Menangkap Babi di Ruins St. Paul.

Bersiap meninggalkan Senado Square.

Belumlah puas menikmati pesona klasik Senado Square, Aku pun perlahan menjauh. Tak susah menemukan petunjuk arah menuju situs reruntuhan gereja dan college yang terletak 600 meter di utara alun-alun itu.

Petunjuk arah berwarna hijau akan membantumu menemukannya.

Langkahku berlanjut dengan menelusuri sederetan toko oleh-oleh yang mayoritas menjual makanan. Sementara dengan semakin memuncaknya matahari, perutku semakin lapar. Namun aku tak bergegas mencari makan siang, justru aku melakukan sebuah kegilaan lain.

Mau tahu?….

Perlu kamu ketahui, setiap toko tersebut menyediakan sampel makanan yang ditawarkan para pegawainya yang berdiri di depan area toko. Jika toko disana berjumlah lebih dari 30 buah, maka sudahkah kamu tahu apa maksudku?….yuk, jangan kelamaan mikir.

Lihatlah totalitas mereka menjual makanan. Kostumnya keren kan.

Ya, harusnya kamu tahu. Kegilaanku adalah mengambil dan menyicipi hampir semua jenis sampel makanan yang ditawarkan kepada para turis untuk dicoba rasanya.

30 potongan kecil kue tentu lebih dari seporsi makan siangku. So….Makan siang gratis….Itu intinya.

Dan keberuntunganku itu tiba. Di tengah keasyikanku mengunyah sejenis kue, tiba-tiba ada terselip rasa gurih yang luar biasa. Aku terus mengunyahnya hingga akhirnya mataku melotot tajam dan memaksaku berbalik kepada SPG yang menawariku kue itu.

Aku: “What is it?”.

Doi: “Cake, Sir”.

Aku: “No no no, the ingredient?”. Beef or chicken?

Doi: “No, It’s pork, Sir”.

Aku: “Oh nice taste, Ms”. Dengan gerakan secepat kilat, aku melepehkan kue itu di sebuah selokan kecil.

Doi: “Are you OK, Sir?

Aku: “Yeaaa, I’m Okay, thanks Ms….But, sorry. I can’t eat pork. I’m moslem”.

Itulah pertama kalinya Aku merasakan nikmatnya daging babi walau hanya sekedar beberapa kunyahan di rongga mulutku….Alhamdulillah, akhirnya…..eitttt….Astaghfirullah.

Reruntuhan gereja dan college yang lebih dikenal dengan Ruins St. Paul itu akhirnya tepat berada di pelupuk mata dan hanya terpisah oleh beberapa puluhan anak tangga yang siap untuk kutanjaki.

Bersiap sebelum menanjak.

Banyaknya turis membuat setiap orang susah sekali mengabadikan diri dengan gerbang Ruins St. Paul tanpa ada gangguan seseorang di belakangnya.

Oh Tuhan, Gerbang Ruins St. Paul yang selalu kulihat di prakiraan cuaca dunia di sebuah channel TV kabel akhirnya berada di depanku dan bisa kulihat dengan mata telanjang….Sepuasnya.

Tapi…Temans,

Ini kan situs reruntuhan sebuah gereja dan college….

Sebagai penjelajah yang baik, seharusnya kamu tidak boleh berpuas diri hanya dengan mengambil foto bagian depan saja. Kamu musti masuk ke bagian belakang gerbang untuk membayangkan bagaimana besarnya gereja dan college ini di masa jaya berdirinya.

Yuks, Kita masuk!….

Memasuki gerbang, maka kamu akan melihat bahwa dinding di belakang gerbang disangga oleh plat besi yang sangat besar dan tebal. Ya, tentu ini untuk menanggulangi robohnya gerbang Ruins St. Paul.

Gerbang bagian belakang dijaga oleh security.

Berikutnya kamu akan menemukan lubang-lubang yang ditutup oleh lapisan kaca tebal. Jadi aku hanya bisa mengintipnya. Lalu itu lubang apa?

Diperkirakan sebagai bekas tiang utama (kolom) dari Church of St. Paul.

Bisa kamu bayangkan seberapa besar tiang asli Church of St. Paul?.
Lihatlah lebih dekat.
Bentuk asli Church of St. Paul berbentuk salib ya. Keren.

Selain lubang-lubang persegi tersebut, kamu juga akan menemukan subuah ruangan tersisa yang sudah dikonservasi. Ini adalah ruangan Museum of Sacred Art and Crypt.

Ini ruangannya.
Bagian ruangan yang lain.

So…itulah gaes, wujud dari Ruins St. Paul.

3 thoughts on “Menangkap Babi di Ruins St. Paul.

Leave a Reply to wisnuwidiartaCancel reply