisa. Untuk kemudian, aku duduk menikmati taman di bawah salah satu umbrella shade dan menikmati biru mengkilatnya pantai yang memantulkan terpaan matahari.

Satu keunikan dari pantai ini adalah keberadaan burung camar yang jumlahnya tidak sedikit dan berlalu lalang di sekitar taman. Dan ketika aku baru saja terduduk, baru kusadari ada seekor camar yang datang mendekatiku.

Oh kasihan, camar ini sedang mengalamai cedera kaki”, aku membatin sembari menghampiri camar itu dan menaruhnya di tempat yang teduh.

Meninggalkan Muscat Gate Museum.
Gerbang Kalboos Park.
Pantai berbentuk memanjang mengikuti kontur pantai.
Theater.
Burung camar yang dominan di sepanjang pantai.
Yuk masuk air bentar!

Usai menikmati beberapa tegukan air mineral yang kubeli, aku menyempatkan diri untuk mengeksplorasi segenap isi taman dari ujung utaranya hingga selatan. Beberapa turis tampak mulai berdatangan untuk menikmati taman mungil tepi pantai tersebut.

Aku yang tak puas hanya berada di atas taman, berusaha untuk mencari akses jalan menuju ke pantai yang berada di bawah permukaan taman. Begitu gembiranya ketika aku menemukan akses kecil itu di sisi selatan.

Tanpa ragu aku pun menuruni akses jalan itu untuk tiba di tepian pantai. Kulepaskan segera alas kaki dan mulai turun menuju air.

Tak kusangka apa yang kulakukan, ternyata diperhatikan oleh sebuah keluarga muda dengan satu anak laki-laki.

Kontan. mereka bertiga mengikuti caraku dan bergabung di sisi pantai. Setelah bercakap-cakap sebentar, aku pun mengetahui bahwa keluarga kecil itu datang dari Roma.

Satu hal yang masih terkesan lagi adalah sang suami asal Roma itu nekat melepas baju dan celananya hingga menyisakan celana dalam saja dan kemudian berenang menjauhi pantai.

“Don’t worry….He is swimmer”, ungkap istrinya dengan santai ketika aku memintanya untuk berhati-hati berenang tanpa pelampung di pantai yang asing bagi pendatang.

Kisah Selanjutnya—->

Muscat Gate Museum….Pertahanan Kota Tua Muscat yang Menawan

<—-Kisah Sebelumnya

Khatam menghubungkan potongan-potongan sejarah yang ditampilkan dengan apik di Bait Al Zubair, serta meresapi glamournya karya seni kontemporer di Bait Muzna, maka aku segera memastikan diri untuk bersiap menuju ke landmark lain yang akan tersaji di sepanjang kawasan Mutrah.

Menjauhi area Kalbuh, aku melangkah melalui rindangnya dan suburnya jalur hijau di selatan trotoar menuju barat. Jalur hijau itu dinaungi pohon-pohon palem berukuran besar. Sementara di tengahnya disediakan jalur pejalan kaki dengan dasar pavling block bewarna cerah.

Rindangnya jalur itu secara otomatis membuat langkahku melambat, hal itu mungkin dikarenakan oleh keenggananku untuk terpapar menyengatnya surya lebih lama. Sayangnya, jalur hijau itu hanya membentang sejauh dua ratus meter. Sebagai konsekuensi, aku harus kembali melangkah melawan teriknya surya. Toh, tetap saja aku menerima itu dengan suka cita. Itulah resiko menjadi seorang backpacker dengan anggaran terbatas. Tak perlu iri dengan mereka-mereka yang berwisata dengan diantar oleh shuttle bus yang mewah dan nyaman.

Keluar dari jalur hijau tersebut, tatapku dihadapkan oleh sebuah gerbang raksasa yang mengangkangi Al Bahri Road yang mengalirkan arus kendaraan di bawahnya.

Gerbang itu berwarna coklat muda, panjangnya lebih dari lima puluh meter dari ujung utara ke ujung selatannya. Sebelah utaranya dihiasi dengan pemandangan laut dan di selatannya disuguhkan pemandangan perbukitan berbatu yang menawan. Sementara di sepanjang trotoar menujunya disuguhkan tanaman bunga dominan merah yang dihidupkan dengan teknik drip irrigation.

Aku semakin dekat dengan gerbang agung yang menjadi salah satu landmark menarik di kawasan Mutrah.

Aku pun tepat berada di bawahnya sewaktu kemudian.

Aku tertegun pada ukiran-ukiran batu yang tersemat di sepanjang dinding lorongnya, lampu-lampu dengan desain unik terpajang di bagian atas lorong dalam interval teratur dan lekukan-lekukan berukir di langit-langit lorong tak kalah mempesona.

Ruangan memanjang di bagian atas gerbang dimanfaatkan sebagai museum. Koleksi-koleksi sejarah Oman dari zaman Neolitik hingga era modern disuguhkan dengan apik. Ruangan tersebut memamerkan sejarah mata air Muscat, sumur-sumur kuno, terowongan bawah tanah, pasar, rumah khas, pelabuhan masa lalu dan bangunan-bangunan pertahanan tempo dulu.

Jalur hijau di tepian Al Bahri Road.
Muscat Gate Museum dari kejauhan.
Ini dia gerbangnya.
Sematan berukir di dinding terowongan.
Ukiran di sisi lainnya.
Bunga yang hidup dari drip irrigation.

Dahulunya, bangunan ini dimanfaatkan sebagai pertahanan anti perampok yang berbahaya dan berpotensi menembus batas kota. Dibangun di atas singkapan gunung berbatu yang merupakan batas kota tua Muscat. Tetapi batas itu telah dihapuskan semenjak kebangkitan Kesutanan Oman modern.

