DAMRI Kualanamu: Mengejar Amplas yang Semakin Menua

<—-Kisah Sebelumnya

Bahkan seminggu sebelum terbang, pilihan telah kutetapkan. Bukan “Si cepat dari Woojin”, apalagi “si burung biru”yang biasa berlalu lalang di Kualanamu. Pilihanku tetap pada transportasi ala rakyat yang bersahabat dengan kantong. Tak lain lagi, itu DAMRI.

Terduduk kantuk di ruang tunggu stasiun kereta bandara lalu mengamati para eksekutif menggeret kopernya, berkejaran dengan waktu keberangkatan kereta. Atau sebaliknya, langkah cepat para penumpang necis yang baru saja keluar dari kereta untuk mengejar waktu penerbangan mereka masing-masing. Aku menjadi manusia tersantai pagi itu di Kualanamu. Ya iya lah…Aku kan lagi ngelayap, bukan sedang dalam perjalanan dinas.

Mereka yang pada sibuk

15 menit mengamati lalu lalang “Si Biru Langit”, Aku keluar stasiun dengan memanggul backpack biru cetakan Tiongkok yang kudapat lewat salah satu e-commerce ternama setahun lalu.

Senyum Sersan Kepala menyambut sembari membantu menyeberangkanku melewati jalur mobil untuk kemudian aku mengarahkan langkah menuju platform airport bus.

Tuh doi ngumpet di samping “si merah”

Berbelok ke ujung kanan pintu keluar bandara maka konter penjualan tiket DAMRI sangat mudah terlihat dan ditemukan. Terbaca dengan jelas “Amplas, Siantar atau Binjai”, sebagai beberapa tujuan transportasi umum keluar Kualanamu. Sudah kupelajari dengan baik dan tertuang jelas di itinerary, Amplas adalah tolakanku berikutnya.

Menebus selembar tiket seharga Rp. 15.000 saja, aku kini berakses untuk mencicipi transportasi milik pemerintah yang sudah terlanjur melegenda di hati masyarakat.

Murah bingit.

Abang lihat papan petunjuk daerah tujuan aja ya, bang! Disana bang”, seloroh petugas tiket berseragam sembari telunjuk dan matanya menuju ke arah yang sama.

Ok, bang”, aku menjawab singkat.

DAMRI medium berpenumpang 24 yang tak kunjung penuh.

Memasuki pintu tunggalnya aku duduk tepat disebelah pintu, tak sampai semenit aku sudah di bangku belakang, bahkan sejurus kemudian sudah di bangku tengah. AC ventilator itu sudah tak berpenutup, kaca bagian belakang itu sudah sangat kusam sehingga kameraku pun kehilangan kejernihannya, di tengah pun sama reclining seat tak berfungsi selayaknya. Aku selalu memaklumi dengan kondisi ini, ini DAMRI kannnn.

AC super dingin yang membuatku menggigil sepanjang perjalanan.

 “Mana tiket Kau?”, sapa kondektur dengan kerasnya yang membuatku terperanjat. Kalau di Kampung Rambutan itu seperti hentakan preman.

Ah, ini mah Medan ternyata”, batinku yang akhirnya membuatku bersikap wajar dan tak perlu kaget.

Amplas, Bang”, kusodorkan tiket kepadanya. Ternyata dibalik wajah garang sang kondektur ada senyum tipis terlepas otomatis di bibirnya. Aku mulai jatuh cinta dengan Medan.

Melaju menjauhi Kualanamu

Aku sangat sibuk berpindah di bangku manapun demi menciptakan jepretan terbaik (walau akhirnya gagal….Hahaha), karena DAMRI ini hanya mengangkut 5 penumpang. Aku tahu pak sopir terus mengawasiku lewat kaca spion. Demi membuatnya wajar, aku mengacungkan jempol kepadanya dan uniknya dia juga mengacungkan jempolnya tinggi-tinggi. Semua penumpang tertawa melihatku….Kacau.

Suasana gang sebuah perkampungan

Kebun yang luas milik warga

Tak berasa DAMRI pun sudah melaju di jalan tol Medan-Kualanamu-Tebing Tinggi dengan cepatnya.

Bersiap masuk jalur cepat.

Tiga puluh menit DAMRI merangsek ke barat hingga akhirnya tiba di Terminal Terpadu Amplas yang sangat tersohor di Medan itu. Terminal yang tak sesangar seperti yang kubayangkan. Tak seorangpun menggangguku ketika selama 20 menit mengekplore seisi terminal itu.

Terminal Amplas yang telah berusia 29 tahun

Bahkan aku sempatkan bercakap dengan petugas Dishub perihal cara menuju Toba dari terminal ini. Juga bercakap dengan seorang kondektur bus PO Sejahtera untuk menanyakan keberangkatan pertama armadanya menuju danau vulkanik terbesar di dunia itu.

Warung biru tempat aku bercakap dengan warga lokal.

Senang mendengar kabar bahwa Terminal Amplas akan direvitalisasi oleh Mister Menteri dan akan menjadi terminal yang terintegrasi dengan mall dan hotel. Keren yaaaa.

Yuk, jangan lama-lama di terminal. Mari kutunjukkan Medan seperti apa.

Panggil ojek online! Explore Medan!

Kisah Selanjutnya—->

26 thoughts on “DAMRI Kualanamu: Mengejar Amplas yang Semakin Menua

Leave a Reply to UchiCancel reply