Tentu keberadaan museum di atas gerbang ini bisa menjadi pelajaran bagi generasi muda Oman dalam menghargai warisan kota kuno mereka.Tentu tempat ini juga bermanfaat bagi para pendatang dan wisatawan yang mengunjungi Oman untuk memahami sejarah Oman dengan lebih baik dan jelas.

Di buka untuk umum dari hari Minngu hingga Kamis, mulai dari pukul delapan pagi hingga pukul dua siang. Jaraknya yang hanya berjarak setengah kilometer dari Bait Al Zubair dan hanya membutuhkan waktu sekitar sepuluh menit dengan berjalan kaki, bisa menjadikannya sebagai destinasi wisata yang layak untuk dikunjungi.

Bait Al Zubair: Terpapar Sejarah di Kalbuh

<—-Kisah Sebelumnya

Hampir masuk pukul sepuluh pagi…..

Aku memutuskan untuk meninggalkan tepian pantai di utara Al Alam Palace. Memaksakan diri meninggalkan otentiknya Al Mirani Fort yang sebelumnya kupunggungi dan Al Jalali Fort yang dari kejauhan seakan melambai mengundangku untuk berkunjung.

Kembali berjalan mengitari sisi barat istana, aku meninggalkan kompleks pemerintahan Kesultanan Oman melalui halamannya yang memanjang menuju selatan dan berakhir di tepian Al Bahri Road.

Tiba di tepian jalan utama, aku menatap jauh ke arah barat. Antusiasku kembali tumbuh, menerka-nerka, “Spot  pariwisata apa saja yang akan kutemui apabila aku berjalan kaki sejauh tujuh kilometer?”.

Tanpa keraguan….Aku pun mulai melangkahkan kaki.

Tiba di sebuah jalur melingkar, aku tertegun pada sebuah bukit berbatu dengan benteng gagah di atasnya. Adalah Rawia Fort yang menjadi benteng pertahanan ketiga yang kusaksikan di area Mutrah.

Dari bundaran sisi utara, langkah kaki akhirnya mengantarkanku tiba di Al Bab Al Kabeer Gate. Sesuai namanya, gerbang itu memiliki ukuran besar, menjadi landmark kesekian di daerah Kalbuh. Gerbang besar itu menjadi akses utama menuju Musee Franco-Omanais yang merupakan  pengenang hubungan dekat antara Oman dengan Perancis. Oleh karena fungsinya, maka di dalam museum itu terdapat foto-foto diplomatik antar kedua negara di masa lalu serta berbagai jenis pakaian, furniture dan perhiasan khas kedua negara. Kapal niaga Oman dan Perancis juga ada di dalam museum ini.

Sementara itu…..

Aku juga mengunjungi obyek wisata di selatan gerbang, yaitu Bait Al Zubair Museum dan Bait Muzna.

Bait Al Zubair sendiri adalah museum pribadi milik keluarga Zubair yang dibuka untuk umum tujuh belas tahun lalu. Kekhasan museum ini adalah ukiran-ukiran khas Oman yang tersemat di beberapa bagian museum yang berbahan dari kayu.

Sheikh Al Zubair bin Ali sendiri merupakan tokoh nasional yang pernah melayani Sultan Oman sebagai Menteri dan penasehat.

Terdapat beberapa bagian utama dari Bait Al Zubair, yaitu Bait Al Nahdhah, Galleri Syarah, Bait Al Bagh, Bait Al Oud dan Bait Al Dalaleel.

Bait Al Oud adalah rumah utama yang didesain untuk mencerminkan karakteristik masyarakat pertama di Muscat, dimana Sheikh Ali bin Juma (Sheikh Al Zubair) dan keluarganya menjadi salah satu tokohnya. Masyarakat itu hidup damai pada Abad ke-19 dan Abad ke-20.

Bait Al Oud memiliki tiga lantai, yaitu

Lantai G  digunakan untuk Temporary Exhibition Hall

Lantai 1 terdapat peta antic dari Semenanjung Arab, pameran maritim, furniture milik warga utama,

Lantai 2 digunakan untuk Foto Muscat tempo dulu, kolekdi kamera, cetakan tua Semenajung Arab

Rawia Fort terlihat di atas perbukitan.
Al Bab Al Kabeer Gate.
Musee Franco-Omanais.
Bait Al Zubair Museum.
Bait Al Dalaleel.
Bait Muzna Gallery (kanan).

Sedangkan…..Bait Al Dalaleel adalah rumah di Distrik Daleleel yang direstorasi dan direnovasi secara detail sehingga bisa membantu pengunjung untuk berpetualang waktu dan mengalami sendiri bagaimana penduduk asli oman menjalankan hidup pada masa seratus tahun lalu.

Lalu…..Bait Al Bagh (Bagian Utama) yang merupakan bangunan museum utama yang awalnya didirikan sebagai rumah keluarga pada tahun 1914 oleh Sheikh Al Zubair bin Ali. Pada masa lalu bangunan ini berfungsi sebagai tempat berkumpulnya para elit negara. Jika ingin mengetahui lebih detail tentang Dinasti Busaidi, maka di sinilah tempatnya. Dinasti Busaidi sendiri telah berkuasan sejak pertengahan Abad ke-18 di tanah Oman.

Sedangkan tepat di utara Bait Al Zubair, di seberang jalan Al Bahri Road, berdirilah Bait Al Muzna yang menjadi galer seni pertama dan utama di Muscat yang menampilkan perkembangan seni kotemporer di area kesultanan.

Kunjungan di Bait Al Muzna membuatku semakin bersemangat untuk segera menemukan destinasi lain di sekitar Mutrah.

Yuk, ikuti langkahku……

Kisah Selanjutnya—->